Investor Indonesia Timur dan Tengah Naik 43 Persen

Kamis, 28 Juli 2016 – 12:26 WIB
BEI. Foto: Jawa Pos

jpnn.com - JAKARTA – Jumlah investor di wilayah Indonesia tengah dan timur meningkat pesat sejak Januari 2015 hingga Juni 2016. Kenaikan mencapai 43 persen alias menyentuh 104.251 investor.

Pertumbuhan jumlah investor tercepat berada di Provinsi Gorontalo, yakni 255 persen. Sementara itu, pertumbuhan terlambat terjadi di Jawa Timur sebesar 33 persen. Meski lambat, jumlah investor di Jatim paling banyak, yaitu 74.856 investor.

BACA JUGA: Biayai Proyek Properti, Mandiri Gelontorkan Rp 8,5 Triliun

Di sisi lain, Sulawesi Barat menjadi provinsi dengan jumlah investor paling sedikit, yaitu hanya 127 investor.

”Jatim termasuk provinsi terbesar kedua setelah DKI Jakarta. Penetrasi dan edukasi pasar modalnya lebih duluan ketimbang di daerah,” kata  Head of Education and Information Unit PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Area 2 Nur Harjanti.

BACA JUGA: Rumah Tangga Lesu, PLN Incar Kawasan Industri

BEI kini menggencarkan lagi edukasi pasar modal ke daerah-daerah, terutama di kampus-kampus. Hingga kini, galeri investasi BEI di kampus-kampus wilayah tengah dan timur Indonesia berjumlah 77 unit. BEI gencar meluncurkan ulang galeri-galeri investasi tersebut.

BEI juga mendorong pertumbuhan anggota bursa (AB). Saat ini ada 44 AB yang beroperasi di Jatim. ”Dua AB masuk ke Jatim tahun ini. Karena itu, total AB di Jatim mencapai 50 perusahaan,” tutur Nunung, sapaan akrab Nur Harjanti.

BACA JUGA: Reshuffle Langsung Hadirkan Rekor di Lantai Bursa

Dia mengakui ada AB yang kurang gigih mengedukasi kampus-kampus. Alasannya, AB lebih mengincar keuntungan dari transaksi investor-investor besar. Sementara itu, mahasiswa yang merupakan investor pemula kurang digarap secara serius oleh AB.

Investor dari kalangan mahasiswa biasanya masuk ke pasar modal dengan dana yang sedikit. Uang yang sedikit itu kemudian dipakai membeli saham dari emiten yang fundamentalnya kurang kuat.

Ketika tren pasar melemah (bearish) atau kinerja emiten sedang buruk, investor pemula tersebut berpotensi merugi sehingga kapok berinvestasi di pasar modal.

Karakter investor seperti itu berbeda dengan investor dari kalangan pekerja, pengusaha atau individu dengan dana besar. Investor tersebut biasanya memiliki pegetahuan yang bagus soal pasar modal. Karena itu, ketika merugi, investor tidak buru-buru keluar dari bursa.

Nunung mengakui, AB sebagai korporasi memang tak bisa lepas dari prinsip bisnis dan keuntungan. Soal bagaimana orientasi pasar dari AB, itu murni hak dari masing-masing AB.

Namun, dia mengingatkan bahwa investor mahasiswa pada 10–20 tahun lagi berpotensi menjadi pemilik dana besar. ”Kalau investor besar kan nanti semakin menua sehingga tidak ada regenerasi investor,” katanya. (rin/jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Garap Food And Beverages, Mandiri Guyur Kredit untuk Khong Guan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler