Investasi Energi Baru Terbarukan Hanya Rp 11,74 Triliun

Selasa, 07 November 2017 – 12:43 WIB
Instalasi listrik. Foto: Kaltim Post/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Nilai investasi sektor energi baru terbarukan hingga Oktober 2017 baru mencapai Rp 11,74 triliun.

Angka tersebut merosot tajam jika dibandingkan dengan capaian sepanjang tahun lalu Rp 21,25 triliun.

BACA JUGA: Pembangkit Listrik 35 Ribu Mw, Baru 2 Persen yang Beroperasi

Padahal, tahun ini pemerintah menargetkan investasi sektor tersebut bisa mencapai Rp 25 triliun.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Rida Mulyana menyatakan, apabila membandingkan selisih dengan capaian tahun lalu, tahun ini memang cukup berat.

BACA JUGA: PLN Bangun PLTGU, Listrik Madura Tak Bergantung Jawa

”Lesunya perekonomian global sepertinya juga berdampak terhadap investasi sektor EBTKE di Indonesia. Sebab, selama ini mayoritas investor EBTKE di Indonesia merupakan investor asing,” kata Rida, Senin (6/11).

Sebenarnya, investasi di sektor EBTKE sejak 2014 menunjukkan tren positif.

BACA JUGA: Investasi Pasar Modal di Jatim Rendah

Pada 2014, nilai investasi EBTKE mencapai Rp 8,63 triliun.

Lalu, naik menjadi Rp 13,96 triliun pada 2015 dan menjadi Rp 21,25 triliun pada 2016.

Sayang, nilai investasi harus merosot menjadi Rp 11,74 triliun per Oktober 2017.

Menurut Rida, pemerintah telah memberikan beberapa insentif untuk meningkatkan nilai investasi di sektor tersebut.

Di antaranya, fasilitas pajak penghasilan, pengurangan pajak dan bangunan, pembebasan bea masuk atas impor barang untuk kegiatan usaha panas bumi, serta pembebasan dari pengenaan pajak pertambahan nilai.

Terpisah, Wakil Ketua Umum Bidang Energi Terbarukan dan Lingkungan Hidup Kamar Dagang dan Industri Indonesia Halim Kalla mengungkapkan, saat ini sejumlah permasalahan membelit investor sektor EBT.

”Skema harga jual listrik yang ditetapkan pemerintah untuk EBT masih belum menarik. Selain itu, bunga kredit bank mahal, dan (permasalahan) pembelian lahan, serta aturan perpajakan,” terangnya.

Harga jual listrik yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ESDM No 50/2017 tentang Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan untuk Tenaga Listrik masih dinilai rendah.

Harga jual listrik EBT dalam aturan tersebut maksimal hanya 85 persen dari biaya pokok produksi (BPP) PT PLN di masing-masing wilayah.

”Sebelumnya bisa mencapai 115 persen dari BPP. Seharusnya kalau mau turun di angka tersebut bisa, tetapi harus secara bertahap,” ujarnya.

Halim menambahkan, pemerintah harus menyediakan pendanaan murah bagi investor EBT agar bisa efisien.

”Suku bunga kredit harus di angka 5–6 persen. Jika tidak, target proyek ini mustahil tercapai,” tuturnya.

Dia mencontohkan investor EBT di Dubai. Pemerintah setempat memberikan banyak insentif kepada investor EBT.

”Bunga kreditnya nol, ada insentif, lahannya gratis, beban pajak minim, serta infrastruktur untuk distribusi listrik dan transmisinya memadai,” terangnya.  (vir/c21/fal)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ekonomi Batam Melambat, Bappenas: Akar Persoalannya Dualisme


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler