jpnn.com, JAKARTA - Upaya penguatan peran aparat pengawas internal pemerintah (APIP) terus dilakukan.
Langkah ini dilakukan dengan harapan dapat meminimalisir kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di daerah.
BACA JUGA: Korupsi, Bentuk Pelanggaran Etika Paling Serius
Sayangnya, sampai saat ini Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi dasar hukum perubahan struktur inspektorat daerah itu belum kunjung rampung.
Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Widodo Sigit Pudjianto mengatakan aturan tersebut masih dalam proses harmonisasi antar kementerian.
BACA JUGA: Cegah Kampanye Terselubung Mendompleng Dana Desa
“Pak Presiden juga sudah setuju, jadi pasti jadi (direalisasikan),” ujarnya kepada Jawa Pos, kemarin (29/10). Namun, dia menegaskan, rencana tersebut pasti akan direalisasikan.
Sigit mengatakan realisasi dari gagasan yang sudah dikaji sejak tahun lalu itu akan terjadi dalam waktu dekat.
BACA JUGA: Pola KPK Sudah Kontraproduktif bagi Pembangunan Nasional
“Kalau feeling saya sih tidak sampai akhir tahun ini (PP perubahan struktur inspektorat daerah, Red),” imbuhnya.
Terkait norma apa yang akan diubah, Sigit mengatakan tidak terlalu jauh dengan apa yang sudah direncanakan. Salah satunya mengubah struktur kelembagaan.
Kedepannya, meski menjadi bagian dari pemerintah daerah, namun inspektorat akan bertanggung jawab langsung ke pemerintah pusat.
“Dulu kan nggak berani ngingetin kepala daerah karena dia diangkat kepala daerah. Nanti tidak begitu,” jelasnya.
Selain itu, penguatan SDM juga akan terus dilakukan. Salah satunya dengan menghentikan budaya menjadikan inspektorat sebagai lembaga buangan bagi PNS.
Sebagaimana diwartakan, KPK kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di daerah. Bupati Nganjuk Taufiqurrahman ditetapkan tersangka pasca OTT itu.
Dia disangka menerima suap yang berkaitan dengan jual beli jabatan di Nganjuk. Kondisi itu pun mengundang keprihatinan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Dia menilai korupsi begitu masif seiring terus terjadinya OTT di berbagai daerah.
Tito mengatakan, Polri bahkan sebenarnya mengaktifkan penanganan korupsi. Maka, OTT bisa terjadi jauh lebih banyak, bahkan dalam dua atau tiga hari sekali terjadi OTT.
”Fakta yang dapat dilihat adalah Satgas Pungli itu itu dalam waktu sekitar satu tahun menangani 1.100 perkara. Bila dihitung dalam satu hari bisa menangani lebih dari tiga perkara,” jelasnya.
Tidak hanya itu Satgas Pangan dalam waktu hanya dua bulan saja menangani 322 perkara. Yang artinya, dalam satu hari terungkap lebih dari 5 kasus. ”Kalau masalah mengungkap kasus itu gampang,” terang mantan Kapolda Papua tersebut.
Namun, yang lebih sulit adalah memperbaiki sistem. Jika, sistem tidak diperbaiki, maka pegawai negeri dan bupati siap-siap saja ditangkap karena pasti ada kesalahan yang ditemukan.
”Maka, penindakan itu penting, tapi pencegahan dengan perbaikan sistem itu juga sangat penting,” tegas mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT) tersebut.
Semua itu harus ditunjang dengan orientasi hasil. Yakni, korupsi harus menurun drastis. ”Kalau hanya penegakan hukum, tentunya seperti sekarang ini jumlah korupsi terus meningkat. Maka, perlu langkah yang berbeda,” ujarnya.
Ada contoh nyata yang dilakukan Georgia, Ukraina. Pemerintahannya bukan menargetkan makin banyak kasus korupsi yang diungkap. namun, justru menurunnya jumlah korupsi yang terjadi.
”Sebab, mereka menerapkan keep them out of the jail atau jauhkan mereka dari penjara, ya artinya cegah sebelum melakukan kejahatan,” tuturnya.
Jangan justru dibalik, put them to the jail. Dia mengatakan, bila hal itu yang dilakukan, justru bisa membuat ketakutan dalam birokrasi. ”Kalau menangkap sebanyak-banyaknya masukkan ke penjara, ya dampaknya apa,” jelasnya.
Disisi lain, KPK menilai kepala daerah yang terjaring OTT tergolong nekat. Misal, Bupati Nganjuk Taufiqurrahman yang sejatinya sudah berkali-kali diingatkan oleh partainya namun tetap berani melakukan transaksi yang diduga suap jual beli jabatan.
"Kami mau tanyakan secara khusus ke yang bersangkutan (Taufiq) kenapa kok masih nekat?," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.
Basaria menyebut meningkatkanya OTT yang dilakukan KPK menunjukan aparat penegak hukum semakin aktif memberantas tindak pidana korupsi.
Sampai saat ini, total 18 kali KPK melakukan OTT. Jumlah itu melampaui OTT tahun lalu, yakni 17 kali. "Jadi bukan semakin banyak penangkapan, korupsi semakin tinggi," terang perwira polisi bintang 2 tersebut.
Terkait penanganan kasus Nganjuk, Basaria memastikan pihaknya bakal mengembangkannya. Itu seiring adanya indikasi bahwa perilaku koruptif Taufiq sudah berlangsung lama dan berkelanjutan selama dua periode menjabat bupati Nganjuk. "Untuk kali ini 5 tersangka dulu, nanti bisa jadi tambah," terangnya saat dikonfirmasi Jawa Pos.
Sebelumnya, Taufiq pernah ditetapkan tersangka dugaan gratifikasi dan ikut serta dalam pemborongan pengadaan proyek oleh KPK 6 Desember 2016.
Hanya, Taufiq lolos jeratan KPK lewat gugatan praperadilan yang dikabulkan PN Jaksel 6 Maret lalu. Pengembangan terhadap kasus tersebut bisa kembali dilakukan KPK. "Ada irisan-irisan untuk pengembangan lebih luas," imbuh Basaria. (far/idr/tyo)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Seperti ini Cara ASDP Cegah Tindakan Korupsi
Redaktur & Reporter : Soetomo