jpnn.com, JAKARTA - Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Pending Dadih Permana mengatakan, faktor iklim menjadi hal yang perlu disikapi demi tercapainya target swasembada pangan.
Menurutnya, perubahan pola hujan saat ini sudah terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Seperti pergeseran awal musim hujan dan perubahan intensitas curah hujan bulanan dengan keragaman dan deviasi yang semakin tinggi, serta peningkatan frekuensi kejadian iklim ekstrem, terutama curah hujan, angin, banjir dan rob.
BACA JUGA: Pengendalian Impor Untuk Kedaulatan Pangan
"Perubahan Iklim yang terjadi saat ini berpengaruh terhadap eksistensi sumberdaya lahan dan air, penurunan luas areal tanam dan produktivitas pertanian," ujar Pending di Jakarta, Sabtu (4/11).
Untuk itu kata Pending, perlu segera dilakukan upaya adaptasi. Terutama pada infrastruktur pengairan untuk meminimalisir terjadinya ancaman kekeringan atau banjir. Jika tidak, lahan sawah tadah hujan di Indonesia yang luasnya mencapai 2,8 juta hektare, terlantar pada musim kemarau dan kelebihan air pada musim hujan.
BACA JUGA: Harga Bawang Merah di Enrekang Rp 12 Ribu
Menghadapi perubahan iklim yang terjadi saat ini, pemerintah kata Pending, bertekad terus menggenjot produksi pertanian dengan melakukan upaya adaptasi melalui berbagai macam program.
Di antaranya, fokus melakukan adaptasi budidaya pertanian meliputi perbaikan manajemen pengelolaan air termasuk sistem dan jaringan irigasi, pengembangan teknologi panen air (embung, dam, parit dan long-storage) dan efisiensi penggunaan air seperti irigasi tetes dan mulsa.
BACA JUGA: Kebijakan Mentan Dinilai Sangat Tegas Kendalikan Impor
"Kemudian pengembangan teknologi pengelolaan lahan untuk meningkatkan daya adaptasi tanaman, dan pengembangan sistem perlindungan usaha tani dari kegagalan akibat perubahan iklim atau crop weather insurance," tuturnya.
Pengembangan infrastruktur air irigasi pada skala usaha tani oleh Kementerian Pertanian dilakukan melalui pola bantuan pemerintah dan dikerjakan secara swadaya melibatkan petani penerima manfaat. Petani dilibatkan dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan serta perawatan infrastruktur bangunan.
"Kegiatan tersebut berdampak sangat signifikan terhadap peningkatan indeks pertanaman dan penambahan luas areal tanam," kata pria yang pernah menjabat Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementan ini.
Dia mencontohkan pembangunan infrastruktur dam parit di Kabupaten Bima dan Sukabumi dengan bantuan pemerintah Rp 100 juta. Kegiatan pembangunan dam parit atau bendung sederhana dengan membendung aliran anak sungai dan menaikan air ke areal sawah sebagai suplesi irigasi.
Kemudian pembangunan infrastruktur embung pertanian yang dilaksanakan di Kabupaten Garut dan Ponorogo dengan bantuan pemerintah Rp 100 juta. Embung pertanian dibangun dengan tujuan untuk menampung air hujan dan run-off aliran mata air yang terbuang.
Pengembangan water long storage juga dilakukan di Kecamatan Sindang, Indramayu secara swadaya melibatkan kelompok tani dan TNI-AD. Lalu pengembangan irigasi perpompaan/perpipaan di Kecamatan Rowokele, Kebumen.
Dilaksanakan secara swadaya petani, dalam rangka memanfaatkan air permukaan untuk dialirkan ke lahan sawah seluas 60 ha yang di sekitarnya tidak terdapat sumber air, sehingga penanaman dapat ditingkatkan menjadi 1,5-2 kali dalam setahun.
"Dengan berbagai upaya yang dilakukan, terbukti capaian produksi padi nasional yang pada 2014 mencapai 70,85 juta ton, merangkak naik pada 2015 menjadi 75,39 juta ton dan pada tahun 2016 menjadi 79,4 juta ton," pungkas Pending.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Harga Beras di Pasar Induk Cipinang Turun Stabil, Terkendali
Redaktur & Reporter : Ken Girsang