jpnn.com - JAKARTA - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengajak semua pihak bijak menggunakan media sosial, agar suasana tetap teduh pada pelaksanaan Pemilu 2024.
Menurut Irjen Dedi, pengalaman masa lalu merupakan pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia, dalam menyikapi perbedaan politik.
BACA JUGA: KIB Harus Menjaga Soliditas di Tengah Dinamika Koalisi Menjelang Pemilu 2024
Irjen Dedi menyatakan pandangannya pada dialog publik 'Menampik Berita Bohong, Ujaran Kebencian, Politik Identitas dan SARA Pada Pemilu 2024' yang diselenggarakan Divisi Humas Polri di Jakarta, Kamis (26/1).
"Cukup dengan pengalaman masa-masa lalu, mari bijak menjaga suasana tetap kondusif menjelang Pemilu 2024," ujar Dedi.
BACA JUGA: Luar Biasa, Medsos DPR RI Masuk Lima Nominasi GSMS 2022
Pandangan senada dikemukakan Ketua KPU Hasyim Asyari.
Menurutnya, informasi miring paling dominan ditemukan di media sosial.
BACA JUGA: Info dari Mardiono soal Kuota Caleg PPP untuk Pemilu 2024
Informasi tersebut kemudian disebarluaskan tanpa terlebih dahulu mencari tahu kebenarannya, sehingga memengaruhi opini publik.
Karena itu, Hasyim menyatakan penyelenggara pemilu akan melakukan sejumlah langkah untuk meminimalisir informasi negatif.
Salah satu caranya, dengan menampilkan cek fakta hoaks di laman kpu.go.id dan bekerja sama dengan stakehokder terkait.
Hasyim mengakui dalam hal ini perlu ada aturan yang melibatkan pemilik platform dan berkolaborasi multipihak dalam pembagian peran.
Dia lantas mengutip data Kominfo dan Bawaslu.
Disebut konten ujaran kebencian paling banyak digunakan untuk memengaruhi pemilih dan selanjutnya konten disinformasi.
"Dalam patroli kampanye negatif, Facebook menjadi media sosial paling banyak ditemukan," ucapnya.
Hasyim dalam kesempatan kali ini juga meminta agar media berperan sebagai penyampai informasi yang sebenarnya, sehingga penting untuk tidak berafiliasi dengan partai politik.
"Mental saya sudah kuat dalam menghadapi berita-berita media," tutur Hasyim.
Sementara itu Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menyebut ada kesan individu tertentu sengaja menyebar informasi negatif.
Di sisi lain, juga ada pemahaman yang belum tuntas soal menjaga toleransi dan eksistensi tiap identitas dalam ruang lingkup NKRI.
Untuk itu, Bawaslu akan mengoptimalkan pengawasan dengan melibatkan masyarakat dan mengoptimalkan gugus tugas pengawasan.
"Masyarakat harus proaktif mencari kebenaran, turut menyebarkan informasi benar dan positif terkait pemilu, dan melaporkan jika melihat pelanggaran," katanya.
Dalam kesempatan kali ini Kepala Biro Multimedia Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Gatot Refly Handoko mengatakan atensi publik terhadap pelaksanaan Pemilu 2024 cukup tinggi.
Tercatat ada 3.976 mention (penyebutan) tentang pemilu sejak 1 Januari lalu. Sayangnya, penyebutan tentang pemilu didominasi hoaks.
"Banyak yang menggunakan anonymous (nama samaran)," kata Brigjen Pol. Gatot.
Dia lantas memaparkan lima narasi ujaran kebencian yang mendominasi media sosial belakangan ini.
Pertama, sistem pemilu tertutup adalah kemunduran demokrasi.
Kedua, pernyataan Cak Nun terkait Firaun.
Ketiga, WNA Tiongkok diberi KTP jelang pemilu.
Keempat, penyelewengan pemerintah dalam UU Desa.
Kelima, dugaan manipulasi data oleh KPU.
Sementara itu Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengingatkan media konvensional terkait aturan dalam pemberitaan.
Menurutnya, wartawan harus independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak beritikad buruk.
"Wartawan tidak menyalahgunakan profesi dan menerima suap."
"Kalau ada media yang menyimpang, laporkan saja, Dewan Pers akan memproses setiap pengaduan dan menjatuhkan sanksi pada setiap pelanggaran," kata Ninik. (gir/jpnn)
Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang