Inilah Berbagai Modus Korupsi PNS

Senin, 15 Oktober 2012 – 13:07 WIB
JAMBI - Budaya korupsi sudah mewabah di lingkungan pegawai negeri sipil (PNS). Mulai pejabat tinggi hingga PNS golongan terendah, berpeluang melakukan korupsi jika ada kesempatan. Ada banyak celah korupsi. Mulai dari membuat SPPD fiktif, mengakali uang bensin, hingga berkolaborasi dengan anggota DPRD untuk memuluskan sebuah proyek.

Praktisi Hukum Jambi Suratno Minggu (14/10) mengatakan, dana perjalanan dinas adalah yang paling rawan diselewengkan alias dikorupsi oleh oknum PNS. Biasanya, kata dia, anggaran perjalanan dinas tersebut digunakan untuk biaya hotel, transportasi dan akomodasi sesuai dengan golongan masing-masing.

“Memang banyak perjalanan dinas fiktif. Karena banyak PNS yang melakukan perjalanan dinas tidak seperti yang mereka laporkan,” jelasnya.

Ia mencontohkan, ada oknum PNS yang melaporkan perjalanan dinas untuk 5 orang, namun nyatanya hanya 2 orang yang berangkat. Lalu jangka waktu perjalanan dinasnya juga dikorupsi, alias tidak dilaporkan sesuai dengan yang dilakukan.

“Misalkan mereka cuma pergi dua hari tapi dilaporkan lima hari. Ini modus lama yang primitf, dan ini sudah ada sejak zaman Orba,” imbuhnya.

Ia menjelaskan, didorong ingin meraup keuntungan dari APBD, oknum PNS pun tak kehabisan akal. Bahkan mereka berani memanipulasi tiket-tiket perjalanan dengan membuat tiket palsu. “Saya sering nangani klien yang terjerat korupsi. Rupanya ada juga modus seperti itu. Pembuatan tiket dan dokumen palsu,”cetusnya.

Sebenarnya , kata dia, sistem pelaporan perjalanan dinas sudah bagus. Tapi bisa diakali PNS karena ada kecenderungan manipulasi data. Sejumlah kasus korupsi via SPPD dan program fiktif ini seperti dialami mantan Kepala Biro Umum Setda Provinsi Jambi, Usup Supriatna. Ia kini didakwa karena terlibat kasus korupsi kegiatan rapat-rapat koordinas dan konsultasi keluar daerah setda provinsi jambi TA 2010 sebesar Rp 3,4 M.

Dia dijerat lantaran ada sejumlah kegiatan yang pelaksanaannya tidak sesuai ketentuan seperti dokumen pertanggungjawaban tidak dilengkapai tiket pesawat sebanyak 58 kegiatan sebesar Rp 214 juta. Hasil konfirmasi tiket pesawat yang dipertanggungjawabakan tidak benar sebanyak 202 kegiatan sebesar Rp 719 juta, perjalanan dinas luar daerah dilaksanakan oleh pihak yang tidak berhak 12 kegiatan sebesar Rp 35 juta dan realisasi perjalanan dinas kurang dari yang dipertanggungjawabkan sebanyak 29 kegiatan sebesar Rp 37 juta.

Suratno mengatakan, dari pengalamannya, setidaknya ada tiga cara penyelewangan yang dilakukan PNS. Pertama para PNS tersebut benar-benar tidak melakukan perjalanan dinas (fiktif).

“Uangnya dikumpulkan sebagai dana taktis, untuk keperluan yang tidak ada anggarannya,” katanya.

Kedua, para PNS itu pergi dinas, tetapi memakai maskapai penerbangan yang tiketnya lebih murah. “Misalnya dalam Surat Perjalanan (SPJ) dilampirkan tiket dan boarding pass Garuda, tapi sebenarnya dia pergi pakai penerbangan lain yang lebih murah. Selisih uangnya mereka pakai,” jelasnya.

Sementara kategori ketiga, oknum PNS melaksakan perjalanan dinas, tapi harinya lebih pendek dari yang tercantum dalam SPJ. Maskapai penerbangan yang dipakai pun juga yang lebih murah dibandingkan tiket dan boarding pass yang dilaporkan.

“Modus lainnya biasanya pada perjalanan dinas rombongan, misalnya dalam surat tugas disebutkan yang pergi 4 orang, tetapi praktiknya yang benar-benar jalan hanya satu orang,” jelasnya.

