IPW: Polisi Brengsek Harus Dipecat

Jumat, 29 Juni 2012 – 14:06 WIB

JAKARTA -- Indonesia Police Watch (IPW) memberi tiga catatan hitam untuk Kepolisian RI, pada peringatan Hari Bhayangkara 2012. Tiga catatan ini merupakan kado hitam Polri selama menjalankan tugasnya menjaga keamanan dan ketertiban di masyarakat.

Kado hitam yang pertama menurut Neta adalah kinerja Polri yang masih banyak dikeluhkan publik, meski berbagai perubahan dan perbaikan terus menerus dilakukan. Contohnya, masih kentalnya penyiksaan dan intimidasi dalam menangani masalah.

Sepanjang tahun 2011 misalnya, ada  97 orang tak bersalah ditembak polisi, 19 tewas dan 78 lainnya luka. Mereka menjadi korban kesewenang-wenangan polisi dalam menggunakan senjata api. Selama semester pertama 2012, ada 18 kasus penzaliman yang dilakukan polisi dengan melibatkan 34 anggotanya. Delapan di antaranya kasus salah tembak dan 10 lainnya penyiksaan.

"Kenapa ini terjadi? Karena kepedulian atasan terhadap bawahan masih sangat rendah. Fungsi kontrol internal tidak berjalan, begitu juga eksternal," kata Presidium IPW Neta S. Pane, Jumat (29/6)

Aparat kepolisian yang melakukan kesewenangan-wenangan tidak dihukum maksimal. Contohnya, pertengah Juni lalu Polda Sumut melakukan tes urine dan diketahui ada 114 polisi sebagai pemakai narkoba tapi mereka tidak dihukum, melainkan hanya dikarantina.

"Padahal jika anggota masyarakat yang diketahui seperti itu pasti diproses dengan tegas. Ini menunjukkan polri masih bersikap diskriminatif," geram Neta.

Kedua, elit Polri tidak konsisten mendorong reformasi dalam penekanan sistem kontrol. Elit-elit Polri kata Neta  harusnya mau menyadari bahwa bukan saatnya lagi melindungi secara membabi buta oknum-oknum polisi yang brengsek.

"Polisi yang brengsek harus dipecat dari Polri. Sebab masih banyak anak-anak bangsa yang mau menjadi polisi dan mau membawa polri lebih baik lagi," kata Neta.

Di sisi lain, pemerintah, DPR dan publik harus membangun lembaga pengawas eksternal agar Polri tidak kebablasan dalam menjalankan reformasinya.

Ketiga, IPW menilai Polri belum sadar bahwa organisasinya sudah sangat tambun dan tidak lincah dengan umlah jenderalnya mencapai 261 orang. Untuk itu Polri jangan terjebak dengan eforia pemekaran daerah, dengan ikut-ikut membuka polda, polres dan polsek baru.

Wacana penggabungan beberapa polda dan pembentukan kembali polwil harus menjadi perhatian serius. Sebab yang diperlukan untuk memaksimalkan kinerja Polri saat ini adalah diperkuat sistem pengawasan dan koordinasi pada anggota Polri di lapangan.

"Selain itu, elit Polri jangan cenderung melindungi anggotanya yang brengsek. Pendidikan jajaran bawah Polri diperbaiki. KPK harus berani membawa polisi-polisi korup ke pengadilan tipikor, dan pemerintah harus memerhatikan fasilitas, dana operasional dan kesejahteraan polisi," ujarnya.

Dia juga menyatakan, sangat tidak adil menyamakan gaji polisi dengan PNS dan TNI. Sebab, kerja polisi hampir 24 jam penuh dan di lapangan serta seringkali mereka berhadapan dengan maut saat memburu pelaku kriminal. "Sementara PNS hanya delapan jam kerja dan di belakang meja. Apakah adil jika gajinya disamakan? Di Kuba, gaji polisi berada di urutan kedua tertinggi setelah dokter. Standar PBB, gaji polisi harus sama dengan gaji di sektor perbankan di negeri tersebut," ungkap Neta. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kasus Suap PON, KPK Garap Bendum Golkar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler