jpnn.com, JAKARTA - Managing Partner Law Firm TM Mangunsong & Partner, TM Mangunsong, mengapresiasi langkah pemerintah dan pihak kepolisian yang berhasil merebut kembali Markas Komando (Mako) Brigade Mobile (Mako Brimob) di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, yang sempat dikuasai para teroris selama 40 jam sejak Selasa (8/5/2018). Apresiasi lebih tinggi ia sampaikan karena para teroris itu dapat dilumpuhkan tanpa menimbulkan korban.
“Di samping apresiasi, kita juga prihatin atas jatuhnya lima korban tewas di pihak polisi. Ke depan, kita minta polisi tak pernah ragu memberantas terorisme,” ungkap TM Mangunsong yang juga Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) RBA Cabang Jakarta Pusat, Kamis (10/5/2018).
BACA JUGA: 145 Napi Ditempatkan di 2 Lapas Nusakambangan, Dijaga Ketat
Ketua Peradi RBA Cabang Jakarta Barat Berry Sidabutar menambahkan, sempat dikuasainya Mako Brimob oleh para napi teroris membuktikan bahwa teroris tak pernah lengah atau tidur apalagi mati.
“Mereka selalu siaga mengintai polisi dan kita semua. Sel-sel teroris selalu bekerja dan tak pernah tidur, apalagi mati,” katanya dalam siaran pers.
BACA JUGA: Cerita soal Ketatnya Pemeriksaan Pembesuk di Mako Brimob
Terkait hal itu, TM Mangunsong menyesalkan para pegiat hak asasi manusia (HAM) yang selalu membela teroris saat para teroris itu ditangkap.
“Teriakan mereka sangat kencang ketika membela HAM teroris. Padahal, teroris tak kenal HAM. Kini, ketika lima polisi terbunuh oleh teroris, di mana suara mereka? Mestinya HAM dari perspektif korban dan calon korban dikedepankan, bukan HAM dari perspektif teroris,” tuturnya.
BACA JUGA: Ini Alasan Polri Tak Langsung Serbu Napiter
Sampai akhir 2017, Mangunsong mencatat sedikitnya 120 anggota Polri menjadi korban aksi teror, 40 di antaranya meninggal dunia, dan kini ditambah 5 lagi yang tewas. Jumlah teroris dari tahun ke tahun juga terus meningkat.
Ia mencatat, Polri menangkap sedikitnya 172 teroris sepanjang 2017, atau meningkat dibandingkan tahun 2016 sebanyak 163 orang, dan tahun 2015 sebanyak 73 orang.
“Lebih dari 3 ribu warga sipil menjadi korban teror. Kalau sudah begini, apakah bijak bila kita terlalu menonjolkan HAM teroris, sedangkan mereka tak kenal HAM, dengan membunuh warga sipil yang tak berdosa?” tanyanya.
Terorisme, lanjut TM Mangunsong, sebagaimana disebut dalam Undang-Undang (UU) No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, adalah kejahatan luar biasa atau extraordinary crime terhadap negara dan bangsa. Pasalnya, telah memenuhi unsur sebagai kejahatan luar biasa, yakni membahayakan nilai-nilai hak manusia yang absolut, serangan terorisme bersifat random (acak), indiscriminate (tak pandang bulu), dan non-selective(tak selektif) yang kemungkinan menimpa orang-orang yang tak bersalah, selalu mengandung unsur kekerasan, keterkaitannya dengan kejahatan terorganisasi. Bahkan kemungkinan akan digunakannya teknologi canggih seperti senjata kimia, biologi, bahkan nuklir.
“Terorisme adalah bentuk pelanggaran HAM berat yang melanggar hak hidup. Maka untuk memberantasnya harus dilakukan dengan extraordinary approach (pendekatan luar biasa),” jelasnya.
Pemberantasan tindak pidana terorisme di Indonesia, kata Berry Sidabutar, memiliki payung hukum berupa UU No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dalam pemberantasan terorisme, katanya, ada dua agenda utama, yakni upaya penegakan hukum secara adil dan transparan, dan upaya deradikalisasi atas ideologi yang memicu aktivitas terorisme.
“Dua agenda ini harus dilakukan secara simlutan, dan polisi harus tegas dalam bertindak,” saran Managing Partner dari Berry Sidabutar Associate ini.
Selaku advokat, Mangunsong, Berry dan Peradi akan selalu mendukung dan berada di belakang Polri, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Detasemen Khusus (Densus) 88/Antiteror dalam memberantas terorisme.
“Termasuk menghadapi secara hukum gugatan pihak-pihak yang menyudutkan Polri dalam memberantas terorisme,” cetus Mangunsong.
Terkait hal itu, Berry mengaku dalam waktu dekat Peradi akan meminta waktu bertemu Menko Polhukam Wiranto, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius dan Kepala Densus 88 Irjen M Syafii untuk berdiskusi tentang langkah-langkah ke depan dalam pemberantasan terorisme secara komprehensif.
“Intinya, polisi tak boleh ragu karena payung hukum dalam pemberantasan terorisme sudah jelas, yakni UU No 15 Tahun 2003. Jangan takut dengan isu HAM. Peradi dan para advokat mendukung penuh langkah Polri memberantas terorisme sampai ke akar-akarnya,” tandas Berry.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapolri Dapat Pesan Khusus dari Presiden Jokowi
Redaktur & Reporter : Friederich