Lalu, kata dia, PNS kerapkali berkolaborasi dengan anggota DPRD untuk menggolkan sebuah proyek. Padahal proyek itu belum tentu bermanfaat. Sengaja proyek itu dibuat dan fee keuntungan dari proyek itu dibagi-bagi. Yang lebih parah lagi, kata dia, modus yang paling sering dipakai oleh PNS adalah dengan menggeser sisa Dana bantuan seperti Dana Alokasi Khusus (DAK) ke rekening pribadi atau rekening dinas mereka. Padahal, dana yang tersisa seharusnya dikembalikan kepada negara.

“Selain melalui DAK, mereka juga menggunakan modus proyek bangun satu gedung, dananya sebelum ke pihak pemborong, digeser dulu ke rekening pribadi. Selisihnya diambil sedikit, atau dana-dana ditindih karena pemimpin proyek, komisarisnya adalah oknum pejabat pemda setempat,” jelasnya.

Kemudian, celah korupsi yang biasa dilakukan PNS, khusus PNS kecil-- adalah mengakali uang bensin dengan cara menukarkan kupon-kupon bensin di pompa bensin dengan uang, tanpa menukarkannya dengan bensin.

Berdasar pengakuan salah seorang PNS di lingkup Pemprv Jambi yang minta namanya dirahasiakan, biasanya mereka sengaja datang ke SPBU untuk menukarkan puluhan kupon bensin. Biayanya pun biasanya sudah dipatok, per kupon Rp 30 ribu. Jadi untuk jumlah kupon yang banyak itu tentu uang yang didapat akan sangat besar juga.

Tapi, kebanyakan kupon-kupon tersebut adalah bukan miliknya. Melainkan milik atasannya dan uangnya akan dibagi-bagikan oleh atasannya sebagai uang rokok.
“Jadi kupon bensin tersebut hanya menjadi alat untuk ditukar dengan uang, bukan untuk mengisi bensin kendaraan dinas,” katanya.

Berdasar audit BPK tahun 2011 lalu, di Setda Provinsi Jambi ditemukan biaya BBM dibayarkan Tidak Sesuai Ketentuan sebesar Rp 23.422.500. Hasil pemeriksaan terhadap SPJ dan konfirmasi tertulis dengan Bendahara Pengeluaran Dinas Pendapatan menunjukkan, terdapat Belanja Perawatan Kendaraan Bermotor yang direalisasikan untuk pemberian Belanja Bahan Bakar Minyak/Gas dan Pelumas kepada 14 pemakai kendaraan dinas roda empat di Dinas Pendapatan tidak mematuhi ketentuan dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur Jambi Nomor 86/Kep.Gub/UMUM/2010 tentang Penunjukan Pemakai Kendaraan Bermotor Dinas Operasional Roda 4 (Empat) Milik Pemerintah Provinsi Jambi.

Kemudian, di Pemerintah Kota Jambi, Terdapat Kelebihan Pembayaran Perjalanan Dinas Senilai Rp 4.212.500. Hasil pemeriksaan secara uji petik atas dokumen pertanggungjawaban dan dokumen pendukung lainnya pada Sekretariat Daerah serta konfirmasi dengan pihak-pihak terkait, menunjukkan bahwa terdapat kelebihan pembayaran biaya perjalanan dinas senilai Rp 4.212.500.

Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa terdapat kegiatan perjalanan dinas ke luar daerah pada Sekretariat Daerah yang biaya akomodasi dan penginapannya telah ditanggung oleh penyelenggara, namun pegawai/pejabat yang melaksanakan perjalanan dinas tersebut tetap memperoleh pembayaran Uang Makan dan Penginapan secara keseluruhan. Dengan demikian telah terjadi kelebihan pembayaran komponen Uang Makan dan Penginapan senilai Rp 4.212.500.

Wakil Gubernur Jambi Fachrori Umar mengaku perihatin dengan kondisi mental PNS saat ini. Ia mengakui mental korup seperti memanipulasi SPPD memang masih terus berlangsung.

“Sifat buruk seperti ini sudah harus dihilangkan. Jangan lagi ada perjalanan dinas yang di fiktifkan,” katanya saat acara ranham di hotel shangratu, kota jambi, beberapa saat lalu.

Ia berharap, sejumlah kasus korupsi yang menjerat pejabat dan mantan pejabat dijadikan contoh dan bahan renungan. Agar tidak melakukan perbuatan yang sama. “Hiduplah dalam keberkahan,” singkatnya.(mui)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dewan Dorong Jaksa Usut Korupsi Pembangunan Rumah Sakit

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler