jpnn.com - JAKARTA - Abdur Rouf didakwa oleh Jaksa KPK menjadi perantara suap senilai Rp 1,9 miliar untuk mantan Bupati Bangkalan Fuad Amin Imron yang tidak lain adalah iparnya sendiri. Suap itu diterima Rouf dari PT Media Karya Sentosa (PT MKS).
Dalam surat dakwaan jaksa menyatakan bahwa uang yang diberikan PT MKS lewat Abdur Rouf terkait peran Fuad sebagai bupati dalam mengarahkan tercapainya perjanjian konsorium antara PT MKS dan PD Sumber Daya.
BACA JUGA: PDIP Minta Jokowi Tak Musuhi Hasil Survei
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," kata jaksa penuntut umum pada KPK Nurul Widiasih membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/4).
Menurut Nurul, uang senilai Rp 1,9 miliar ini adalah bagian dari suap Rp 18,05 miliar dari Antonius Bambang Djatmiko selaku direktur HRD PT MKS. Suap itu juga diketahui dan disetujui oleh Sardjono selaku Presiden Direktur PT MKS.
BACA JUGA: DPP Demokrat Ungkap Alasan Pemecatan 3 Ketua DPC
Jaksa Nurul memaparkan, pada tahun 2006 Fuad Amin selaku Bupati Bangkalan bersama dengan Afandy selaku Direktur Utama PD SD melakukan pertemuan dengan Direksi PT MKS. Pertemuan tersebut dilakukan bersama Sardjono, Sunaryo Suhadi, Antonius Bambang Djatmiko, dan Acmad Harijanto di Pendopo rumah Fuad Amin.
Pertemuan itu bertujuan supaya perusahaan MKS dapat bekerjasama dengan pemerintah daerah kabupaten Bangkalan. "Sehingga PT MKS bisa membeli gas bumi dari PT Kodeco, kemudian Fuad Amin mengarahkan agar MKS bekerja sama dengan PD SD," ujar Nurul.
BACA JUGA: Vegetarian, Delegasi India Minta Menu Spesial di KAA
Selanjutnya, pada sekitar bulan Februari 2014, Fuad Amin pernah mengenalkan Abdur Rouf kepada Antonius Bambang Djatmiko di kediaman Fuad di Jalan Cipinang Cempedak 2 Nomor 25 A, Cipinang, Jakarta Timur. Ketika itu Fuad mengatakan pada Antonius bahwa Rouf bisa menerima uang yang akan diserahkan sesuai dengan kesepakatan keduanya.
Menurut Jaksa, uang suap Rp 1,9 miliar diterima Fuad melalui Rouf dilakukan dalam 3 kali penerimaan. Penerimaan pertama dilakukan pada tanggal 1 September 2014 di Carrefour Jalan MT Haryono, Jakarta Timur.
Awalnya, Rouf disuruh Fuad Amin untuk menghubungi Antonius guna menanyakan uang untuk dirinya. Keduanya menyepakati uang akan diserahkan di Carrefour.
Rouf yang datang bersama penjaga rumah Fuad yang bernama Imron, kemudian bertemu dengan ajudan Antonius yang bernama Sudarmono di tempat tersebut. Sudarmono lalu memberikan uang sebesar Rp600 juta yang telah dimasukan ke dalam tas.
Usai menerima uang, Rouf lalu pergi ke Kantor BCA Otto Iskandar Dinata untuk menyetorkannya. Uang disertorkan ke dalam dua rekening yaitu rekening atas nama Siti Masnuri (istri Fuad Amin) sebesar Rp 300 juta serta ke rekening Fuad Amin sebesar Rp 300 juta.
"Sesuai dengan permintaan Fuad Amin, terdakwa menyimpan slip setoran uang tersebut," kata Jaksa.
Penerimaan uang melalui Rouf yang kedua berlangsung pada 30 Oktober 2014. Sehari sebelumnya Fuad telah mengkonfirmasi kepada Antonius bahwa uang bisa melalui Rouf. Rouf lalu menghubungi Antonius melalui pesan singkat untuk menanyakan tempat pertemuan penyerahan uang.
Rouf kemudian bersepakat dengan Antonius, uang akan diserahkan di rumah Fuad di Cipinang Cempedak. Setelah diterima, uang lalu disetorkan rouf ke Bank Mandiri Cabang Tendean Jakarta Selatan atas nama Muhamad Yusuf.
Penerimaan yang ketiga terjadi pada 1 Desember 2014 di Gedung AKA Jalan Bangka Raya Nomor 2, Pela, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Rouf menerima uang Rp 700 juta yang diberikan Sudarmono.
Namun belum sempat uang diserahkan, Rouf keburu diamankan petugas KPK. "Terdakwa mengetahui atau patut menduga bahwa perbuatannya menerima uang imbalan atau balas jasa untuk Fuad Amin pada tahun 2014 secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp 1,9 miliar dari Rp 18,050 miliar," ujar Jaksa.
Perbuatan Abdur Rouf diancam pidana dalam Pasal 12 huruf b subsidair Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf b lebih subsidair Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Indonesia Diminta tak Berlebihan Sikapi Pemboman di Yaman
Redaktur : Tim Redaksi