jpnn.com - Dita Oepriarto tega mengajak istrinya, Puji Kuswati, dan empat anaknya melakukan aksi bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, Minggu (13/5) pagi.
MIFTAKHUL F.S., Sidoarjo-M. SALSABYL ADN, Surabaya
BACA JUGA: Tentang Sosok Budhi Satrio dan Penyamaran Densus 88, Dor!
Keluarga serta tetangga Dita Oepriarto di kawasan Tembok Dukuh Gang V, Surabaya, terkejut. Sosok yang dikenal ramah itu bisa demikian tega mengajak istri dan empat anaknya menjadi pengebom bunuh diri.
’’Saya langsung loncat pas lihat foto dia sama keluarganya. Saya ke rumah Mbak Sum (Sumiyati, ibu Dita, Red) bilang Dita ngebom gereja saya,’’ ungkap Hanna Ningsih, tetangga masa kecil Dita.
BACA JUGA: Teroris Ditembak Mati, Istrinya Seorang PNS Kemenag
Hanna pun langsung dipeluk keluarga Dita sambil menangis minta maaf. Sejak itu, perempuan 55 tahun tersebut langsung linglung. Benar-benar tak menyangka, pria yang tumbuh dekat rumahnya tersebut bisa berbuat seperti itu.
Dita yang mengendarai mobil sudah teridentifikasi sebagai pelaku pengeboman di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) di Jalan Arjuno pada Minggu pagi lalu. Dua anak lelakinya, sembari menaiki motor, mengebom Gereja Santa Maria Tak Bercela di Ngagel Madya.
BACA JUGA: Dita Diduga Sudah Lama Berhubungan dengan Abu Bakar
Adapun sang istri yang mengajak dua anak perempuannya meledakkan diri di Gereja Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro. Semua gereja itu di Surabaya.
Hanna masih ingat bagaimana Dita semasa masih mahasiswa suatu malam datang ke rumahnya. Bertanya tentang ilmu usaha percetakan. Dari sanalah, Dita mencetak dasarnya sebagai pengusaha percetakan.
’’Kalau ketemu saya, dia itu pasti nyapa akrab. Beberapa kali dia ke rumah buat minta bantu jual produknya. Pernah sari dele (kedelai), habatussaudah, sampai saya pernah ikut MLM gara-gara dia,’’ ungkapnya.
Saat berpapasan tahun lalu, mereka juga masih bertegur sapa. Tapi, tahun ini Hanna mengaku belum sempat bertemu. Seingat dia, sedari kecil Dita tidak pernah menunjukkan sikap ekstrem. Bahkan, dia tak pernah melihat Dita mengumpat.
Lalu, sejak kapan sikap Dita itu berubah? Tak ada yang benar-benar tahu. Pihak keluarga, saat ditemui Jawa Pos pada Senin lalu, mengaku sudah dua tahun Dita tak pernah menjenguk sang ibu di Tembok Dukuh. Padahal, mereka masih tinggal sekota.
BACA JUGA: Tentang Sosok Budhi Satrio dan Penyamaran Densus 88, Dor!
Kemarin rumah yang ditinggali ibu dan adik Dita terkunci. Tidak ada aktivitas yang terlihat di rumah yang juga menjadi tempat toko kelontong dan laundry itu.
’’Keluarganya sedang keluar, Mas. Kabarnya sedang mengurus jenazah Dita,’’ ujar Abdul Hamid, ketua RT 8 Tembok Dukuh.
Wakil Ketua RW 1 Kelurahan Tembok Dukuh Karyono menambahkan, ibu Dita shock setelah mendengar kelakuan anaknya. ’’Golek opo sih bocah kuwi?’’ kata Karyono menirukan sang ibu saat mengeluh.
Saat di Tembok Dukuh, tutur Karyono, Dita dikenal baik dalam keseharian. ’’Dulu pernah jadi ketua RT (8 periode, 2005–2010),’’ ungkap Karyono.
Istri Dita, Puji Kuswati, juga dikenal aktif memimpin ibu-ibu PKK RT menggagas pengobatan gratis. Meski begitu, Karyono juga mengakui bahwa tak ada satu pun warga yang benar-benar akrab dengan keluarganya. (*/c5/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Fakta-fakta Pembagian Peran Dita, Anton, dan Budhi
Redaktur & Reporter : Soetomo