jpnn.com, JAKARTA - Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PP IPNU) mengapresiasi penerbitan Surat Edaran Menteri Agama Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Hal ini mengingat pengeras suara kerap digunakan melebihi fungsi asalnya untuk memberitahukan masuknya waktu salat dan dakwah.
BACA JUGA: Tengah Malam Prajurit TNI AL Menggerebek Rumah Milik RR, Ada Puluhan Pria dan Wanita
"Penggunaan pengeras suara dalam berdakwah tentu sangat dibutuhkan. Namun, jika berlebihan juga tidak baik bagi masyarakat," kata Ketua Umum PP IPNU Aswandi Jailani, Selasa (1/3).
Aswandi menjelaskan bahwa penggunaan pengeras suara sangat penting selama tidak menggangu masyarakat. Sebab, Rasulullah SAW juga menganjurkan setiap muslim untuk tidak mengganggu orang, sekalipun itu zikir.
BACA JUGA: Crazy Rich Indra Kenz Mengaku Tak Tahu Pemilik Binomo, Brigjen Whisnu Kesal
"Rasulullah memerintahkan para sahabatnya dan tentu juga kepada kita sebagai umatnya untuk memelankan suara saat salat, zikir, dan doa. Tujuannya, ya, agar tidak mengganggu orang lain," kata dia.
Pria asal Jambi itu menegaskan bahwa dalam ibadah diperlukan ketenangan, sehingga suara keras yang dapat mengganggu tidak diperkenankan.
BACA JUGA: Senjata Api Milik Prajurit TNI Hilang, Letkol Ali Syahputra Lakukan Investigasi
"Pedoman menag ini bukan untuk membatasi dakwah, melainkan untuk memperkuat dakwah santun tanpa harus mengganggu aktivitas masyarakat," katanya.
Oleh karena itu, Aswandi mengajak masyarakat, khususnya para pelajar, untuk melihat dan membaca SE Menteri Agama tersebut dengan saksama dan pikiran jernih.
Dia juga meminta agar mendahulukan tabayun mengenai penjelasan Menteri Agama itu.
Aswandi menyampaikan bahwa fungsi Surat Edaran Menteri Agama Nomor 05 Tahun 2022, yakni memberikan kesadaran bagi pengurus masjid dan musala untuk memfungsikan pengeras suara sebagaimana mestinya.
Dalam surat tersebut, penggunaan pengeras suara luar untuk takbiran pada perayaan Idulfitri dan Iduladha dibatasi sampai pukul 22.00 malam.
Hal ini bukan berarti tidak boleh takbiran sampai larut malam atau bahkan hingga pagi. Namun, takbiran setelah waktu tersebut bisa dilanjutkan dengan pengeras suara dalam.
Adapun takbir Iduladha di Hari Tasyrik pada tanggal 11 sampai dengan 13 Zulhijah dapat dikumandangkan setelah pelaksanaan Salat Rawatib secara berturut-turut dengan menggunakan pengeras suara dalam.
Pelaksanaan Salat Idulfitri dan Iduladha dapat dilakukan dengan menggunakan pengeras suara luar. Sementara pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah atau kajian Ramadan, dan tadarus Al-Qur’an diimbau untuk menggunakan pengeras suara dalam.
Adapun upacara peringatan hari besar Islam atau pengajian menggunakan pengeras suara dalam, kecuali apabila pengunjung tablig melimpah keluar arena masjid atau musala dapat menggunakan pengeras suara luar.
"Menteri agama tidak ada maksud menyamakan suara speaker dengan gonggongan anjing, sebagaimana video yang beredar di media sosial," kata pemuda asal Jambi.
SE Menag juga mengatur pembacaan Al-Qur'an dan selawat dengan menggunakan pengeras suara luar diatur paling lama 10 menit sebelum Subuh, sedangkan pelaksanaan Salat Subuh, zikir, doa, dan kuliah Subuh menggunakan pengeras suara dalam.
Sementara itu, untuk Salat Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya diatur paling lama lima menit sebelum waktu salat itu tiba. Sementara sesudah azan dikumandangkan, yang digunakan pengeras suara dalam.
Adapun pada Salat Jumat, pengeras suara digunakan paling lama 10 menit sebelum azan, sedangkan penyampaian pengumuman mengenai petugas Jumat, hasil infak dan sedekah, pelaksanaan Khotbah Jumat, salat, zikir, dan doa, menggunakan pengeras suara dalam.
Pemasangan pengeras suara dipisahkan antara pengeras suara yang difungsikan keluar dengan pengeras suara yang difungsikan ke dalam masjid atau musala.
Untuk mendapatkan hasil suara yang optimal, hendaknya dilakukan pengaturan akustik yang baik dengan volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB (seratus desibel).
"Dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman, hendaknya memperhatikan kualitas rekaman, waktu, dan bacaan akhir ayat, selawat atau tarhim," papar Aswandi Jailani. (rhs/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jelang Kongres XX, IPNU DKI Usung Satu Nama
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti