Ipda Rudy Soik Pengungkap Kasus Mafia BBM Dipecat, Analisis Reza Indragiri: Serbaironi

Selasa, 15 Oktober 2024 – 02:02 WIB
Tujuh oknum polisi yang kena OTT (operasi tangkap tangan) sedang diperiksa Propam Polda Lampung. Foto: Ilustrasi. Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menilai pemecatan Ipda Rudy Soik oleh Polda NTT sebuah ironi.

Sebelumnya, Ipda Rudy Soik pengungkap kasus dugaan mafia BBM di Kota Kupang, dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

BACA JUGA: Ipda Rudy Soik Pengungkap Kasus Mafia BBM Dipecat, Ini Penjelasan Polda NTT


Ilustrasi - Reza Indragiri Amriel. Foto: Andika Kurniawan/JPNN.com

Menurut Rudy, dia dipecat karena memasang garis polisi di tempat penampungan BBM ilegal di Kota Kupang.

BACA JUGA: 8 Parpol Sepakat, Sherly Tjoanda Istri Mendiang Benny Laos Jadi Cagub Malut

Namun, Polda NTT mengungkap alasan pemecatan Rudy dari Polri karena alasan lain.

"Ini serbaironi tentang personel dan organisasi penegakan hukum justru kini berasosiasi dengan pelanggaran itu sendiri," ujar Reza saat diwawancara JPNN.com, Senin (14/10/2024).

BACA JUGA: Detik-Detik Kakek R Pergoki Pencuri di Kebunnya, Berduel, Pencurinya Tewas

Menurut Reza, dari sudut pandang Polda NTT, Rudy dinilai melakukan police misconduct (polisi melakukan pelanggaran), bahkan misconduct kelas berat.

Sebaliknya, oleh Rudy, Polda NTT justru bisa dinarasikan melakukan obstruction of justice, yakni mengacaukan kerja investigasi yang tengah Rudy lakukan saat itu.

"Akibatnya, saya pun berhadapan dengan dilema," ucap pakar penyandang gelar MCrim dari University of Melbourne Australia itu.

Menurut Reza, pada satu sisi dia berharap institusi kepolisian memiliki standar etik yang sangat tinggi. Dengan standar seperti itu, sanksi bagi personel yang melakukan pelanggaran etik memang sudah sepatutnya seberat-beratnya.

"Ini bisa menjadi penawar terhadap jagat politik nasional khususnya dalam konteks Gibran selaku wapres terpilih yang penuh sesak dengan dinamika niretik," tuturnya.

Pada sisi lain, kata pakar yang pernah mengajar di STIK/PTIK itu, tersedia alasan ilmiah bagi terbangunnya spekulasi curtain code (CC).

Dia menjelaskan bahwa Curtain Code adalah subkultur menyimpang yang ditandai kebiasaan personel polisi menutup-nutupi kesalahan, pelanggaran, bahkan kejahatan yang kolega lakukan.

"Kalau CC itu dijadikan sebagai pijakan berpikir, maka apa yang Rudy lakukan berisiko membuat ambrol sindikat jahat yang ada di dalam lembaga penegakan hukum, sehingga Rudy harus dilumpuhkan agar sindikat itu tidak terbongkar," ucapnya.

Jadi, kata Reza, dari dua kemungkinan -police misconduct ataukah obstruction of justice, mana semestinya yang dia percaya? Ini pelanggaran oleh oknum personel Polri ataukah indikasi pelanggaran sistemik di Polda NTT?

"Untuk mengujinya, mungkin Rudy bisa mulai dengan menempuh jalan perdata. Pengadilan negeri semoga bisa menjadi arena laga yang netral," kata Reza, menyarankan.

Penjelasan Propam Polda NTT

Kasus anggota Polri Ipda Rudy Soik pengungkap kasus mafia BBM (bahan bakar minyak) di Kota Kupang yang dipecat institusi tengah menyita perhatian publik.

Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan (Kabid Propam) Polda NTT Kombes Robert A. Sormin pun angkat bicara menjelaskan proses sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri terhadap Ipda Rudy Soik yang berujung putusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) alias dipecat.

"Kasus ini berbeda dari sebelumnya, terutama karena adanya pemberitaan di media sosial yang menyoroti penanganan kasus oleh oknum tertentu," kata Robert di Kupang, Senin (14/10/2024).

Kombes Robert menjelaskan bahwa institusinya telah melakukan pengecekan terhadap informasi yang beredar dan hasil audit menunjukkan bahwa ada ketidaksesuaian dalam mekanisme penanganan yang dilakukan.

"Kami menemukan bahwa prosedur yang seharusnya diikuti tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ada," ujarnya.

Pemeriksaan ini menurutnya melibatkan saksi-saksi yang memberikan keterangan bahwa tindakan yang dilakukan anggota Polda NTT itu tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP).

Robert menegaskan bahwa pemecatan terhadap Ipda Rudy Soik bukan karena intervensi pihak luar, tetapi karena pelanggaran mekanisme yang jelas.

Dari hasil sidang Komisi Kode Etik Polri, katanya, ditemukan bahwa Ipda Rudy Soik telah menerima beberapa sanksi sebelumnya, termasuk hukuman pidana.

Robert mengingatkan awak media dan masyarakat untuk tidak beranggapan bahwa pemecatan tersebut berkaitan dengan tindakan sewenang-wenang institusi kepolisian.

"Kami ingin agar masyarakat memahami bahwa semua tindakan ini berdasarkan bukti dan proses hukum yang berlaku," tambahnya.

Dia menerangkan bahwa dalam sidang tersebut, para saksi juga menyatakan tindakan yang diambil Rudy Soik bertentangan dengan peraturan yang ada.

Selain itu, aksi Ipda Rudy meninggalkan proses sidang saat tuntutan dibacakan, menambah bobot alasan pemecatan yang diambil Polda NTT.

Robert menegaskan kembali pentingnya menjalankan mekanisme hukum yang benar dan transparan.

"Kami berharap informasi ini dapat diterima dengan baik oleh masyarakat dan mengedukasi tentang pentingnya kepatuhan terhadap prosedur hukum," ujar dia.

Sementara itu, Ipda Rudy Soik mengatakan dirinya terpaksa keluar dari ruang sidang karena selalu ditekan ketika hadir dalam sidang-sidang sebelumnya.

Dia bahkan tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan rangkaian penyelidikan kasus mafia BBM yang berujung pemasangan garis polisi di tempat kejadian perkara (TKP).

"Kenapa saya tidak hadir karena sidang dari hari pertama itu saya sudah sampaikan ke komisi sidang agar saya tidak ditekan dan diintimidasi secara kewenangan. Namun, saya benar-benar ditekan saat memberikan keterangan saat itu," ungkap Rudy.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda NTT Kombes Ariasandy dalam konferensi pers di Mapolda NTT, Senin (2/9), mengatakan Rudy Soik tertangkap tangan melakukan pelanggaran kode etik.

"Saat ditemukan Rudi Soik bersama dengan seorang anggota polisi dari Polresta Kupang Kota sedang bersama dengan dua wanita yang adalah anggota Polda NTT, di tempat karaoke ketika jam dinas," kata Ariasandy.

Adapun pelanggaran disiplin dan pelanggaran kode etik profesi Polri yang menjerat Rudy Soik meliputi beberapa kasus lainnya, seperti pencemaran nama baik anggota Polri, meninggalkan tempat tugas tanpa izin, dan ketidakprofesionalan dalam penyelidikan penyimpangan BBM bersubsidi.

Berdasarkan laporan informasi khusus dari Subbidpaminal Polda NTT, Ipda Rudy Soik diduga melakukan pemasangan garis polisi (police line) pada drum dan jeriken kosong di dua lokasi berbeda.

Subbidang pertanggungjawaban profesi Bidang Profesi dan Pengamanan (Subbidwabprof Bidpropam) Polda NTT, kemudian melakukan audit investigasi terkait ketidakprofesionalan dalam penyelidikan dugaan kasus mafia BBM tersebut.

Hasil audit mengungkapkan adanya ketidakprofesionalan dalam penyelidikan yang dilakukan oleh Ipda Rudy Soik dan anggota lainnya, yang tidak melibatkan unit terkait dan tidak memenuhi standar prosedur operasional.(fat/ant/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler