INOVASI karya enam mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM), Jogjakarta, yang baru-baru ini meraih gelar Best Public Safety App dalam kompetisi IT di California, Amerika Serikat.
----------------
Laporan Dinda Juwita , Jakarta
----------------
MALAM itu (13/12/2014) jantung Daniel Oscar Baskoro berdegup kencang. Dia tak bisa menyembunyikan perasaan gugupnya karena harus melakukan presentasi di depan tujuh juri kompetisi IT Public Safety App Challenge yang diselenggarakan IBM dan AT&T Foundry. Presentasi digelar di gedung AT&T Foundry, California, Amerika Serikat.
Dia memang harus bisa memanfaatkan dengan baik waktu sepuluh menit untuk menjelaskan inovasi teknologi karyanya bersama lima temannya dari Program Studi Ilmu Komputer dan Geofisika FMIPA UGM.
BACA JUGA: Bebas Visa dan Temu Kangen Keluarga
Untung, Oscar bisa mengatasi kegugupan itu dan tampil meyakinkan di hadapan ratusan peserta dari berbagai negara dalam kompetisi tersebut. Di antaranya, India, Tiongkok, dan Amerika Serikat.
Sebagai project manager, Oscar didampingi Zamahsyari (programer), Bahrunur (programer), Sabrina Woro A. (designer), Fansyuri Jenar (copywriter), serta Maulana Rizki A. (data analyst). Peraih Indonesian Youth Leaders dari UNFPA (United Nations Population Fund) tersebut tampil ”sempurna” sehingga memukau dewan juri yang terdiri atas para pakar teknologi.
BACA JUGA: Empat Kali Dirampok, Nyaris Tewas di Laut Wakatobi
Saat itu Oscar cs menampilkan aplikasi Realive untuk menangani bencana secara real time. Beberapa jam berselang, juri akhirnya memanggil enam anak muda dari Indonesia tersebut untuk maju ke podium.
Mereka dinyatakan menjadi pemenang Best Public Safety App, salah satu di antara empat kategori yang dilombakan. Kompetisi itu tidak hanya diikuti para mahasiswa dari penjuru dunia, tapi juga praktisi.
BACA JUGA: Hebatnya Seorang Guru Ngaji Sekaligus Desainer Baju Muslim (3)
”Kami kaget sekali saat juri menyebut aplikasi kami jadi Best Public Safety App. Apalagi, pesertanya tidak semua mahasiswa. Rata-rata malah dari kalangan profesional. Bahkan, kami sempat minder melihat para profesional dari negara-negara maju,” kata mahasiswa Ilmu Komputer FMIPA UGM tersebut.
Oscar menceritakan bahwa aplikasi karya timnya itu merupakan pengembangan dari aplikasi yang sempat dia ciptakan sebelumnya. Yakni, aplikasi Quick Disaster.
”Dengan aplikasi yang menggunakan perangkat Google Glass, para pemakai akan dipandu untuk menyelamatkan diri ketika terjadi bencana hanya dengan mengucapkan kata okay glass,” kata dia.
Aplikasi Quick Disaster pernah menyabet gelar tertinggi (Global Winner) dalam kompetisi Code for Resilience yang diadakan Bank Dunia di London, Inggris, Juni tahun lalu. Sementara itu, selain memanfaatkan Google Glass, aplikasi Realive dikembangkan di perangkat Android Wear.
Android Wear merupakan perangkat keluaran Google yang berbentuk jam tangan. Dalam penggunaannya, alat itu dapat dihubungkan dengan handphone. Ketika Android Wear telah tersinkronisasi dengan handphone, semua notifikasi akan langsung muncul di dua perangkat tersebut.
Jadi, Realive merupakan aplikasi untuk menangani kecelakaan atau bencana secara real time yang dikembangkan pada Android Wear dan Google Glass. Aplikasi itu dapat memberi tahu pihak-pihak terkait dan terdekat seperti polisi, pemadam kebakaran, petugas kesehatan, dan lainnya saat terjadi kecelakaan secara real time.
Dengan memakai Realive, pertolongan bisa dilakukan dengan cepat karena informasi langsung ditujukan kepada petugas yang berada di sekitar lokasi kecelakaan dengan menggunakan perangkat wearable.
Realive dapat memberikan penanganan terhadap 20 jenis kejadian. Mulai kriminalitas, kebakaran, tanah longsor, tsunami, angin topan, tornado, hingga gempa di suatu tempat.
”Bahkan, Realive juga bisa memantau berapa orang korban maupun petugas yang ada di lokasi bencana. Alat ini didesain seperti itu agar efisien saat penanganan bencana. Jadi, semisal ada bencana di tempat lain, petugas yang lain juga bisa datang ke lokasi bencana yang lain,” kata Google Student Ambassador Asia Tenggara tersebut.
Oscar menjelaskan, sebelum diundang ke Amerika Serikat untuk mempresentasikan karya di hadapan dewan juri, para peserta memperoleh data untuk diolah terlebih dulu. Selanjutnya, olahan data itu digunakan untuk pengembangan aplikasi. ”Kalau karya kami tidak sesuai yang diinginkan, pasti kami tidak diundang untuk mempresentasikan karya kami itu,” ujar dia.
Oscar mengungkapkan, keunggulan Realive ada pada kecepatan waktu penanganan bencana. ”Karena sampai saat ini beberapa orang masih bergantung pada pemanfaatan HT (handie-talkie). Sedangkan di zaman modern seperti saat ini, semua informasi lebih mudah diperoleh melalui handphone. Nah, otomatis semua warning notification bisa masuk ke handphone saat sudah connect dengan perangkat tersebut,” katanya.
Karya Oscar dkk mengalahkan karya peserta lain yang kebanyakan belum memberikan faktor kecepatan pada aplikasi yang mereka ciptakan. Praktis, inovasi tersebut mampu mengantarkan tim UGM menyabet gelar dalam kompetisi yang dihelat di Silicon Valley, jantung industri teknologi dunia di Amerika Serikat, itu.
Kompetisi selama dua hari tersebut juga membawa Oscar cs berkesempatan mengikuti berbagai forum teknologi internasional.
”Salah satunya yang paling berkesan ketika saya dan teman-teman mendapat undangan khusus dari CEO Apple Tim Cook. Kami diajak berkeliling kantor Apple Inc,” ujarnya dengan bangga.
Setelah mengikuti kompetisi bergengsi di Negeri Paman Sam itu, Oscar berkomitmen fokus merampungkan studinya di UGM. Dia juga tetap berupaya menciptakan berbagai inovasi di bidang teknologi yang diharapkan mampu membantu masyarakat.
”Sekarang saya sedang fokus bagaimana caranya agar riset-riset saya bisa sustain. Saya ingin sekali bisa betul-betul mengabdi kepada masyarakat,” ujar putra pasangan Tri Baskoro Tunggul Saroto dan Agnes Emmi tersebut.
Semua hasil riset dan aplikasi yang diciptakan Oscar tidak diperjualbelikan. ”Tidak dijual karena saya ingin mengabdi kepada masyarakat. Saya nggak mau mengambil untung. Jadi, kalau ada yang ingin menggunakan aplikasi tersebut, bisa tinggal kontak saya melalui e-mail. Tapi, hak paten tetap ada di saya dan teman-teman,” tegas Oscar. (*/c11/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hebatnya Seorang Guru Ngaji Sekaligus Desainer Baju Muslim (2)
Redaktur : Tim Redaksi