jpnn.com - JAKARTA – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (DPDTT) Marwan Jafar mengakui, persoalan di daerah transmigrasi didominasi benturan antara warga pendatang dan masyarakat asal di daerah setempat. Karena itu, tidak heran jika saat ini sebagian kelompok masyarakat menolak program transmigrasi kembali dihidupkan.
Untuk menghadapi persoalan ini, pemerintah menurut Marwan, punya strategi khusus. Antara lain, sebelum program dijalankan, para transmigran dan masyarakat pribumi akan dimediasi agar tidak terjadi benturan kepentingan antara pendatang dan masyarakat asal.
BACA JUGA: Alhamdulillah, Usai Buka Puasa Bareng, Puluhan Anak Yatim Dapat Sepeda dari Jokowi
“Nanti pemerintah akan fasilitasi, agar pendatang dan masyarakat pribumi bisa berbagi peran dalam memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada. Kalau semua masyarakat, baik pendatang maupun pribumi mempunyai kesadaran bersama untuk membangun daerah, saya kira program transmigrasi akan kembali bisa mencapai kesuksesan," ujar Marwan, Kamis 18/6).
Strategi lain, program transmigrasi yang akan dijalankan, kataa Marwan, kini bukan lagi hanya sekadar memindahkan orang dari satu tempat ke tempat yang lain.
BACA JUGA: Didakwa Terima Suap Proyek Bensin, Mantan Direktur Pertamina Terancam 20 Tahun Bui
“Pemerintah akan memberikan pembekalan keahlian bagi transmigran dan penduduk setempat untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada," ujarnya.
Marwan menilai, program transmigrasi hanya akan sukses jika ada satu pemahaman bersama antara masyarakat pendatang dan masyarakat setempat. Karena itu butuh pemahaman bersama. Artinya, ketika muncul persoalan, penting diselesaikan dengan musyawarah.
BACA JUGA: BNP2TKI Janji Kawal Hak 5 ABK yang Meninggal di Laut Senegal
“Program transmigrasi terbukti bisa mencapai keberhasilan di beberapa daerah di Indonesia, karena mengedepankan musyawarah," ujar mantan anggota DPR ini.
Sebelumnya, program transmigrasi yang dikemukakan Kementerian DPDTT mendapat penolakan dari sebagian warga Sulawesi Utara (Sulut). Mereka menerbitkan petisi menolak wilayah Sulut sebagai salah satu daerah tujuan transmigran. Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe juga menolak program transmigrasi.
Lukas menilai, masyarakat Papua akan merasa menjadi minoritas di tanahnya sendiri. Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan kecemburuan sosial, yang memicu terjadinya konflik antar masyarakat asli Papua dan non asli Papua.
Namun penolakan hanya datang sebagian kecil daerah di Indonesia. Terbukti, 30 Pemerintah Daerah kata Marwan, telah menandatangani kesepakatan bersama di bidang transmigrasi. Masing-masing 17 Pemerintah Provinsi dan 13 Pemerintah Kabupaten/Kota.
Rinciannya, tujuh provinsi pengirim transmigran yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Sementara sepuluh provinsi penerima transmigran yaitu Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara dan Maluku.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Effendi Simbolon Ingatkan Jokowi, September PNS Terancam tak Gajian
Redaktur : Tim Redaksi