jpnn.com, JAKARTA - Istana Kepresidenan menjawab kritik Prabowo Subianto seputar ekonomi saat menyampaikan pidato kebangsaannya, Senin (14/1). Kritik Prabowo itu dijawab dengan menggunakandata. Antara lain data mengenai neraca perdagangan tahun 2018.
Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika saat dikonfirmasi jurnalis di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (15/1), mengatakan ada hal yang harus dicermati terkait kinerja neraca perdagangan sepanjang tahun lalu. Di antaranya nilai ekspor 2018 mendekati level 2012 dan 2013.
BACA JUGA: Gaji Dokter Dibilang Kecil, Ini Sindiran Tompi untuk Prabowo
“Menurut data BPS, nilai ekspor 2018 mencapai US$180,05 miliar; yang terus meningkat dari posisi tahun-tahun sebelumnya," kata Erani.
Pada 2014 nilai ekspor sebesar US$176,29 miliar; turun menjadi US$150,36 miliar dan US$144,43 miliar pada 2015 dan 2016. Pencapaian 2018 hampir mendekati 2012 dan 2013 masing-masing US$190,04 miliar dan US$182,55 miliar.
BACA JUGA: Antara Teleprompter, Prabowo dan Kembali ke Laptop
"Penurunan nilai ekspor sejak 2014 dapat dibalikkan oleh pemerintah. Peranan ekspor manufaktur juga semakin meningkat," tegas pria jebolan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya pada tahun 1996 itu.
Bank Indonesia mencatat peranan nilai ekspor manufaktur terhadap nilai ekspor nasional mencapai 70 persen pada 2018, meningkat dari 67 persen pada 2014. Hal itu sejalan dengan program hilirisasi produk yang digalakkan pemerintah.
BACA JUGA: Istana Respons Tudingan Prabowo soal Kerja Intelijen
"Pada komoditas kelapa sawitnya, tahun 2010 rasio ekspor produk hulu CPO dengan produk hilir adalah 60:40 persen, menjadi 22:78 persen pada 2017," sebutnya.
Di sisi lain, pemerintah memberikan insentif bagi investasi di sektor hulu. Program itu sudah digulirkan untuk mengurangi impor bahan baku dan penolong. Namun dampaknya baru bisa dirasakan dalam jangka menengah.
Bicara dominasi faktor global, lanjut Erani, IMF menyatakan gejolak perang dagang antara AS-China akan memperlambat lalu lintas ekonomi dan pertumbuhan dunia. Namun bagi Indonesia, kedua negara tersebut merupakan pasar penting untuk ekspor.
"Menurut data BPS pangsa ekspor Indonesia ke Cina mencapai 15 persen dan ke AS 10 persen. Meski terkena perang dagang, ekspor ke dua negara tersebut masih tumbuh positif masing-masing 14 persen dan 3 persen," tambah mantan dirjen di Kementerian Desa itu.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Prabowo Siap Melanjutkan Kerja Jokowi
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam