Pesawat canggih saja tak cukup menarik minat operator untuk membeli. Mereka juga butuh burung besi yang hemat energi serta minim polusi suara. Tak heran, perusahaan aviasi terus berimprovisasi membuat produk yang ramah lingkungan dan memberikan kenyamanan lebih itu. Berikut laporan AMRI HUSNIATI, yang baru saja mengunjungi markas Airbus di Toulouse, Prancis.
SETELAH menempuh perjalanan udara hampir satu jam dari Bandara Paris Charles de Gaulle, pesawat carter yang mengangkut para petinggi Grup Lion Air serta rombongan media dari tanah air Senin siang itu (18/3) mencium tanah Toulouse, kota kecil di Prancis yang dikenal sebagai pusat industri penerbangan Eropa.
Hawa dingin yang menusuk tulang menyambut saat keluar dari badan burung besi. Saat itu kota berpenduduk hanya 450 ribuan jiwa tersebut memang masih beriklim winter. Suhu mendekati minus derajat Celsius.
Kendati cuaca cerah, angin bertiup cukup kencang. Sejurus kemudian, rinai hujan turun. Sesi pemotretan CEO Lion Air Rusdi Kirana dan CEO Airbus Fabrice Bregier dengan latar belakang Airbus A320 serta 320 karyawan pabrik pesawat itu yang menyambut di markas Airbus pun terpaksa berlangsung supersingkat. Hanya sekitar dua menit.
Berselang sehari kemudian, kalangan jurnalis tanah air kembali diajak ke kompleks Airbus. Kali ini mengunjungi ”bengkel” pembuatan Airbus A320, jenis pesawat yang dipesan Grup Lion Air. Tempat itu juga menjadi bengkel Airbus A380.
Maskapai nasional yang dilahirkan dari tangan dingin Rusdi Kirana itu memang baru saja memborong 234 pesawat.
Perinciannya, 109 unit tipe A320neo, 60 unit tipe A320ceo, serta 65 unit A321neo.
Bukan tanpa alasan Lion Air memilih ratusan pesawat wide body buatan Airbus.
Burung besi berbadan semok itu dikenal unggul soal bahan bakar. Avtur memang wajib jadi pertimbangan. Sebab, biaya operasional terbesar untuk airlines terserap di bahan bakar fosil itu.
Jika biaya operasional bisa ditekan, pada gilirannya biaya yang dibebankan kepada penumpang juga bisa lebih rendah.
Dengan begitu, terbang pun jadi makin terjangkau bagi semua orang. Apalagi, tren di tanah air menunjukkan bahwa lima tahun terakhir kian banyak orang Indonesia yang memilih bepergian dengan naik pesawat daripada moda angkutan darat.
Nah, agar pesawat tak cepat ”haus” dan minum banyak avtur, Airbus memiliki teknologi hemat energi. Baik tipe A319, A320, maupun A321 dilengkapi dengan mesin baru PurePower PW 1100G dari pabrik mesin pesawat Pratt & Whitney atau LEAP-1A dari CF serta sayap besar yang dikenal sebagai sharklets.
Menurut John Leahy, chief operating officer-customer Airbus, A320neo seperti yang dipesan Lion Air merupakan pesawat yang ramah lingkungan. Berkat mesin baru dan sharklets itu, avturnya lebih irit. ”Bisa menghemat bahan bakar sampai 15 persen,” tegasnya.
Untuk setiap penghematan 1,4 liter avtur saja, itu setara dengan konsumsi seribu mobil berukuran sedang. ”Dan teknologi ini juga mengurangi CO2 tahunan sekitar 3.600 ton per pesawat,” lanjutnya.
Racun karbon dioksida sebanyak itu baru bisa diserap 240 ribu pohon. Bisa dibayangkan bagaimana pengembangan teknologi ”hijau” itu mampu ikut menjaga kelestarian alam. Juga, demi produk yang canggih serta ramah lingkungan tersebut, Airbus menggelontorkan EUR 300 juta (sekitar Rp 3,81 triliun) setiap tahun.
Yang tak kalah penting, varian baru Airbus itu dikenal ekoefisien berkat teknologi RNP-AR, yaitu required navigation performance-authorization required (kinerja yang diwajibkan-otorisasi wajib).
Terobosan itu memungkinkan pesawat melakukan pendaratan dengan sistem continuous descent approach (CDA). ”Keuntungan pendekatan ini adalah tingkat kebisingan yang rendah, very quite, low noise,” papar Leahy.
Suara pesawat yang lebih halus itu bahkan sampai 15 desibel di bawah standar baru tingkat kebisingan stage IV yang diterapkan secara ketat oleh ICAO (International Civil Aviation Organization/Organisasi Penerbangan Sipil Internasional).
Bukan itu saja. Bahan bakar saat mendarat juga lebih irit karena daya dorong yang dibutuhkan lebih rendah.
RNP-AR juga memungkinkan pilot terbang di ketinggian lebih rendah dengan rute yang lebih tepat dan efisien saat membawa pesawat mencium landasan bandara. Pilot yang sudah dilatih khusus itu bisa membantu menghemat bahan bakar dan mengurangi emisi gas buang.
Tingkat kebisingan pesawat yang sangat rendah tersebut juga ditegaskan Direktur Marketing Airbus Joaquin Toro-prieto ketika menerima kunjungan rombongan media dari Indonesia untuk melihat perakitan pesawat. ”Baik di luar maupun di dalam pesawat sangat tenang,” papar pria yang saat itu mengenakan jas wol cokelat tersebut.
Langkah Airbus memberikan perhatian lebih pada teknologi yang mengurangi tingkat kebisingan itu merupakan bagian dari upaya membuat burung besi yang ”green”. ”Kami membuat pesawat yang ramah lingkungan,” tegas Leahy.
Riset yang dimuat di jurnal The American Academy of Pediatrics pada Oktober dua dekade lalu menyebutkan, kebisingan memang tidak membunuh manusia, tapi dapat membuat hidup kita tidak nyaman.
Kebisingan bisa meningkatkan stres dan tekanan darah, membuat tidur tidak nyenyak, mengurangi tingkat intelektualitas, menyebabkan kelahiran prematur, mengganggu perkembangan janin, serta tentu saja bisa mengakibatkan kehilangan pendengaran.
Berkat teknologi terbaru Airbus A320 itu, kenyamanan juga bisa didapat dengan harga yang lebih murah. Pesawat tipe tersebut menawarkan kabin yang jauh lebih lebar jika dibandingkan dengan Boeing 737.
Kursi lorong lebih luas. Untuk kelas ekonomi dengan susunan kursi tiga di kanan dan tiga di kiri, kursi lorong berukuran 50,8 sentimeter.
Kabin A320 yang luas juga memungkinkan kursi lain di kelas ekonomi yang berada di tengah dan dekat jendela sama luas: 43,18 cm.
Masih menyisakan ruang untuk duduk manis. Intinya, tanpa mengurangi jumlah kursi, berkat pesawat wide body, maskapai penerbangan dapat menjual seat yang besar dan nyaman.
Dua petinggi pabrik pesawat kebanggaan negeri Menara Eiffel itu tidak omong kosong. Jawa Pos membuktikannya dengan menggunakan jasa Emirates saat terbang dari Dubai ke Paris.
Dari Dubai International ke Paris Charles de Gaulle menggunakan Airbus A380-800. Berselang empat hari kemudian terbang dengan Airbus A320-100/200 milik Air France dari Bandara Toulouse Blagnac ke Paris Charles de Gaulle, lanjut ke Dubai International dengan Airbus A380-800 lagi. Dua tipe pesawat yang sama-sama produk Airbus itu cukup bersahabat bagi telinga penumpang.
Lantaran nilai keramahan terhadap lingkungan itulah, armada Emirates A380 yang superefisien tersebut pernah diterbangkan dari Dubai ke Roma dalam rangka Hari Lingkungan Hidup Sedunia oleh PBB pada 5 Juni 2011.
Pesawat dengan 517 seat double-decker alias bertingkat ganda itu menunjukkan kemajuan signifikan dalam mengurangi konsumsi bahan bakar dan emisi.
Mesin Engine Alliance GP7200 yang digunakannya juga tak berisik. Tak heran, dengan mudahnya A380 juga memenuhi standar ICAO stage four yang ketat. (*/c11/ari)
SETELAH menempuh perjalanan udara hampir satu jam dari Bandara Paris Charles de Gaulle, pesawat carter yang mengangkut para petinggi Grup Lion Air serta rombongan media dari tanah air Senin siang itu (18/3) mencium tanah Toulouse, kota kecil di Prancis yang dikenal sebagai pusat industri penerbangan Eropa.
Hawa dingin yang menusuk tulang menyambut saat keluar dari badan burung besi. Saat itu kota berpenduduk hanya 450 ribuan jiwa tersebut memang masih beriklim winter. Suhu mendekati minus derajat Celsius.
Kendati cuaca cerah, angin bertiup cukup kencang. Sejurus kemudian, rinai hujan turun. Sesi pemotretan CEO Lion Air Rusdi Kirana dan CEO Airbus Fabrice Bregier dengan latar belakang Airbus A320 serta 320 karyawan pabrik pesawat itu yang menyambut di markas Airbus pun terpaksa berlangsung supersingkat. Hanya sekitar dua menit.
Berselang sehari kemudian, kalangan jurnalis tanah air kembali diajak ke kompleks Airbus. Kali ini mengunjungi ”bengkel” pembuatan Airbus A320, jenis pesawat yang dipesan Grup Lion Air. Tempat itu juga menjadi bengkel Airbus A380.
Maskapai nasional yang dilahirkan dari tangan dingin Rusdi Kirana itu memang baru saja memborong 234 pesawat.
Perinciannya, 109 unit tipe A320neo, 60 unit tipe A320ceo, serta 65 unit A321neo.
Bukan tanpa alasan Lion Air memilih ratusan pesawat wide body buatan Airbus.
Burung besi berbadan semok itu dikenal unggul soal bahan bakar. Avtur memang wajib jadi pertimbangan. Sebab, biaya operasional terbesar untuk airlines terserap di bahan bakar fosil itu.
Jika biaya operasional bisa ditekan, pada gilirannya biaya yang dibebankan kepada penumpang juga bisa lebih rendah.
Dengan begitu, terbang pun jadi makin terjangkau bagi semua orang. Apalagi, tren di tanah air menunjukkan bahwa lima tahun terakhir kian banyak orang Indonesia yang memilih bepergian dengan naik pesawat daripada moda angkutan darat.
Nah, agar pesawat tak cepat ”haus” dan minum banyak avtur, Airbus memiliki teknologi hemat energi. Baik tipe A319, A320, maupun A321 dilengkapi dengan mesin baru PurePower PW 1100G dari pabrik mesin pesawat Pratt & Whitney atau LEAP-1A dari CF serta sayap besar yang dikenal sebagai sharklets.
Menurut John Leahy, chief operating officer-customer Airbus, A320neo seperti yang dipesan Lion Air merupakan pesawat yang ramah lingkungan. Berkat mesin baru dan sharklets itu, avturnya lebih irit. ”Bisa menghemat bahan bakar sampai 15 persen,” tegasnya.
Untuk setiap penghematan 1,4 liter avtur saja, itu setara dengan konsumsi seribu mobil berukuran sedang. ”Dan teknologi ini juga mengurangi CO2 tahunan sekitar 3.600 ton per pesawat,” lanjutnya.
Racun karbon dioksida sebanyak itu baru bisa diserap 240 ribu pohon. Bisa dibayangkan bagaimana pengembangan teknologi ”hijau” itu mampu ikut menjaga kelestarian alam. Juga, demi produk yang canggih serta ramah lingkungan tersebut, Airbus menggelontorkan EUR 300 juta (sekitar Rp 3,81 triliun) setiap tahun.
Yang tak kalah penting, varian baru Airbus itu dikenal ekoefisien berkat teknologi RNP-AR, yaitu required navigation performance-authorization required (kinerja yang diwajibkan-otorisasi wajib).
Terobosan itu memungkinkan pesawat melakukan pendaratan dengan sistem continuous descent approach (CDA). ”Keuntungan pendekatan ini adalah tingkat kebisingan yang rendah, very quite, low noise,” papar Leahy.
Suara pesawat yang lebih halus itu bahkan sampai 15 desibel di bawah standar baru tingkat kebisingan stage IV yang diterapkan secara ketat oleh ICAO (International Civil Aviation Organization/Organisasi Penerbangan Sipil Internasional).
Bukan itu saja. Bahan bakar saat mendarat juga lebih irit karena daya dorong yang dibutuhkan lebih rendah.
RNP-AR juga memungkinkan pilot terbang di ketinggian lebih rendah dengan rute yang lebih tepat dan efisien saat membawa pesawat mencium landasan bandara. Pilot yang sudah dilatih khusus itu bisa membantu menghemat bahan bakar dan mengurangi emisi gas buang.
Tingkat kebisingan pesawat yang sangat rendah tersebut juga ditegaskan Direktur Marketing Airbus Joaquin Toro-prieto ketika menerima kunjungan rombongan media dari Indonesia untuk melihat perakitan pesawat. ”Baik di luar maupun di dalam pesawat sangat tenang,” papar pria yang saat itu mengenakan jas wol cokelat tersebut.
Langkah Airbus memberikan perhatian lebih pada teknologi yang mengurangi tingkat kebisingan itu merupakan bagian dari upaya membuat burung besi yang ”green”. ”Kami membuat pesawat yang ramah lingkungan,” tegas Leahy.
Riset yang dimuat di jurnal The American Academy of Pediatrics pada Oktober dua dekade lalu menyebutkan, kebisingan memang tidak membunuh manusia, tapi dapat membuat hidup kita tidak nyaman.
Kebisingan bisa meningkatkan stres dan tekanan darah, membuat tidur tidak nyenyak, mengurangi tingkat intelektualitas, menyebabkan kelahiran prematur, mengganggu perkembangan janin, serta tentu saja bisa mengakibatkan kehilangan pendengaran.
Berkat teknologi terbaru Airbus A320 itu, kenyamanan juga bisa didapat dengan harga yang lebih murah. Pesawat tipe tersebut menawarkan kabin yang jauh lebih lebar jika dibandingkan dengan Boeing 737.
Kursi lorong lebih luas. Untuk kelas ekonomi dengan susunan kursi tiga di kanan dan tiga di kiri, kursi lorong berukuran 50,8 sentimeter.
Kabin A320 yang luas juga memungkinkan kursi lain di kelas ekonomi yang berada di tengah dan dekat jendela sama luas: 43,18 cm.
Masih menyisakan ruang untuk duduk manis. Intinya, tanpa mengurangi jumlah kursi, berkat pesawat wide body, maskapai penerbangan dapat menjual seat yang besar dan nyaman.
Dua petinggi pabrik pesawat kebanggaan negeri Menara Eiffel itu tidak omong kosong. Jawa Pos membuktikannya dengan menggunakan jasa Emirates saat terbang dari Dubai ke Paris.
Dari Dubai International ke Paris Charles de Gaulle menggunakan Airbus A380-800. Berselang empat hari kemudian terbang dengan Airbus A320-100/200 milik Air France dari Bandara Toulouse Blagnac ke Paris Charles de Gaulle, lanjut ke Dubai International dengan Airbus A380-800 lagi. Dua tipe pesawat yang sama-sama produk Airbus itu cukup bersahabat bagi telinga penumpang.
Lantaran nilai keramahan terhadap lingkungan itulah, armada Emirates A380 yang superefisien tersebut pernah diterbangkan dari Dubai ke Roma dalam rangka Hari Lingkungan Hidup Sedunia oleh PBB pada 5 Juni 2011.
Pesawat dengan 517 seat double-decker alias bertingkat ganda itu menunjukkan kemajuan signifikan dalam mengurangi konsumsi bahan bakar dan emisi.
Mesin Engine Alliance GP7200 yang digunakannya juga tak berisik. Tak heran, dengan mudahnya A380 juga memenuhi standar ICAO stage four yang ketat. (*/c11/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rusa-Rusa Korban KPK Segel Harta Djoko
Redaktur : Tim Redaksi