Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), itu menilai grasi terhadap Ola merupakan sebuah kekeliruan. Hal itu, jelas Indra, terlihat dari fakta persidangan dan pertimbangan hukum putusan hakim. Menurutnya, mulai dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung memiliki penilaian yang sama bahwa Ola merupakan bagian dari sindikat peredaran narkoba. "Bukan seperti yang disampaikan SBY (Presiden SBY) bahwa Ola hanya seorang kurir," ujarnya.
Indra juga menambahkan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada dan telah dikuatkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi, hukuman mati merupakan hukuman yang konstitusional. "Jadi, tidak tepat menghilangkan hukuman mati untuk Ola karena melihat tren di negara lain," ujarnya.
Bahkan, lanjut dia, Mahkamah Agung juga telah menyatakan tidak cukup alasan untuk memberikan grasi dan merekomendasikan menolak grasi Ola. "Namun kenapa SBY dan para stafnya terkesan mengabaikan rekomendasi MA tersebut? Sekarang semua semakin jelas dan tidak bisa dibantah lagi atas terungkapnya bahwa diduga kuat Ola masih dan terus mengendalikan perodaran narkoba di balik jeruji," ungkapnya.
Jadi, Indra menegaskan, pihak istana tidak perlu membantah dan membangun argumen pembenaran yang bermacam-macam.
Menurut dia, SBY semestinya mengevaluasi para stafnya dan kementerian terkait yang telah merekomendasikan grasi untuk Ola. Ia menyarankan, selidiki apakah mafia narkoba ikut bermain dalam putusan grasi Ola atau tidak? Lalu, telusuri dimana keteledoran dan kesalahan atas grasi Ola. "Kemudian ditindaklanjuti dengan memberikan sanksi staf yang telah membuat SBY dipermalukan dengan grasi Ola tersebut," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Ketua MK Mahfud MD menduga kuat ada peran mafia narkoba yang bisa menembus jaringan Istana Negara. Sebab, pemberian grasi untuk terpidana narkoba Meirika Franola alias Ola tidak memiliki dasar yang kuat.
Menurut dia, pemberian grasi bagi Ola mengundang banyak pertanyaan. Di antaranya, MA sebagai pemegang kekuasaan kehakiman tertinggi ternyata tidak termasuk pihak yang ikut merekomendasikan pemberian grasi tersebut. Karena itu, patut diduga ada kekuatan yang turut berperan memengaruhi lembaga yang biasa memberikan masukan terkait dengan pemberian grasi.
"Kerja mafia itu tidak terlihat. Tapi, mereka bisa masuk ke mana-mana. Ke sana (Istana Negara, Red), ke lembaga kepolisian, pengadilan, kehakiman, dan lainnya," ujar Mahfud seusai menjadi pembicara dalam diskusi Penegakan Hukum dan Moralitas Bangsa di Kantor PB NU, Kramat Raya, Jakarta, kemarin (9/11). (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rantis Produksi Pindad Dinamai Komodo
Redaktur : Tim Redaksi