jpnn.com, JAKARTA - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan menyoroti pengakuan memilukan Iqlima Ayu terkait kondisi sebelum suaminya Soni Eranata atau Ustaz Maaher At-Thuwailibi meninggal dunia di Rutan Bareskrim Polri.
Dalam legal opini yang diterima JPNN.com, Chandra berharap penjelasan Iqlima Ayu bisa menjadi pintu masuk bagi DPR RI, Komnas HAM dan Ombudsman RI untuk melakukan pemeriksaan terkait kematian Ustaz Maaher.
BACA JUGA: Pilu, Istri Ungkap Kondisi Ustaz Maaher Sebelum Meninggal
"Sebagaimana saya tulis dalam legal opini yang sebelumnya, banyak pertanyaan yang mengganggu batin saya, mungkin juga masyarakat," ucap Chandra mengawali pendapat hukumnya, Minggu (14/2).
Chandra berharap penjelasan istri Ustaz Maaher mendapat atensi dari DPR RI, Komnas HAM maupun Ombudsman RI. Terutama untuk mengetahui apakah ada dugaan pelanggaran HAM terhadap suami Iqlima sebelum meninggal dunia akibat penyakit yang dideritanya.
BACA JUGA: Dino Patti Djalal Dilaporkan Fredy Kusnadi ke Polda Metro Jaya
"Apabila keterangan istri ustaz Maaher At-Thuwalibi adalah benar, mungkin dapat dijadikan bagi DPR RI, Komnas HAM RI, dan Ombudsman RI untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut apakah ada dugaan pelanggaran HAM atau apakah ada dugaan maladministrasi atau malprosedur atau apakah ada dugaan kesengajaan?" jelas Chandra.
Chandra yang juga ketua eksekutif BPH KSHUMI (Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia) mengatakan, kasus ini adalah sebuah ironi di tengah semangat penahanan yang dilakukan guna merehabilitasi orang, bukan tempat pencabutan nyawa.
BACA JUGA: Chandra: Apa Perlu Jenazah Ustaz Maaher Diautopsi?
Selain itu, katanya, kasus kematian tahanan karena sakit semestinya dapat dicegah apabila melakukan identifikasi dini berupa pemeriksaan medis fisik, dan jiwa terhadap tersangka atau tahanan.
"Jika hasil pemeriksaan medis menunjukkan bahwa kondisi kesehatan tahanan buruk, maka dapat mengambil pilihan lain untuk melakukan penahanan alternatif atau pengalihan jenis penahanan," sebut Chandra.
Dia menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pengalihan jenis penahanan ialah mengalihkan status tahanan dari jenis penahanan yang satu kepada jenis penahanan yang lain.
"Jenis penahanan yang dimaksud terdiri dari rutan ke tahanan rumah dan tahanan kota," tukas Chandra.
Pengalihan jenis penahanan tersebut menurutnya dapat diberikan dengan pertimbangan adanya permohonan dari pihak tersangka yang disertai dengan alasannya; hasil pemeriksaan medis tentang kondisi kesehatan tersangka.
Terakhir, Chandra dalam pendapat hukumnya mengatakan bahwa setiap orang tanpa terkecuali memiliki hak asasi manusia (HAM), termasuk hak atas kesehatan, yang sama.
BACA JUGA: Catat, yang Mengusik Din Syamsuddin Hanya Kelompok Kecil di ITB
Dia menjelaskan bahwa hak atas kesehatan dapat ditemukan di banyak instrumen hukum dan HAM internasional maupun nasional.
Aturan mengenai hak atas kesehatan dalam instrumen internasional dapat ditemukan pada Pasal 25 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM).
Kemudian Peraturan Mandela (Mandela Rules), yang mengatur bahwa hak atas kesehatan harus setara antara penghuni penjara dan orang-orang di luar penjara.
BACA JUGA: Soal Omongan Pak JK, Ferdinand Curiga Strategi Menyerang Jokowi
Selanjutnya Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), Pasal 9 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang pada intinya mengatur setiap orang dalam kondisi apa pun berhak mendapatkan pemenuhan hak atas kesehatannya.
"Termasuk jika dia sedang menghadapi perkara pidana. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang menyebut bahwa narapidana berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. Demikian pendapat hukum (legal opini) saya sampaikan," pungkas Chandra Purna Irawan.(fat/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam