JAKARTA - Laporan Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsudin ke Mabes Polri terkait dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Densus 88 Anti Teror di Poso, Sulawesi Tengah harus disikapi secara serius. Baik oleh Polri, pemerintah, legislatif maupun Komnas HAM.
"Laporan tersebut merupakan bukti bahwa kekerasan yang dilakukan oleh Densus 88 mulai bermunculan dan sebagai sebuah bentuk pelanggaran HAM, serius," ujar Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, Sabtu (2/3).
Selama ini sambung Neta, sudah banyak keluhan masyarakat terhadap sikap dan prilaku Densus 88. Antara lain anggota Densus yang cenderung menjadi algojo ketimbang menjadi aparat penegak hukum yang melumpuhkan tersangka untuk kemudian dibawa ke pengadilan.
"Sehingga, apa yang dilaporkan Ketua Umum Muhammadiyah tersebuit adalah sebuah wujud keresahan dari tokoh Islam yang harus disikapi secara serius agar ada pembenahan di manajemen Densus 88," terangnya.
Selain itu, laporan tersebut harus membuat Polri, pemerintah dan legislatif agar segera membuat sistem kontrol yang ketat terhadap kinerja Densus 88. Sebab, selama ini praktis tidak ada kontrol terhadap kinerja Densus.
Di sisi lain sikap paranoid sebagian masyarakat terhadap isu-isu terorisme seakan memberi legitimasi kepada Densus untuk berbuat apa pun. "Situasi ini tidak boleh dibiarkan. Sebab siapa pun di negeri ini, termasuk Densus 88 tidak boleh bersikap semena-mena," tegas Neta.
Karena banyaknya keluhan terhadap sikap dan prilaku anggota Densus ditambah makin surutnya isu-isu terorisme, IPW menilai sudah saatnya Densus 88 anti teror dibubarkan. Jika suatu saat ada isu teror cukup Brimob yang turun tangan.
Dalam Rakernis Brimob di Pusdik Brimob di Watukosek, Jatim pada akhir Februari 2013, IPW diminta memberikan pembekalan kepada para kasat Brimob dari seluruh Indonesia. Saat itu IPW mengusulkan dan mendesak agar Densus 88 dibubarkan serta dilikuidasikan ke dalam brimob. "IPW berharap usulan tersebut segera dipenuhi elit-elit Polri," pungkasnya. (gil/jpnn)
"Laporan tersebut merupakan bukti bahwa kekerasan yang dilakukan oleh Densus 88 mulai bermunculan dan sebagai sebuah bentuk pelanggaran HAM, serius," ujar Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, Sabtu (2/3).
Selama ini sambung Neta, sudah banyak keluhan masyarakat terhadap sikap dan prilaku Densus 88. Antara lain anggota Densus yang cenderung menjadi algojo ketimbang menjadi aparat penegak hukum yang melumpuhkan tersangka untuk kemudian dibawa ke pengadilan.
"Sehingga, apa yang dilaporkan Ketua Umum Muhammadiyah tersebuit adalah sebuah wujud keresahan dari tokoh Islam yang harus disikapi secara serius agar ada pembenahan di manajemen Densus 88," terangnya.
Selain itu, laporan tersebut harus membuat Polri, pemerintah dan legislatif agar segera membuat sistem kontrol yang ketat terhadap kinerja Densus 88. Sebab, selama ini praktis tidak ada kontrol terhadap kinerja Densus.
Di sisi lain sikap paranoid sebagian masyarakat terhadap isu-isu terorisme seakan memberi legitimasi kepada Densus untuk berbuat apa pun. "Situasi ini tidak boleh dibiarkan. Sebab siapa pun di negeri ini, termasuk Densus 88 tidak boleh bersikap semena-mena," tegas Neta.
Karena banyaknya keluhan terhadap sikap dan prilaku anggota Densus ditambah makin surutnya isu-isu terorisme, IPW menilai sudah saatnya Densus 88 anti teror dibubarkan. Jika suatu saat ada isu teror cukup Brimob yang turun tangan.
Dalam Rakernis Brimob di Pusdik Brimob di Watukosek, Jatim pada akhir Februari 2013, IPW diminta memberikan pembekalan kepada para kasat Brimob dari seluruh Indonesia. Saat itu IPW mengusulkan dan mendesak agar Densus 88 dibubarkan serta dilikuidasikan ke dalam brimob. "IPW berharap usulan tersebut segera dipenuhi elit-elit Polri," pungkasnya. (gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tersangka Korupsi Bank Jatim Minta Ditangani KPK
Redaktur : Tim Redaksi