Ini Strategi KLHK Cegah Longsor dan Banjir Bandang

Selasa, 26 Juni 2018 – 09:09 WIB
Bekas rumah Hari Nuryadi setelah dihantam banjir bandang di Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi. Foto: DEDY JUMHARDIYANTO/RADAR BANYUWANGI

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan langkah-langkah antisipatif untuk mencegah banjir dan tanah longsor seiring tingginya curah hujan di beberapa wilayah di Pulau Jawa. Sebagaimana hasil analisis Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) KLHK, curah hujan yang tinggi menjadi penyebab banjir bandang di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur beberapa waktu lalu.

Direktur Jenderal PDASHL KLHK Ida Bagus Putera Parthama mengatakan, longsor di kawasan hulu yang menyumbat aliran sungai lantas membentuk bendungan alami yang menjadi penyebab lain banjir bandang. “Ketika curah hujan tinggi, bendungan tersebut tidak dapat menahan air dan mengakibatkan banjir bandang,” ujar Putera.

BACA JUGA: KLHK Pantau Hotspot Secara Berkala demi Antisipasi Karhutla

dia menambahkan, berdasark hasil analisis perubahan tutupan lahan tahun 2017, luas tutupan hutan di bagian hulu masih tergolong baik, yaitu sekitar 60 persen atau 9.785,18 hektare dari total luas penutupan lahan. Sedangkan luas kategori lahan kritis dan sangat kritis sebesar 2.078,10 Ha dari 13.826, 71 Ha.

Sebagai upaya pencegahan banjir dan tanah longsor, kata Putera, KLHK telah melakukan rehabilitasi hutan lahan (RHL) seluas 338 Ha di DAS Bomo dan DAS Glondong sejak 2010 hingga 2016. “Ke depan, KLHK akan menerapkan skema agroforestry seluas 30 hektare dan RHL dalam kawasan hutan seluas 1.500 hektare dalam rangka mitigasi bencana banjir,” tutur Putera.

BACA JUGA: Ratusan Warga Krisis Air karena Banjir Bandang

Peristiwa banjir bandang di Banyuwangi pada 21 Juni 2018 telah mengakibatkan sejumlah kecamatan yang termasuk DAS Bomo dan DAS Glondong terendam lumpur dan material vulkanik. Beberapa kecamatan yang terkena banjir bandang antara lain Sragi, Songgon, Singojuruh, Glagah, Licin, dan Rogojampi.

Luas Daerah Tangkapan Air (DTA) Banjir di kedua DAS tersebut adalah 13.876,71 hektare dengan total lahan kritis 2.078,10 hektare

BACA JUGA: Perekonomian Lumpuh Setelah Dihantam Banjir Bandang

“Curah hujan tinggi juga mengakibatkan terjadinya peningkatan limpasan permukaan yang melebihi kapasitas di beberapa DTA. Di antaranya di DTA Badeng 26,16 m3/det (kapasitas pengaliran: 3,8 m3/detik), DTA Kumbo 41,86 m3/det (kapasitas pengaliran: 5,2 m3/detik), dan DTA Binaung 37,36 m3/det (kapasitas pengaliran: 5,3 m3/detik),” kata Putera memerinci.

Sementara Plt Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian DAS Yuliarto menuturkan, akan ada sosialisasi kepada masyarakat dan ajakan untuk menanam jenis tanaman yang sesuai, yaitu mempunyai perakaran dalam, kerapatan tajuk tinggi dan evapotranspirasi tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian BPPTPDAS Surakarta, terdapat 47 jenis tanaman yang berpotensi untuk mencegah tanah longsor, di antaranya Pilang, Cempedak, Sukun, Mimba, Kemiri, Nangka, Jambu Mete, Aren, Damar, Bambu, Tayuman, Kupu-kupu, Kayu Manis, Trengguh, Kaliandra Merah, Kaliandra Putih, Kenanga, Johar, dan Sonokeling.

“Kami juga akan bekerjasama dengan Pemda dan instansi terkait untuk mengidentifikasi daerah-daerah rawan bencana melalui review peta Sistem Standar Operasi Prosedur (SSOP) dan mensosialisasikannya ke para pihak terkait," ujarnya.(adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Cara Asyik dari KLHK Ajak Masyarakat Kurangi Sampah Plastik


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler