Inilah Suporter Timnas Paling Gila

Minggu, 25 Desember 2016 – 06:16 WIB
Suporter Timnas Indonesia di Piala AFF 2016. Ilustrasi Foto: Angger Bondan/dok.JPNN.com

jpnn.com - Kesuksesan Boaz Solossa dkk membawa Timnas Indonesia menembus final Piala AFF 2016 lalu tidak bisa dilepaskan dari dukungan total fans Merah Putih di tribun.

Di antara puluhan ribu fans timnas, ada yang supergila. Mereka berkorban begitu besar untuk senantiasa memberikan dukungan langsung.

BACA JUGA: Siapa Layak dapat Gelar Pemain Terbaik TSC?

----

MATAHARI sudah tenggelam. Langit Kota Jakarta pun sudah mulai gelap. Tak terasa, sudah delapan jam Mario Sonata memelototi layar komputernya.

BACA JUGA: Andai Lionel Messi jadi Bek Tengah...

Memang hari itu (Minggu, 11/12) benar-benar hari yang melelahkan untuk pria 35 tahun tersebut.

Dia harus berjam-jam antre tiket online final leg pertama Piala AFF 2016 Indonesia versus Thailand di Stadion Pakansari, Cibinong, Kabupaten Bogor, tiga hari kemudian.

BACA JUGA: Hanya Dua Pelatih asal Indonesia Dikirim ke Thailand

Untuk membuang kejenuhan, Mario beberapa kali menengok grup WhatsApp di smartphone-nya. Dia berkoordinasi dengan sejumlah rekan yang juga antre beli tiket lewat jalur online itu.

”Masih loading, kami belum dapat juga” adalah rentetan jawaban yang dia dapatkan dari para kolega di grup WA setelah memberikan pertanyaan tentang kondisi antrean.

Padahal, ketika itu jam digital di tangannya sudah menunjukkan pukul 8 malam. Meski begitu, Mario tidak menyerah. Demi mendukung Boaz Solossa dan kawan-kawan dari atas tribun, dia terus antre.

”Mulai antre jam 12 siang, saya baru berhasil melakukan transaksi pembelian tiket pada jam 1 dini hari,” ungkap ayah satu anak itu.

Kiostix, salah satu provider penjualan tiket online yang dipercaya PSSI untuk menjual tiket final, memang selalu kewalahan melayani ratusan ribu pembeli yang melakukan akses.

Kapasitas server yang tidak mencukupi membuat para pembeli harus menelan kekecewaan lantaran server Kiostix sering down secara tiba-tiba saat transaksi baru akan dilakukan.

Kalau sudah begitu, proses pembelian tiket pun harus dilakukan dari awal lagi. Tunggu lagi, masuk antrean lagi, tentu menuntut kesabaran.

Bagi Mario, perjuangan mendapatkan tiket tersebut adalah satu di antara sekian banyak rintangan yang harus dia lewati agar bisa hadir di tribun.

Misalnya, ketika harus mendukung timnas Indonesia bermain di luar negeri, pengusaha pabrik mesin obat-obatan buatan Jerman itu harus cekatan menaklukkan hati sang istri Fanny Setiawan. Kalau tidak, dia tidak akan mendapatkan izin. Apalagi, kondisi Fanny yang sedang mengandung anak kedua menjadikan izin ke luar negeri sebagai barang mahal.

Selama Piala AFF 2016 berlangsung, Mario tidak pernah absen berada di atas tribun. Mulai pertandingan babak penyisihan grup di Manila, Filipina, 19 November lalu, dia selalu hadir.

Karena telah mendukung sejak awal, dia pun berusaha mati-matian untuk juga bisa hadir di partai final leg kedua di Stadion Rajamangala, Bangkok, Thailand, 17 Desember lalu.

Tapi, karena tidak mudah mendapatkan izin dari sang istri tersebut, ayah Nicole Audrey, 5, itu nyaris tidak berangkat ke Bangkok.

Sebab, sampai satu hari menjelang kickoff, izin dari istri tak kunjung turun. Mario akhirnya punya jurus pemungkas untuk bisa meluluhkan hati sang istri yang hobi mengoleksi sepatu baru itu.

”Saat saya bilang akan belikan sepatu baru, istri langsung izinkan untuk berangkat,” ujarnya lantas tertawa.

Pria yang merayakan ulang tahun setiap 28 April tersebut telah aktif mendukung timnas sejak masih berusia 15 tahun. Indonesia berhasil lolos ke final Piala AFF 2004 (leg kedua digelar di Singapura) adalah pengalaman pertama dia mendukung penampilan tim Merah Putih di negeri orang. Sayang, ketika itu Indonesia gagal dan hanya menjadi runner-up.

Mario juga bukan tipe suporter pada umumnya. Sebab, penampilan nyentriknya dengan kostum unik seperti mahkota suku Indian dari bahan bulu elang membuat dia selalu menjadi pusat perhatian penonton lain.

Mario mengaku sudah menyiapkan kostum khusus untuk mendukung Indonesia di SEA Games 2017 di Kuala Lumpur, Malaysia.

Lantas, berapa dana yang dikeluarkan untuk setiap kali pergi mendukung timnas bermain di negeri orang tersebut? Mario mengungkapkan, sekali melakukan away, dirinya harus mengeluarkan dana pribadi Rp 5 jutaan.

”Tapi, saya tidak pernah mengalokasikan anggaran khusus untuk berangkat. Kalau kondisi tabungan lagi bagus, pasti saya berangkat,” jelasnya.

Selain Mario, sejumlah kelompok suporter yang terlihat di sepanjang turnamen juga menjalankan tugasnya untuk mendukung perjuangan Boaz Solossa dan kolega.

Salah satunya Harie Pandiono Paimin, Aremania (sebutan suporter Arema) yang kini menetap di Afrika Selatan.

Harie adalah salah seorang pentolan Aremania yang berbasis di Jakarta. Di Piala AFF 2016 dia berkomitmen mengawal timnas hingga babak akhir.

Bahkan, Harie yang kini bekerja di salah satu perusahaan asing di Johannesburg, Afrika Selatan, memutuskan untuk pulang dan merancang jadwal demi menonton pertandingan timnas senior. Harie merupakan sosok penggila bola sejak usia dini. Masih jelas dalam ingatannya kali pertama menonton timnas, yakni saat Indonesia mendulang prestasi menjuarai SEA Games 1987 di Jakarta

Khusus untuk Piala AFF 2016, Harie dan rekannya cukup sukses dalam menyiapkan serta menampilkan bendera Merah Putih raksasa yang sempat dibentangkan kala Indonesia tampil di grup A di Filipina.

”Kesulitannya adalah tidak mudah mengorganisasi suporter pengibar,” ungkapnya kepada Jawa Pos.

Harie memutuskan untuk mengambil cuti dua hingga tiga pekan demi mengawal perjuangan timnas. ”Kita datang, Garuda (julukan timnas Indonesia, Red) harus semakin edan,” tegasnya.

Tak kurang dari Rp 230 juta sudah dia keluarkan untuk menyiapkan bendera raksasa seluas 21.000 meter persegi.

Bendera seberat 90 kg tersebut dibagi dalam tiga koli yang dia bawa setiap Indonesia bermain di Manila.

Jumlah di atas belum termasuk biaya akomodasi dan transportasi dari Afrika Selatan menuju Indonesia dan Filipina. Beruntung Harie, keluarganya selalu memberikan support atas hobinya mendukung timnas. ”Anak-anak bangga sama ayahnya,” kata dia.

Bagi Harie, sepak bola juga menjadi salah satu sarana untuk mempersatukan bangsa. Di tengah isu perpecahan karena politik, Harie melihat sepak bola sudah mempertontonkan sisi magisnya.

Sebagai seorang suporter sejati, Harie juga tetap mencintai Aremania. Tentu kecintaan itu beriringan dengan ketulusan dia mendukung timnas Indonesia di mana pun berlaga.

Dalam mewujudkan rasa cintanya terhadap Arema, Harie mendedikasikan nama anaknya identik dengan nama klub yang berasal dari Malang itu.

Anak pertamanya diberi nama Arema Ariel Fajar Senantiasa, 14, dan yang kedua adalah Arema Satria Wibawa.

”Anak kedua itu terinspirasi dari Pak Satria Budi Wibawa yang berhasil membawa Arema dua kali juara Copa dan juara Liga Indonesia 2010,” bebernya.

Bagi Harie, bergulat dengan sepak bola menjadi kesenangan tersendiri. Salah satu momen yang tidak bisa dia lupakan adalah kala mendukung timnas di laga pembuka grup A melawan Thailand di Piala AFF 2016. Itu seiring dengan kembalinya Indonesia di pentas kompetisi internasional setelah vakumnya sepak bola tanah air karena sanksi FIFA.

”Di Manila kita memang ’kalah’ oleh Thailand. Namun, setidaknya mata para pengamat sepak bola Asia, terutama di Piala AFF, tidak boleh memandang sebelah,” tuturnya.

Setidaknya, dari kegiatan itu, Ultras Filipina juga memberikan sikap respek kepada suporter Indonesia. Bahwa Indonesia tidak hanya berjuang di dalam lapangan, tetapi juga di luar lapangan.

Jika Harie Aremania, Aditia Gilang Rhamadhani adalah suporter timnas Indonesia yang memiliki latar belakang Bonek, sebutan pendukung Persebaya Surabaya.

Meski dua kelompok suporter tersebut dikenal memiliki hubungan yang kurang harmonis, saat membela timnas, mereka adalah satu.

Aditia ikut mendukung timnas sejak Piala AFF 2010. Pria yang bekerja dan tinggal di Malaysia itu juga mendukung perjuangan timnas di kelompok umur.

Misalnya Piala AFC U-19 di Myanmar (2014) ataupun SEA Games 2013 dan SEA Games 2015 di Singapura.

Di sejumlah event tersebut, Adit –sapaannya– bersama kelompok Bonek Malaysia juga menyuarakan perjuangan atas tim kebanggaannya, Persebaya, yang hingga kini belum mendapatkan restu dari PSSI untuk kembali ke peta persepakbolaan tanah air.

Salah satu yang cukup berkesan bagi Adit adalah perjuangan timnas di Piala AFF 2012. Kala itu Indonesia harus tersingkir di babak penyisihan.

Masalah internal di sepak bola dengan adanya dualisme kepengurusan PSSI dan dualisme kompetisi membuat timnas terbelah menjadi dua.

”Tetapi, di situ perjuangan memang terlihat semakin berat. Saat itu kami berkoordinasi dengan rekan suporter di Malaysia untuk mendukung timnas,” kenangnya.

Di Piala AFF 2016 Adit memang memutuskan untuk hanya menonton pertandingan Indonesia secara langsung di Filipina dan Thailand.

Salah satu barang penting buat Adit saat mendukung timnas adalah bendera Merah Putih dan bendera Persebaya. Sebab, bagi dia, membela keduanya adalah sebuah misi mulia. (ben/nap/c9/ang)

 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pak Haji Sudah Pastikan Status Zulham Zamrun


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Suporter  

Terpopuler