jpnn.com, JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) mengapresiasi sikap tegas jajaran Polri yang melakukan tembak di tempat terhadap pelaku kejahatan di tengan pandemi COVID-19.
"Sikap tegas jajaran kepolisian yang melakukan tembak di tempat terhadap para pelaku kejahatan patut diapresiasi karena akhir-akhir ini penjahat makin sadis," kata Neta dalam siaran persnya, Rabu (22/4).
BACA JUGA: IPW Kecam Rencana Pembebasan Koruptor Berdalih Wabah Corona
Namun, Neta mengingatkan Polri agar dalam melakukan aksi tembak di tempat harus sesuai standar operasional prosedur (SOP) dengan misi melumpuhkan.
IPW memantau sejak Menkum HAM Yasonna Laoly melepaskan 30.432 narapidana dengan alasan wabah corona, aksi kejahatan di Indonesia, khususnya Jakarta, makin sadis dan brutal.
BACA JUGA: IPW: Sudah Saatnya Kapolri Keluarkan Perintah Tembak Harun Masiku
Menurut Neta, para pejahat tidak sungkan-sungkan melukai atau membuat korbannya tersungkur di jalanan saat tasnya dijambret.
Selain itu, kata Neta, para pejahat nekat hendak membacok polisi yang berusaha menangkapnya.
BACA JUGA: IPW Kecam Aksi Sadis Perwira Polri terhadap Bawahan di Pariaman
Bahkan, lanjut dia, ada begal yang berusaha melukai polisi, meski anggota Polri sudah menembaknya.
Ia berpendapat dalam menghadapi para penjahat yang bersikap nekat belakangan ini, jajaran Polri sepertinya perlu meningkatkan profesionalismenya agar makin terlatih, baik secara fisik maupun saat menembak pelaku kejahatan.
"Polisi yang terlatih diperlukan agar taat SOP," tegasnya.
Ia menambahkan dengan sikap profesional dan terlatih, setiap anggota Polri akan mampu melumpuhkan penjahat yang bersikap nekat.
"Sehingga Polri tidak dituding sebagai algojo yang mengeksekusi mati para penjahat di jalanan," ujar Neta.
"Sikap tegas harus dilakukan polisi terhadap pelaku kejahatan, termasuk melakukan tembak di tempat, tapi harus tetap patuh pada SOP," tambahnya.
Di sisi lain, IPW menyesalkan sikap Menkum HAM yang membebaskan 30.432 napi tanpa berkonsultasi lebih dulu dengan Polri.
Bahkan, kata Neta, ketika kejahatan marak setelah napi itu dibebaskan, Menkum HAM cuek bebek dan seperti tidak merasa malu atas ulahnya.
Neta menegaskan seharusnya Menkum HAM minta maaf kepada Polri dan masyarakat, kemudian mundur dari jabatannya.
"Di luar negeri, pejabat yang membuat kesalahan fatal tidak hanya mundur dari jabatannya, tetapi juga bunuh diri karena menanggung malu," ungkap Neta.
Memang, Neta melanjutkan, dari 30.432 narapidana yang dibebaskan baru 28 yang ditangkap berulah kembali dengan membuat kejahatan baru.
Namun, kata dia, ulah mereka yang sadis itu sudah menjadi inspirasi bagi para penjahat lain untuk bangun melakukan aksi pembegalan, penjamberatan, perampokan minimarket dan kejahatan lain yang menggunakan senjata tajam dan sadis.
"Bagaimanapun semua ini tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab Menkum HAM yang melepaskan 30.432 napi, sehingga Polri dan masyarakat yang menanggung bebannya di tengah masih maraknya wabah corona," pungkas Neta. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy