jpnn.com - PUNYA suami sabar dan baik hati memang menyenangkan. Tapi, jika terlalu baik ternyata juga tidak enak. Seperti yang dialami Karin, 28. Sang suami, Donwori, 33, dianggapnya terlalu baik. Karena kebaikannya itulah dia justru dimanfaatkan oleh keluarga besarnya.
Sebelum menikah Karin memiliki karier yang bagus. Dia terpaksa keluar lantaran menikah dengan atasan di kantor yang kini jadi suaminya. Semula pertimbangan Karin menikah karena suami mempunyai pekerjaan mapan dan penghasilan lumayan.
BACA JUGA: Ditemani Pangkostrad, 4 Eks Sandera Abu Sayyaf Dibawa ke Jakarta
Ia berharap sang suami yang loyal bisa membantu keluarganya yang pas-pasan. Di luar dugaan, ternyata Donwori juga punya beban berat dalam menopang keluarganya. Suami menopang kebutuhan keluarganya termasuk angsuran sepeda motor, biaya sekolah anak kakak tertuanya yang pengangguran dan punya 3 orang anak.
“Selain itu keluarga yang lain juga tidak henti-hentinya meminta bantuan. Yang membuat saya jengkel adalah keinginan keluarganya yang terkadang tidak masuk akal,” kata wanita yang sedang hamil enam bulan itu.
BACA JUGA: Inilah Wajah Ayah Yang Perkosa Anak Kandung di Sawah
Seperti, adiknya minta ponsel model terbaru plus jatah pulsa setiap kali kehabisan. Atau, tantenya yang kewalahan mengurus kedua anak laki-lakinya yang bandel dan berurusan dengn polisi, sehingga dititipkan di rumahnya di kawasan Medokan Ayu.
Karin mengaku senantiasa bersabar dan tidak mengeluh dengan keadaan tersebut, terutama jika di depan suami. Bahkan, sudah berkali-kali tabungan dikuras habis untuk keperluan keluarga suami.
BACA JUGA: Harganya Miliaran, Hanya Satu di Dunia...
Gaji suami sebulan tidak pernah ada sisa untuk keperluan rumah tangga karena banyaknya jatah yang dialokasikan untuk keluarganya. Herannya, hampir setiap bulan selalu ada kejadian yang menuntut suaminya mengeluarkan anggaran lebih. Tabungannya kosong melompong, dan utang di kantor dan bank menumpuk.
Sebenarnya, selama ini Karin sudah menabung secara sembunyi-sembunyi untuk persiapan kelahiran anaknya yang rencannya akan lahir bulan akhir Juli mendatang.
Tapi bulan lalu tabungan itu pun habis untuk membiayai ayah mertua yang sakit. Karin tidak tega melihat suami berniat menjual sepeda motor demi membayari ayahnya di rumah sakit.
“Saya stres. Saya ke PA ini minta konsultasi ke pengacara atau pihak pengadilan. Saya tidak mau berpisah, tapi juga tidak mau stres memikirkan hal ini,” ujar Karin sembari menangis di salah satu warung depan PA.
Kondisinya tampak tertekan. Badannya kurus dan hanya perut yang besar karena hamil. “Selama ini setiap kali saya merasa sedih, saya cuman salat dan berdoa agar selalu diberi kesabaran dan ketabahan, karena sepertinya tradisi membantu keluarga bagi suami saya tidak bakal berakhir, karena sifat suami saya yang tidak bisa menolak,” jelas dia menangis.
Beberapa konsultan pengadilan menyarankan Karin supaya menyampaikan uneg-unegnya kepada suaminya. “Saya tidak bisa mengungkapkan. Saya takut suami sedih,” jelas dia sembari menangis.
Ketika mendengar pernyataan Karin, seorang wanita yang sedang menjalani proses gugatan cerainya berbicara agak keras. “Ojok koyok aku Mbak. Gara-gara keluarga pisah. Apalagi, bojone sampeyan (suami kamu, Red) iku sabar. Coba sampeyan ngomong (kamu bicara, Red) ke suami.
Nek sampeyan gak gelem ngomong, anake sampeyan (Kalau kamu tidak mau bicara, anak kamu, Red) yang di dalam perut yo frustasi. Stres lihat ibune koyok ngunu (ibunya begitu, Red),” kata wanita sebut Mira. Karin hanya mengangguk dan kemudian menangis lagi. (umi hany/no)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lama tak Bertemu, Ayah Perkosa Anak di Sawah
Redaktur : Tim Redaksi