Investigasi Fokker 27 Jangan Disembunyikan

Sabtu, 23 Juni 2012 – 14:59 WIB

JAKARTA – DPR mendesak agar investigasi kecelakaan pesawat Fokker 27 milik TNI AU di kawasan Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur harus transparan. Hal ini agar tragedi yang telah dianggap mencoreng dunia penerbangan Indonesia unuk kesekian kalinya ini, tidak terjadi lagi.

“Soal transparan ini penting, kalaupun mereka tidak transparan pada publik, tapi mereka harus transparan pada lingkungannya sendiri, karena itu akan menyangkut dari keselamatan nyawa bagi internal mereka sendiri. Kalau tidak transparan, bagaimana kalau dipakai lagi, jatuh lagi,” kata Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin di Gedung DPR, Senayan, Kamis (22/6).

Menurut politisi PDIP ini, pesawat Fokker 27 milik TNI AU yang mengalami musibah kecelakaan di kawasan Halim Perdanakusuma, pada Kamis (21/6), telah dioperasikan TNI AU sejak tahun 1977 dan diproduksi sejak tahun 1975. Hasanuddin menambahkan, Fokker 27 sebenarnya cukup andal untuk kelas menengah. Selain itu, bisa digunakan untuk penerjunan pasukan.

Sebelum tahun 2009, lanjut Hasanuddin, TNI masih memiliki 9 unit Fokker. Namun kini jumlahnya tinggal 5 unit. “Memang pernah ada yang jatuh tahun 2009 jenis pesawat ini, tetapi bukan karena mesin dan sebagainya, tetapi karena hal yang lain. Sehingga disimpulkan bahwa sistem pemeliharaan yang dilakukan oleh TNI AU sudah sesuai prosedur dan cukup profesional. Jadi sekarang yang tadinya 6, kini tinggal 5 unit, karena kemarin jatuh, ini pun masih layak terbang dengan sistem pemeliharaan yang bagus itu dari TNI AU,” ujarnya.

Hasanuddin juga mengatakan, DPR dan Kementerian Pertahanan sebelumnya telah sepakat untuk membeli pesawat baru yaitu CN 295, sebanyak 10 unit, untuk menggantikan peran pesawat Fokker itu. Pesawat CN 295 
diproduksi Spanyol dan PT DI. “Tiga di antaranya sekitar Oktober mendatang akan segera diterima TNI, dan sisanya menyusul hingga 2014 
mendatang,” jelasnya.

Sementara soal lima unit Fokker 27 yang masih ada, Hasanuddin menyerahkan sepenuhnya kepada Kepala Staf TNI AU, apakah tetap dioperasionalkan atau akan dikandangkan. “Kalau masih layak kan masih bisa dipakai, seperti untuk latihan atau transportasi terbatas. Karena dari lima itu, ada yang dipakai untuk VVIP para panglima TNI dan sebagainya. Sehingga kondisinya memang masih layak,” jelas mantan  Sekretaris Militer era Presiden Megawati Soekarnoptri ini.

Sementara itu, menurut anggota Komisi V DPR RI, Teguh Juwarno, musibah beruntun di dunia penerbangan ini semakin menegaskan bahwa harus ada audit secara menyeluruh terhadap sistem keselamatan penerbangan Indonesia. “Di engah belum habis duka kita karena musibah Sukhoi, 
sudah ada lagi Fokkr 27, musibah ini sungguh mencoreng dunia penerbangan kita,” ungkap Teguh.

Politisi Partai Amanat Nasional tersebut meminta pejabat otoritas penerbangan harus dievaluasi dan bertanggung jawab atas kejadian ini. “Pemerintah sebaiknya transparan dalam penyidikan nantinya. Dan setiap pihak yang merasa bertanggung jawab dan memiliki otoritas di alamnya hendaknya berani memertanggung jawabkanya. Hal ini demi masa depan dunia penerbangan Indonesia yang lebih baik dan bisa diambil pelajaran di dalamnya,” tandasnya.

Seperti diketahui, pesawat Fokkr 27 jatuh di daerah perumahan Komplek Rajawali, Halim Perdana Kusumah, Jakarta Timur, sekira pukul 14.30 WIB. Sampai sekarang belum diketahui pasti penyebab jatuhnya pesawat tersebut, dan korban 11 orang dikabarkan tewas pasca kejadian itu. Pihak TNI AU dalam keterangannya hasil investigasi tidak akan diumumkan. (dms)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Di Pengasingan, Soekarno Mendadak Seniman


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler