jpnn.com, JAKARTA - Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat Chandra Purna Irawan mendesak dilakukan pengusutan terkait penyebab kematian Soni Eranata alias Ustaz Maaher At-Thuwailibi, di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri, Senin (8/2).
"DPR RI, Komnas HAM RI & Ombudsman RI perlukah melakukan pemeriksaan atas meninggalnya ustaz Maaher At-Thuwailibi di Rutan Mabes Polri?" ucap Chandra dalam legal opini yang diterima JPNN.com melalui pesan WhatsApp, Rabu (10/2).
BACA JUGA: Pernyataan Ustaz Maaher 4 Hari Sebelum Meninggal, tentang Kondisinya
Diketahui, pada tanggal 4 Februari 2021, berkas perkara Soni Eranata alias Ustaz Maaher At-Thuwailibi masuk tahap II di kejaksaan.
Setelah barang bukti dan tersangka diserahkan ke jaksa, Maaher berstatus sebagai tahanan kejaksaan yang dititipkan di Rutan Bareskrim. Selanjutnya pada Senin, 8 Februari 2021, Maaher meninggal dunia.
BACA JUGA: MR dan SS Ketahuan Berbuat Terlarang, Hmmm
"Bahwa meninggalnya ustaz Maheer At-Thuwailibi menyisakan banyak pertanyaan, di antaranya adalah; Apakah penyidik mengetahui bahwa beliau memiliki riwayat penyakit? mengingat seseorang sebelum ditahan biasanya akan diperiksa berkaitan dengan kesehatan," ucap Chandra.
Dia melanjutkan, pada waktu almarhum sakit apakah dibantarkan hingga sembuh atau pulih atau dinyatakan dapat kembali oleh dokter, dan apakah dokter yang merawat memberikan izin untuk kembali ke rutan.
BACA JUGA: Polri Enggan Ungkap Detail Penyakit Ustaz Maaher, Ini Alasannya
Apabila dokter memberikan izin kembali ke rutan, kata Chandra, apakah sudah dipertimbangkan bagaimana teknis medis untuk merawat dan pengobatan di rutan. Kemudian, siapa yang akan merawat di rutan? Apakah yang merawat di rutan memiliki kemampuan medis.
"Apabila kembali ke rutan atas kehendak pasien apakah ada pernyataan yang ditandatangani pasien? Apakah dokter sudah menjelaskan secara detail akan risiko apabila memutuskan keluar dari rumah sakit? dan masih banyak pertanyaan lainnya," tutur Chandra.
Pada poin kedua legal opininya, Chandra yang juga ketua eksekutif BPH KSHUMI (Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia) mengungkap kekhawatiran.
Menurut Chandra, meninggalnya Ustaz Maaher dikhawatirkan dan diduga berpotensi menimbulkan kecurigaan publik. Karena itu Komisi III DPR RI atau yang menaungi bidang hukum, mungkin perlu untuk menanyakan hal ini kepada Polri terkait meninggalnya tersangka di rutan.
"Atau apakah mungkin perlu dilakukan autopsi? Atau mungkin perlu ditanyakan kepada pihak rumah sakit dan/atau dokter yang merawat?" sambungnya.
Dia juga menyinggung apakah mungkin Komnas HAM RI melakukan penyelidikan terkait kemungkinan adanya dugaan pelanggaran HAM? Begitu juga Ombudsman RI, mungkin turut melakukan pemeriksaan apakah ada dugaan maladministrasi.
Terakhir, kata Chandra, pada hakikatnya jika seorang tersangka karena sakit yang dideritanya benar-benar harus dirawat di rumah sakit, dalam keadaan tidak ditahan pun dia akan tetap menjalani perawatan yang sama.
"Maka sudah semestinya dibantarkan ke rumah sakit hingga sembuh atau pulih atau dinyatakan dapat kembali oleh dokter, sebagaimana Surat Edaran Mahkamah Agung ( SEMA) No. 1 Tahun 1989 tentang Pembantaran (Stuiting). Demikian pendapat hukum (legal opini) saya sampaikan," pungkas Chandra.
Sebelumnya, menyikapi hal meninggalnya Ustaz Maaher, Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bogor resmi menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) atas kasus dugaan tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dengan tersangka Soni Eranata alias Ustaz Maaher At-Thuwailibi karena tersangka telah meninggal dunia.
"Kejaksaan Negeri Kota Bogor menerbitkan SKPP Nomor: TAP-11/ M.2.12/Eku.2/02/2021 tanggal 9 Februari 2021 yang menetapkan menghentikan penuntutan perkara dugaan tindak pidana ITE atas nama tersangka/terdakwa Soni Eranata," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak di Jakarta, Selasa (9/2).
Leonard menyebut pada Kamis (4/2), Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Kota Bogor telah menerima penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti dari Bareskrim Polri atau penyerahan tahap II.
Dalam penyerahan tahap II yang dilakukan secara virtual itu, Soni Eranata alias Ustaz Maaher menegaskan dirinya sehat walafiat.
"Pada saat dilakukan penerimaan dan penelitian tersangka secara virtual, tersangka Soni Eranata menyatakan dirinya dalam keadaan sehat," kata Leonard.
Maaher sebelumnya telah ditahan di Rutan Bareskrim Polri sejak 4 Desember 2020 pascaditetapkan sebagai tersangka terkait kasus unggahan penghinaan terhadap Habib Luthfi melalui akun media sosial Twitter @ustadzmaaher_.
Setelah penyerahan tahap II, Maaher yang berstatus tahanan Kejaksaan dititipkan untuk kembali ditahan di Rutan Bareskrim selama 20 hari terhitung sejak 4 Februari hingga 23 Februari 2021.
Mabes Polri menyebut setelah penyerahan tahap II, Ustaz Maaher mengeluhkan sakit.
Petugas rutan dan tim dokter pun menyarankan Maaher agar dibawa ke RS Polri Said Soekanto untuk mendapatkan perawatan, tetapi Maaher tidak mau hingga akhirnya ustaz tersebut menghembuskan napas terakhirnya di Rutan Bareskrim pada Senin (8/2) pukul 19.45 WIB.
"Sudah ditawarkan (untuk dibawa ke RS Polri), tetapi almarhum tidak menginginkan, dia tetap ingin ada di Rutan Bareskrim," kata Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono.(fat/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam