Inilah Organisasi Pertama yang Diikuti Bung Karno

Kamis, 09 Mei 2019 – 16:35 WIB
Bung Karno usai salat. Foto: dokumentasi Arsip Nasional

jpnn.com - Inilah organisasi pertama yang diikuti Bung Karno, orang yang memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
 
WENRI WANHAR – JAWA POS NATIONAL NETWORK
 
Para anggota Tri Koro Darmo mempropagandakan kebudayaan nasional, mempelajari tari-tarian Jawa, belajar menggunakan alat-alat musik nasional.
 
Mereka keliling ke desa-desa menggelar pertunjukan-pertunjukan. Sambil mengumpulkan dana untuk membangun sekolah atau membantu para korban bencana alam.
 
Soekarno bergabung dengan Tri Koro Darmo cabang Surabaya.
 
“Soekarno ikut beraksi di atas panggung dan sering berperan sebagai seorang wanita. Mereka yang pernah melihatnya di atas panggung, mengakui bahwa ia mempunyai bakat seorang aktor,” tulis Kapitsa M.S. & Maletin N.P. dalam Sukarno: Politicheskaya Biografiya.
 
Buku yang pertama kali terbit di Moskow pada 1980 ini, telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh B. Soegiharto, dan diterbitkan Ultimus Bandung, pada Januari 2009, dengan judul Soekarno—Biografi Politik.
 
Tri Koro Darmo artinya tiga tujuan mulia; sakti, budi, bakti.
 
Organisasi yang didirikan 7 Maret 1915 di Jakarta oleh R. Satiman, Wiryosanjoyo, Sunardi dan Kadarman ini bergerak di ranah kebudayaan--kemudian hari, 1918, berganti nama jadi Jong Java.
 
Saat berusia 16 tahun, berbekal nilai-nilai yang ditanamkan Tri Koro Darmo, Bung Karno melakukan “aksi teatrikal” di sekolahnya.
 
Ketika itu, moderator klub diskusi memberikan kesempatan kepada Soekarno untuk berbicara.
 
“Ia langsung melompat ke atas meja dan mulai berbicara dengan bahasa negerinya. Ketua menghentikannya sambil mengingatkan, bahwa dalam klub ini berlaku peraturan untuk berbicara dalam bahasa Belanda yang baik,” tulis Kapitsa M.S. & Maletin N.P. 

Sambil menjawab, lelaki kelahiran 6 Juni 1901 ini telah berorasi membela bahasa nenek moyang dengan bernafsu.
 
“Kita harus menguasai bahasa kita sendiri… Orang-orang Belanda adalah manusia dari lain ras. Negerinya terletak ribuan kilometer dari sini. Hanya 6 juta orang yang berbicara dalam bahasa Belanda. Mengapa kita harus berbicara dalam bahasa Belanda?”
 
Cerita senda termuat juga dalam buku Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat.
 
“Pidato bernada miring seperti itu baru untuk pertamakalinya bergema di dalam klub ini, dan tentu tidak bisa tidak menelurukan penilaian negarif dari direktur sekolah, Tuan Bot.”
 
Aksi itu jadi buah bibir. Sejak itu Soekarno menjadi tenar di sekolah.
 
Soekarno sekolah di Hogere Burger School (HBS) Surabaya sepanjang 1915-1920. Dia indekos di rumah HOS Tjokroaminoto yang kerap disambangi Agus Salim, Tan Malaka, Ki Hadjar Dewantara, Sneevliet, Semaun dan tokoh-tokoh pergerakan. 

BACA JUGA: Bu Mega Kembali Ziarah ke Makam Bung Karno

“Dari 300 murid sekolah Belanda, terdapat hanya 20 anak-anak Indonesia…pada hari pertama masuk sekolah, salah seorang murid Belanda menghadangnya sambil berkata, “minggir inlander!”. Terjadi perkelahian. Soekarno sering pulang sekolah dengan memar dan babak belur.”
 
Rupanya, keberanian Soekarno membuat kepincut Mien Hessels, noni Belanda kawan sekolahnya. (wow/jpnn)

BACA JUGA: Ahmad Basarah: Bung Karno Adalah Manusia Sejarah

BACA JUGA: Pet, Nyerempet Sejarah Topi Copet

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lihat, Ada Bung Karno KW di Konser Putih Bersatu


Redaktur & Reporter : Wenri

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler