jpnn.com - Dalam Islam telah mengatur berbagai tata norma kehidupan antara suami dan istri, termasuk juga etika berhubungan intim.
Seperti yang diterangkan dalam kitab ‘uqudul lujain’ mengenai tata cara melakukan hubungan seks suami-istri.
BACA JUGA: Minum Oralit Bisa Bikin Kenyang Seharian Saat Berpuasa?
Namun, di zaman globalisasi dengan arus informasi yang semakin terbuka, sangat mempengaruhi perilaku manusia, termasuk dalam melakukan variasi gaya berhubungan seks dengan pasangan.
Jika keadaan ini dapat dipahami oleh pasangan suami istri, tidaklah menimbulkan masalah.
BACA JUGA: Doa Saat Mencapai Orgasme, Cukup Dengan Gerakan Bibir
Akan tetapi jika terjadi keinginan sepihak tentunya akan menimbulkan permaslahan.
Nah, bagaimanakah jika seorang istri menolak untuk memenuhi tuntutan suami dalam melakukan variasi bercinta?
BACA JUGA: 4 Cara Ampuh Menahan Nafsu Seksual Saat Berpuasa, Nomor 2 Semoga Enggak Sampai
Apakah istri telah melakukan pembangkangan terhadap suami (nusyuz)?
Dilansir dari islam.nu.or.id, penolakan seorang istri terhadap permintaan suami dalam melayani variasi bercintanya tidaklah termasuk dalam kategori membangkan (nusyuz, dalam fiqih mengakibatkan hak suami berhak memberhentikan nafkah kepada istriI) karena pada dasarnya kewajiban melayani hubungan seks seorang istri adalah sewajarnya saja.
Kecuali apabila seorang suami tidak bisa mengeluarkan sperma tanpa variasi tersebut atau akan menyebabkan kerepotan yang lain, maka bagi istri memenuhi permintaan suaminya tersebut hukumnya adalah wajib.
Selama bentuk variasi itu masih dalam kewajaran.
Misalnya dengan berbagai gaya (jurus cakar elang, harimau menerkam dan lain-lain) atau sekedar bermain-main dengan tangan dan jari-jari di wilayah mister V, atau menggunakan tangan istri untuk mempermainkan dzakar dan lainnya.
Namun, jika variasi itu telah melanggar norma agama, maka tidak wajib bagi istri untuk menurutinya misalnya dengan menggunakan jalur belakang.
Demikian keterangan dalam kitab Fathul Muin dan juga kitab-kitab lainnya, semisal dalam al-Fatawy al-Fiqhiyyah al-kubra karangan Ibnu Hajar al-Haytami:
"Dia wajib untuk melakukan hubungan, dan dia tidak wajib melampaui apa yang diketahui, dan untuk menghasilkan lebih banyak kekuatan untuk aspirasi laki-laki. Dan rangsangan persetubuhan inilah yang cenderung mengarah dan bisa jadi wanita itu harus mengalami apa yang tergantung pada ejakulasi, atau akibat meninggalkannya membahayakan laki-laki".(jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada