Istri Gugat Cerai Suami yang Pertama Kali Terjadi dalam Islam di Masa Nabi Muhammad

Jumat, 23 September 2022 – 16:34 WIB
Sidang gugatan cerai yang berlangsung di Pengadilan Agama Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Foto: ilustrasi/Firda Junita/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Gugatan cerai yang diajukan Anne Ratna Mustika terhadap suaminya Dedi Mulyadi menarik perhatian publik.

Terlebih keduanya sama-sama memiliki jabatan yang mentereng, yakni Anne saat ini masih menjabat sebagai Bupati Purwakarta dan Dedi Mulyadi merupakan anggota DPR RI.

BACA JUGA: Digugat Cerai Sang Istri, Dedi Mulyadi Pernah Bicara Soal Kriteria Lelaki Luar Biasa

Meski demikian, kasus istri menggugat cerai bukan hal yang baru terjadi.

Bahkan di zaman Rasulullah pun pernah terjadi, seperti diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

BACA JUGA: Dedi Mulyadi Digugat Cerai, Sang Putra Tulis Kalimat Menyentuh Ini

Dilansir dari laman Kemenag Sumbar, gugatan cerai pertama kali dalam Islam yang terjadi pada masa Nabi Muhammad dilakukan Jamilah binti Abdullah bin Salul terhadap suaminya Tsabit bin Qais.

Riwayat lainnya menurut Ibnu Majah, nama istri Tsabit bin Qais adalah Jamilah binti Salul sedangkan menurut Abu Daud dan an-Nasa'i, dia bernama Habibah binti Sahal.

BACA JUGA: Gugat Cerai Dedi Mulyadi, Anne Ratna Mustika Menyampaikan Sebuah Kalimat

Terlepas mana nama istri Tsabit bin Qais yang benar, peristiwa tersebut meriwayatkan diperbolehkannya istri meminta khulu', sebutan cerai gugat dalam Islam.

Rasulullah SAW bersabda:

Ibnu Abbas menceritakan bahwa istri tsabit bin qais menemui Nabi saw lalu berkata, ya Rasulullah! Aku tidak mencela Tsabit bin Qais itu mengenai akhlak dan cara beragamanya, tetapi aku takut kafir dalam Islam. Rasulullah SAW menjawab, apakah engkau mau mengembalikan kebun kurmanya (yang jadi maskawinnya dahulu) kepadanya? “dia menjawab: ya, kemudian Rasul memanggil Tsabit bin Qais dan menyarankan kepadanya. Terimalah kembali kebunmu dan talaklah istrimu itu satu kali!” (H.R. Bukhari).

Hadis ini menjelaskan bahwa istri diperbolehkan mengajukan gugat cerai karena dia takut akan kafir dalam Islam.

Maksudnya pengingkaran terhadap nikmat bergaul dengan suami dan tidak akan dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri dan tidak menunaikan haknya suami sehingga dia dibolehkan menebus dirinya ganti dari talak yang diterimanya.

Hadis di atas menguatkan ayat Al-Qur'an mengenai hujjah kebolehan cerai gugat, yaitu seperti dijelaskan dalam Surah Al-Baqarah ayat 229, yang artinya:

"Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim".

Meski cerai gugat merupakan perbuatan yang dihalalkan, tetapi perbuatan ini disenangi oleh Iblis karena perceraian bisa berdampak buruk, terutama bagi anak-anak.

Selain itu, perlu menjadi renungan bersama sekaligus pengingat terkait hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah bahwa Rasulullah bersabda:

"Wanita manapun yang meminta suaminya untuk menceraikannya tanpa ada alasan yang dibenarkan, maka dia diharamkan mencium bau surga".

Semoga Allah senantiasa menjaga rumah tangga kita semua jauh dari perceraian dan menjadikan rumah tangga kita yang sakinah mawaddah warahmah. (mar1/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler