jpnn.com, JAKARTA - Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Daerah telah mengesahkan Tata Tertib DPD. Ketua Badan Kehormatan DPD Mervin S Komber menjelaskan, ada sekitar 10 poin Tatib DPD yang mengalami perubahan atau pembaharuan.
Mervin menyatakan, masuknya sejumlah pasal dari kode etik dalam tatib adalah keputusan rapat pleno BK. Menurutnya, para anggota BK sepakat penyusunan tatib didasari juga dengan kode etik.
BACA JUGA: Penguatan DPD RI Harus Melalui Politik Hukum
“Dasarnya itu kode etik DPD, sehingga wajar saja dan tidak berlebihan. Hal itu telah disepakati seluruhnya," ucap Mervin kepada wartawan, Senin (23/9).
Menurut Mervin, perubahan ini sebenarnya untuk menyempurkan tatib sebelumnya supaya para anggota DPD ke depan bekerja maksimal sesuai tugas pokok dan fungsinya.
BACA JUGA: DPD Kuat, Radikalisme dan Korupsi Pasti Tereliminasi
"Intinya tatib baru ini untuk penegakan citra dan martabat lembaga. DPD harus menjadi contoh bagi rakyat, karena DPD diisi oleh para tokoh-tokoh daerah yang berkualitas," ungkap senator asal Papua itu.
Poin pertama pada tatib sebelumnya, Kalimantan Utara yang merupakan provinsi baru hasil pemekaran hanya disebutkan di awal, sehingga tidak bisa ikut dalam pembagian alat kelengkapan di DPD. Pada tatib baru, diubah menjadi "Provinsi Kalimantan Utara secara teknis diatur pada semua alat kelengkapan dan secara otomatis kedudukannya dalam dalam alat kelengkapan sama dengan provinsi lain".
BACA JUGA: Saran Pangi agar DPD Lebih Bertaji
Kedua, pengambilan perjalanan dinas tidak bisa dilakukan sebelum terbentuknya alat kelengkapan PURT'. Perubahannya yaitu, "Anggota DPD bisa langsung mengambil perjalanan dinas''. Kemudian poin ketiga, pada periode ini "Anggota DPD tidak punya kewenangan menentukan anggaran DPD karena Ketua PURT adalah pimpinan DPD (Ex Officio)' dan di periode nanti menjadi 'Anggota DPD mempunyai kewenangan mengatur anggaran DPD karena anggota yang berhak menjadi pimpinan PURT".
Poin keempat, "Anggota DPD pada alat kelengkapan tidak bisa melakukan kunjungan keluar negeri". Dalam tatib baru ''Semua anggota DPD di alat kelengkapan mana pun dapat melaksanakan kunjungan kerja ke luar negeri".
Kemudian poin kelima adalah ''Untuk DPD yang melaksanakan perjalanan dinas ke provinsi bukan dapilnya hanya mendapatkan uang perjalanan dinas dan tidak mendapatkan uang kegiatan'' Perubahanmua, ''Anggota DPD yang melaksanakan perjalanan dinas di luar dapilnya, mendapat uang perjalanan dinas dan uang kegiatan".
Keenam, ''Untuk Provinsi DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Aceh, Papua dan Papua Barat tidak diakomodasi pengawasan Perdais, Qanun, Perdasi dan Perdasus (PULD)". Dalam tatib baru diubah menjadi "Untuk Provinsi DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Aceh, Papua dan Papua Barat telah diatur agar dapat mengevaluasi rancangan Perdais, Qanun, Perdasi dan Perdasus".
Ketujuh ''Pembagian alat kelengkapan menjadi tidak berimbang karena tidak ada aturan yang tegas. Dipersingkat menjadi ''Anggota DPD dibagi merata disemua alat kelengkapan". Poin kedelapan ''Pimpinan DPD dapat tidak melaporkan kinerja setiap tahun". Diubah menjadi "Pimpinan DPD wajib melaporkan laporan kinerja setiap tahun dalam sidang paripurna".
Sembilan, "DPD berpotensi dipimpin oleh tersangka seorang pelanggar kode etik, orang yang malas mengikuti kegiatan DPD''. Diubah menjadi "DPD akan dipimpin oleh pimpinan yang negarawan, tidak cacat etika dan bukan merupakan tersangka". Sepuluh, "Anggota lembaga pengkajian MPR bisa bukan berasal dari DPD". Diubah menjadi ''Anggota lembaga pengkajian MPR wajib berasal dari DPD".
Mervin menyatakan, tujuan perubahan-perubahan itu adalah selain mengakomodasi senator yang berasal dari provinsi baru hasil pemekaran, juga untuk menyempurnakan aturan terdahulu yang mengacu kepada UU MD3. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy