jpnn.com - JAKARTA – Pemerintah terus mendorong revisi Undang-Undang Minyak dan Gas (UU Migas) agar segera dituntaskan oleh DPR. Sebab, kondisinya sudah mendesak.
Aturan lama, yakni UU Nomor 22 Tahun 2001 dianggap sudah tidak lagi mencerminkan kondisi bisnis migas saat ini. Selain itu, revisi diperlukan untuk memberikan kepastian hukum berusaha.
BACA JUGA: Pembentukan 6 Holding BUMN, Sektor Pertambangan Paling Siap
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, UU Migas yang baru harus memperkuat national oil company (NOC). Caranya adalah dengan mempertimbangkan secara matang untuk melebur SKK Migas ke PT Pertamina, atau tetap dipisah.
’’Masih dibahas. Intinya, bagaimana kedaulatan energi bisa dicapai,’’ katanya, Selasa (1/11).
BACA JUGA: Regulasi Jadi Tantangan Terbesar Berinvestasi di Indonesia
SKK Migas bukanlah lembaga bisnis dan statusnya hanya untuk sementara karena menggantikan BP Migas yang dibubarkan berdasar putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Jadi, tidak bisa diandalkan untuk mewujudkan ketahanan energi nasional.
Jika dilebur, cadangan migas yang dikuasakan kepada SKK Migas secara otomatis pindah ke Pertamina. Muaranya, leverage keuangan Pertamina makin kuat sehingga bisa digunakan untuk berinvestasi.
BACA JUGA: Wings Air Buka Rute PP Batam-Dumai 10 November, Cek Harga Tiketnya di Sini
Arcandra pun mengharapkan Pertamina bisa sekuat Petronas Malaysia, Saudi Aramco, maupun Petrobras di Brasil. ’’Sekarang bagaimana agar aset-aset itu bisa dimanfaatkan supaya NOC kuat,’’ tegasnya.
Mantan anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Profesor Mukhtasor memberikan dukungan soal pentingnya revisi UU Migas untuk menguatkan NOC. Menurutnya, pembahasan revisi bisa jadi percuma kalau gagal memperkuat NOC.
Dia menyebut fungsi SKK Migas perlu diefisienkan melalui unit di bawah BUMN Migas atau Pertamina. ’’Ketika fungsi SKK Migas ada di bawah Pertamina, akan terjadi konsolidasi ekonomi,’’ jelasnya.
Harapannya, amanah pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang memerintahkan pengelolaan kekayaan sumber daya alam oleh negara untuk kemakmuran rakyat bisa tercapai.
Guru besar ITS itu menambahkan, opsi melebur SKK Migas ke Pertamina lebih baik daripada ide menjadikan lembaga pimpinan Amien Sunaryadi itu sebagai BUMN khusus. Mukhtasor menyebut ide menjadikan SKK Migas sebagai BUMN baru merupakan pilihan setengah matang. Sebab, tidak sesuai dengan pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
Dia menegaskan, ada frasa ‘dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat’ yang ada dalam Pasal 33 UUD 1945. Jadi, tidak hanya soal kata dikuasai oleh negara. SKK Migas perlu digabung dengan Pertamina supaya tidak ada benturan bisnis.
’’Jika menjadikan SKK Migas sebagai BUMN khusus, amanah untuk kemakmuran rakyat tidak akan terjadi,’’ terangnya.
Alasan lain, lanjut Mukhtasor, BUMN khusus akan membuat pengelolaan cadangan migas dilakukan secara terpisah oleh beberapa BUMN. Kondisi itu akan menghambar sinergi dan konsolidasi BUMN untuk memaksimalkan leverage keuangan.
’’Kalau Pertamina diberi kepercayaan seperti Petronas, kemampuan investasi menjadi lebih besar, keuntungan membesar, dan kontrobusi ke negara makin besar,’’ terangnya.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi tidak mau terlalu berpolemik soal wacana itu. Alasannya, saat ini pihaknya sedang berbenah untuk menjadi lebih baik.
Dia khawatir kalau wacana itu justru menghambat kinerja. “Kalau digabung, kapan mencari minyaknya?’’ katanya.(dim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tunjuk Muhammad Iqbal, Bu Rini: Masih Muda, Lumayan Ganteng
Redaktur : Tim Redaksi