Inilah Pemicu Tsunami di Donggala dan Palu, Tiga Kemungkinan

Minggu, 30 September 2018 – 11:56 WIB
Mobil yang bertumpuk di sekitar Pantai Talise, Palu, Sabtu (29/9) akibat tsunami. Foto: HARITSAH ALMUDATSIR/JAWA POS

jpnn.com, JAKARTA - Kabupaten Donggala dan Kota Palu diguncang gempa 7,4 SR disusul tsunami, Jumat (28/9) petang. Diperkirakan tinggi gelombang tsunami itu ada yang mencapai enam meter.

Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia Sukmandaru Prihatmoko menuturkan sesar atau patahan lempeng Palu Koro memang termasuk yang paling aktif. Tapi sesar itu termasuk sesar geser. Sedangkan tsunami biasanya disebabkan oleh sesar yang saling tumbuk atau menujam. Karena ada lempeng yang naik dan turun.

BACA JUGA: Dimas Seto Ajak Doakan Korban Terdampak Gempa Donggala

”Sedangkan yang bergeser itu sama saja tidak ada yang naik dan turun. Pada saat tidak ada yang naik dan turun itu tidak ada masa air laut yang terpindahkan,” ujar Sukmandaru, di kantor BNPB, Sabtu (29/9).

Menurut dia setidaknya ada tiga teori atau analisis yang mengemuka. Yakni, pada persegeran lempeng itu memicu longsoran sedimen bawah laut. Tebing laut yang longsor itu membawa tanah atau batuan yang menggeser air laut sehingga menimbulkan tsunami.

BACA JUGA: Rumah Masa Kecil Ben Joshua Retak Terdampak Gempa Donggala

Kemungkinan kedua, pergeseran lempeng itu memicu patahan yang naik di sisi lain. Dalam peta yang ditunjukan Sukmandaru ada patahan di sebelah barat ke arah selat Makassar. Sehingga memicu patahan yang naik.

Yang ketiga adalah teoro flower structure atau struktur yang seperti bunga. Harusnya patahan itu hanya bergeser saja. Tapi di satu titik dengan panjang 30-40 kilometer itu mengumpul dan naik seperti bunga. Karena struktur itu berada di bawah laut maka menyebabkan tsunami.

BACA JUGA: Mengenang Keberanian Anthonius Gunawan, ATC Bandara Palu

”Kalau dilihat sekarang berdasarkan yang terkumpul itu kemungkinan karena longsor. Tsunami yang ada di Teluk Palu di Kota Palu airnya keruh sekali. Sementara di Donggala lebih jernih,” ujar dia. Sehingga kemungkinan ada material longsor, lantas mengotori air laut dan kemudian terjadilah tsunami.

Tapi teori tersebut perlu mendapatkan penelitian lebih lanjut. Perlu ada pendataan atau survei batimetri atau kedalaman air laut dalam dua hingga tiga hari kedepan. Lantas data terebut dibandingkan dengan data sebelumnya.

Hingga saat ini belum ada teknologi yang bisa memprediksi gempa. Tapi, khusus untuk sesar Palu Koro perlu ada penelitian statistik apakah ada pengulangan atau siklus. Misalnya sesuai dengan data pernah terjadi pada 1927 dan 1930 (lihat grafis). ”Tapi waktu itu belum ada catatatnya,” imbuh dia.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho menuturkan sesar Palu Koro memang begitu aktif. Pergerakan formasi batuan mencapai 35 sampai dengan 44 mm pertahun.

”Patahan Palu-Koro merupakan patahan dengan pergerakan terbesar kedua di Indonesia, setelah patahan Yapen, Kepulauan Yapen, Papua Barat, dengan pergerakan mencapai 46 mm pertahun,” ungkap dia. Patahan tersebut pernah menyebabkan gempa dengan magnitudo 7,9.

Sutopo menuturkan BNPB menerima laporan tinggi tsunami di Palu itu sampai enam meter. Ada seorang warga yang mengaku menyelamatkan diri dengan naik ke pohon yang tingginya enam meter. ”Tinggi rendahnya tsunami itu tergantung dari kedalaman laut dan topografi yang ada di pantai,” ungkap dia.

Tapi tentu saja hal itu perlu penelitian lebih lanjut. Dia mengungkapkan akan mengundang peneliti dan akademisi dari kampus-kampus untuk mensurvei lokasi gempa. Tujuanya untuk memetakan kondisi seperti ketinggian tsunami dan kekuatan tsunami. Hasil penelitian itu bisa dipergunakan untuk pembelajaran dan mitigasi bencana.

”Tentu juga akan terkait dengan tata ruang kota Palu dan Donggala yang harus disesuaikan dengan tingkat ancaman yang ada,” jelas dia. (jun)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hari Ini Jokowi Tinjau Warga Korban Tsunami Palu


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler