jpnn.com, JAKARTA - Institut Energi Pertambangan dan Industri Strategis (Inpist) meminta Presiden Joko Widodo membentuk tim independen untuk mengevaluasi kelayakan perpanjangan kontrak karya PT. Vale Indonesia.
Hal itu menyusul segera berakhirnya kontrak karya PT Vale Indonesia di akhir Desember 2025. Selain itu, produsen nikel tersebut juga dianggap tidak kompeten.
BACA JUGA: Lepas Status Kontrak Karya, Freeport Tetap Punya Hak Istimewa
"Sejauh ini PT Vale Indonesia belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kesejahteran masyarakat dan pembangunan daerah," ujar Direktur Eksekutif Institut Pertambangan dan Industri Strategis (Inpist) Lukman Manulang dalam diskusi publik secara virtual, Rabu (11/1).
Sebagaimana diketahui, PT Vale Indonesia sebagai perusahaan tambang nikel terbesar di Sulawesi menguasai sekitar 118 ribu hektar area pertambangan yang tersebar di tiga provinsi yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah sejak tahun 27 Juni 1968.
BACA JUGA: Pemegang Kontrak Karya Berpeluang Ekspor Konsentrat
Sejauh ini kata Lukman, kontribusi PT. Vale Indonesia belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kesejahteran masyarakat dan pembangunan daerah.
Kemiskinan, Pengangguran, Keterbelakangan Pendidikan, Kesehatan Masyarakat, Infrastruktur yang buruk dan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten yang merupakan wilayah kontrak karya PT. Vale Indonesia belum menunjukkan perubahan yang lebih baik secara signifikan.
BACA JUGA: Ini Tuntutan Mimika Terkait Kontrak Karya Freeport
Selain itu transformasi pertambangan ke sumberdaya strategis lainnya selama setengah abad, PT. Vale beroperasi di Kabupaten setempat belum terlihat nyata secara signifikan.
Misalnya dari aspek infrastruktur transportasi, infrastruktur listrik meliputi jaringan transmisi dan distribusi, infrastruktur pertanian, infrastruktur informasi dan teknologi (IT) hingga ke level perdesaan sangat memprihatinkan.
Terkait wilayah Kontrak Karya PT. Vale Indonesia, INPIST meminta dilakukan penciutan wilayah KK untuk memberikan kesempatan kepada BUMD dan pengusaha lokal.
Menurutnya, sudah sewajarnya daerah penghasil sumber daya mineral dapat tumbuh, berkembang dan maju dengan sumber daya mineral yang dimilikinya.
Sebagaimana dipahami bahwa sumber daya mineral adalah sumber daya yang tidak pulih atau suatu saat pasti akan habis.
"Jika agenda transformasi tidak berjalan dengan nyata dan terukur maka daerah penghasil dapat berubah menjadi kabupaten hantu di masa mendatang sebagaimana kegagalan pengusahaan pertambangan di negara – negara Afrika," ujarnya.(ray/jpnn)
Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean