Inilah Sikap Komnas HAM RI terkait Krisis Kemanusiaan di Myanmar

Kamis, 22 April 2021 – 23:59 WIB
Warga meletakkan kertas Joss pada peti mati, saat menghadiri pemakaman Khan Nyar Hein, mahasiswa kedokteran berusia 17 tahun yang tewas tertembak aparat keamanan yang melakukan tindakan keras pada unjuk rasa anti-kudeta di Yangon, Myanmar, Selasa (16/3/2021). Foto: ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/AWW/djo

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik menyoroti perkembangan politik di Myanmar sebagai refleksi bagi pemerintah Indonesia dalam menghadapi gejolak.

Sebab, kata dia, Komnas HAM merasa khawatir gejolak di negara Seribu Pagoda itu bisa berimplikasi ke negara kawasan regonal. Terutama dalam hal pelaksanaan prinsip HAM di negara regonal.

BACA JUGA: Militer Myanmar Datangi Rumah Wartawan Jepang Tengah Malam, Ini Kata Saksi Mata

"Komnas HAM RI menyampaikan kekhawatiran mendalam terkait implikasi kudeta politik dan krisis kemanusiaan di Myanmar terhadap situasi pelaksanaan prinsip HAM di ranah regional," ungkap Damanik dalam keterangan persnya, Kamis (22/4).

Selain itu, kata dia, Komnas HAM RI mencermati menguatnya praktik otoritarianisme di kawasan Asia Tenggara, menyusul gejolak politik di Myanmar.

BACA JUGA: Myanmar Masih Bergejolak, Ini Rekomendasi Komnas HAM untuk Pemerintah Indonesia

"Indikasinya mengarah kepada semakin menyempitnya ruang untuk peduli pada isu-isu HAM dan demokrasi serta di sisi lain semakin maraknya praktik kekerasan dan diskriminasi," ujar Damanik.

Komnas HAM pun, kata eks dosen Universitas Sumatra Utara itu, berharap semua pihak menahan diri, menggelar dialog konstruktif, dan berusaha mencari penyelesaian positif dan damai.

BACA JUGA: Ogah ke Jakarta, Duterte Pilih Urus Lonjakan Kasus COVID-19 ketimbang Krisis Myanmar

Kondisi damai tersebut, kata Damanik, demi menciptakan stabilitas politik, hukum, dan HAM yang menjadi indikator penting dalam mendukung aktivitas perekonomian di Myanmar maupun negara-negara kawasan Asia Tenggara lainnya.

Menurut dia, Komnas HAM RI sebagai bagian dari organisasi internasional, the Asia Pacific Forum of National Human Rights Institutions (APF) dan the Global Alliance of National Human Rights Institutions (GANHRI), bakal mendorong demokratisasi Myanmar serta penguatan kerja sama antarlembaga negara di bidang HAM.

"Hal itu untuk mencegah aksi intervensi serta otoritarianisme," beber pria Sumatra Utara itu.

Dalam catatan Komnas HAM, kegaduhan politik di Myanmar telah menyita perhatian dunia, hingga menimbulkan kecaman dari sejumlah negara.

Dilaporkan lebih dari 700 orang sipil terbunuh dalam aksi demonstrasi damai dan 46 anak-anak ikut menjadi korban.

Aksi junta militer Myanmar yang mengudeta kepemimpinan yang sah ditengarai mengakibatkan ribuan orang luka-luka dan lebih dari 3.000 orang ditahan.

Tindak kekerasan tersebut juga berpotensi menambah jumlah pengungsi dari Myanmar menuju negara-negara sekitarnya.

Masih menurut catatan Komnas HAM, gejolak politik di Myanmar mengekang kebebasan berekspresi dan berpendapat. Pelaku kudeta di negara dengan ibu kota Naypyidaw membatasi pemberitaan dengan melakukan penahanan terhadap 71 jurnalis lokal.

Lebih dari 25 orang juga dituduh menyebarkan berita bohong. Keterbatasan komunikasi sangat dirasakan rakyat Myanmar karena pemerintah sejak 14 Februari 2021 membuka akses internet hanya delapan jam sehari. (ast/jpnn)


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler