Investasi Harus Dibarengi Perbaikan di Dalam Negeri

Selasa, 13 September 2022 – 06:28 WIB
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat bertemu dengan Menteri Perdagangan dan Industri India Piyush Goyal di Los Amgeles AS, seusai pertemuan IPEF. Foto: Kemenko Perekonomian

jpnn.com, JAKARTA - Menko Perekonomian Airlangga Hartarto melakukan pendekatan dengan India, Jepang, dan Selandia Baru di sela rangkaian Pertemuan Menteri IPEF (Indo-Pacific Economic Framework) di Los Angeles, AS.

Pertemuan tersebut dilakukan terpisah dan membahas berbagai agenda, di antaranya untuk memacu kerja sama ekonomi kedua negara.

BACA JUGA: Iklim Investasi Terancam, Polri Disarankan Setop Kasus Istri Ferry Baldan

Saat pertemuan, Ketum Golkar itu juga mempromosikan ekonomi Indonesia yang berpeluang tumbuh 4,5-5,3 persen tahun 2022 ini, tren kenaikan konsumsi, laju arus investasi yang terus naik masuk Indonesia, hingga surplus neraca dagang yang masih berlanjut.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengungkapkan upaya promosi investasi memang selayaknya dilakukan pemerintah.

BACA JUGA: Bobby Nasution Sebut Kota Medan Masuk 8 Besar Pelayanan Investasi Terbaik 2022

Meski demikian, pemerintah diminta tidak hanya fokus melakukan promosi, tetapi juga memperbaiki iklim invsetasi di dalam negeri.

"Upaya-upaya untuk menarik investasi memang perlu diupayakan baik promosi investasi ataupun memperbaiki iklim investasinya di dalam negeri. Jadi, yang dilakukan adalah upaya jemput bola untuk menarik investor, tetapi jangan sampai dilupakan bagaimana perbaikan di sisi dalam negeri," kata Heri, Senin (12/9/2022).

BACA JUGA: Puan Capres PDIP, Prof Siti Sarankan Airlangga Gandeng Khofifah

Heri mewanti-wanti jangan sampai investor yang masuk di Indonesia mendapati iklim investasi yang kurang bersahabat.

"Kalau mereka kita undang masuk Indonesia, tetapi ternyata begitu calon investor melihat iklim investasi kurang bersahabat kan sayang. Nanti dia engak jadi. Disangkanya kita php (pemberi harapan palsu)," ujarnya.

Menurut Heri, setiap investor pasti akan melakukan kajian sebelum memutuskan berinvestasi. Mereka akan membandingkan antara negara satu dengan negara lain, lalu memilih negara yang lebih mendukung investasi mereka.

Oleh sebab itu, kondisi tersebut harus dimitigasi dan diwaspadai oleh pemerintah, agar citra investasi Indonesia tidak jeblok di mata investor.

"Ada upaya untuk memperbaiki iklim secara menyeluruh di berbagai aspek, baik di sisi perizinan kemudian juga fasilitasi yang lain. Karena mereka, calon investor, membandingkan dengan negara lain. Jangan sampai ketika investor membandingkan, kita yang dapat jelek-jeleknya doang," tegas Heri.

Heri menambahkan masuknya investasi juga akan membuat Indonesia mengalami surplus perdagangan. Hal itu dimungkinkan ketika investasi yang masuk bergerak di bidang industri hilir. Sehingga barang ekspor Indonesia tidak berupa barang mentah, tetapi barang jadi atau setengah jadi yang mempunyai nilai jual lebih tinggi.

"Ya kalau surplus perdagangan kita, kan selama ini ditopang oleh komoditas. Nah, kalau misalnya ekspor kita ingin beralih ke barang-barang yang bernilai tambah tinggi, yang lebih hilir. Itu relevan dengan upaya mengundang investor," pungkas Heri.

Peran Swasta

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan, usaha pemerintah Indonesia untuk menarik investor asing masuk, harus diteruskan oleh pihak swasta dan juga pembenahan lingkungan investasi.

“Bagi negara sifatnya demokrasi, perekonomian dengan negara lain bukan ditentukan oleh pemerintah, pemerintah hanya memberikan fasilitasi supaya swastanya mau bekerjasama dengan negara partnernya," kata Yose Rizal, Senin (12/9).

Lalu, pihak swastanya yang melihat apakah akan menguntungkan jika berinvestasi di Indonesia.

Maka, kata dia, pemerintah perlu mengambil sejumlah langkah strategis agar iklim investasi lebih menarik.

“Dari pemerintah tentunya memperbaiki lingkungan investasi dan lingkungan bisnis, karena tentunya swastanya akan lebih melihat memang ada berbagai opportunities, kesempatan untuk bisnis mereka di indonesia,” ungkap Yose Rizal.

Untuk IPEF sendiri, Yose mengatakan, masih belum terlihat manfaat konkret dan substansial bagi Indonesia.

“Manfaat yang jelas sih, kita masuk dalam circle, kita tidak dilupakan,” sebut Yose Rizal.

Namun mengenai manfaat lainnya, masih panjang, karena dalam sebuah bentuk kerjasama perdagangan itu perlu dirumuskan dulu nilai dan standar untuk diadopsi negara-negara anggotanya.

“Kalau di dalam trade agreement, itu ada insentif untuk mengadopsi standar yang sama, mengadopsi berbagai nilai-nilai yang sama, insentifnya adalah market akses yang lebih besar, pasar yang lebih besar yang bisa masuk ke negara tersebut. Tetapi permasalahannya dengan IPEF ini, Amerika Serikat dia tidak bisa menawarkan market akses,” pungkass Yose Rizal.(fri/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler