jpnn.com, SUMEDANG - Luas lahan sawah di Jawa Barat diperkirakan mencapai 942.974 ha.
Dari luasan tersebut sekitar 60% atau seluas 565.784 ha adalah lahan sawah tadah hujan (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2014).
BACA JUGA: Daging Murah di TTIC Diserbu
Lahan tersebut menyebar di beberapa kabupaten termasuk di kecamatan Ujung Jaya, Kabupaten Sumedang.
Berdasarkan luasannya, lahan sawah tadah hujan berpotensi untuk dijadikan lumbung beras ke-2 Jawa Barat setelahan lahan sawah irigasi.
BACA JUGA: Menteri Pertanian Bangkitkan Lahan Tidur di Bau Bau
Program intensifikasi padi pada lahan sawah tadah hujan sesungguhnya sudah digulirkan sejak 2008 silam melalui Program Peningkatan Beras Nasional (P2BN), seperti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) dan Gerakan Pengembangan Pengelolaan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT).
Namun demikian, hasilnya belum optimal, produktivitas padi rata-rata baru mencapai sekitar 5,74 t/ha Gabah Kering Panen (GKP) padahal potensi hasilnya bisa > 7 t/ha.
BACA JUGA: KTNA dan INDEF Apresiasi Impor Jagung Nihil
Inovasi teknologi budidaya padi pada lahan sawah tadah hujan yang mampu meningkatkan produktivitas padi > 20% sehingga bisa mencapai potensinya adalah PATBO SUPER.
PATBO SUPER tersebut telah dikaji dan gelar teknologi berupa demfarm seluas 20 ha di Kelompok Tani Sumber Rejeki, Desa Sukamulya, Kecamatan Ujungjaya, Kabupaten Sumedang.
PATBO adalah singkatan dari Padi Aerob Terkendali dengan Penggunaan Bahan Organik. PATBO SUPER merupakan paket teknologi budidaya padi spesifik lahan tadah hujan dengan basis manajemen air dan penggunaan bahan organik untuk menghasilkan produktivitas tinggi serta potensi peningkatan Indeks Pertanaman (IP).
Komponen PATBO SUPER ada 5 terdiri dari (1) penggunaan VUB kelompok ampibi, (2) Manajemen air, (3) Penggunaan bahan organik, (4) Penggunaan alsintan, dan (5) Pengendalian gulma.
1.Penggunaan VUB kelompok ampibi
VUB padi ampibi ada 14 varietas, diantaranya Situbagendit, Inpari 38, dan Inpari 39
2.Manajemen air
?Pengaturan air mikro dengan memberikan air di lahan sawah sesuai dengan kebutuhan tanaman (fase pertumbuhan tanaman vegetatif s.d. generatif).
?Pengaturan air tingkat makro, dengan memanfaatkan potensi sumberdaya air yang tersedia (sungai, embung, dll.) seefisien mungkin untuk meningkatkan IP
3.Penggunaan bahan organik
?Prioritas menggunakan bahan organik in situ, yaitu jerami padi dengan menggunakan dekomposer kemudian di gelebeg menggunakan traktor tangan,
?Penggunaan pupuk hayati (Agrimeth)
4.Penggunaan alsintan: Alsintan yang digunakan untuk pengolahan tanah, tanam, pemeliharaan, dan panen)
5.Pengendalian gulma
?Mengendalikan dengan menggunakan herbsida pra tumbuh yang selektif.
?Menggunakan alsintan penyiangan “Power Weeder”
Hasil panen di lokasi gelar teknologi/demfarm seluas 20 ha di Kelompok Tani Sumber Rejeki, Kecamatan Ujung Jaya, Kabupaten Sumedang.
Hasil panen ubinan menunjukkan bahwa penerapan PATBO SUPER dapat meningkatkan produktivitas padi sebesar 33% dari rata-rata 5,74 menjadi 7,65 t/ha Gabah Kering Panen (GKP).
Sementara itu panen menggunakan combine harvester dari luasan 108 m2 mengahsilkan 80 kg setara dengan 7,4 t/ha GKP.
Bahkan ada hasil ubinan yang potensi hasilnya bisa mencapai 8,4 t/ha GKP Hasil pengkajian juga menunjukkan bahwa penerapan PATBO SUPER secara finansial menguntungkan dengan BC Ratio 1,2.
Kemudian penambahan satu satuan input teknologi pada PATBO SUPER di lahan sawah tadah hujan mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan/keuntungan sebesar 12,06 kali (MBCR = 12,06 dibandingkan dengan teknologi PTT yang biasa diterapkan oleh petani. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kementan Perkuat Jaringan TTI Melalui Sinergi dengan PT Pertani
Redaktur & Reporter : Natalia