jpnn.com, JAKARTA - Kabar tentang rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi beredar santer.
Namun, hingga saat ini, Komisi VII DPR yang membidangi energi belum menggelar rapat kerja bersama pemerintah untuk membahas kebijakan tentang penyesuaian harga BBM.
BACA JUGA: BBM Pertamina Bakal Naik? Berikut Daftar Harga Terbaru 26 Agustus 2022
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengungkapkan hingga kini tidak ada persetujuan dari para wakil rakyat terhadap rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi.
Menurut dia, memang pada Rabu lalu (24/8) Komisi VII DPR menggelar rapat kerja dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif.
BACA JUGA: Wapres Sebut BBM Global Akan Terus Naik
Namun, agenda rapat kerja itu hanya membahas evaluasi atas laporan keuangan 2021 dan progres anggaran 2022 di Kementerian ESDM.
"Ada usulan memang dari beberapa anggota agar Komisi VII mengadakan raker khusus untuk membahas persoalan pembatasan ataupun penyesuaian harga BBM bersubsidi. Namun, ini masih sebatas usulan," ujar Mulyanto dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (26/8).
BACA JUGA: Sri Mulyani Sebut Mayoritas Subsidi BBM Pertalite Dinikmati Orang Kaya
Legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menegaskan sampai saat ini tidak ada satu kalimat pun dalam kesimpulan maupun catatan raker Komisi VII DPR yang berisi persetujuan atas penyesuaian harga BBM bersubsidi.
“Raker khusus dengan pihak pemerintah terkait agenda itu saja tidak ada. Jadi, mana mungkin ada persetujuan terkait dengan hal tersebut. Jelas, ini tidak ada," tegasnya.
Mulyanto menjelaskan Fraksi PKS DPR RI dengan tegas menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi.
Menurut dia, PKS menyarankan agar pemerintah melaksanakan pembatasan penyaluran BBM bersubsidi kepada kalangan yang benar-benar berhak.
Merujuk hasil simulasi Pertamina, Mulyanto mengatakan pembatasan BBM bersubsidi pada kendaraan roda dua, angkot, dan angkutan sembako bisa menghemat anggaran sebesar 69 persen.
"Penghematan yang lumayan bagus," ungkapnya.
Jika langkah itu dikombinasikan dengan pengawasan yang lebih ketat, Mulyanto meyakini penyalahgunaan BBM bersubsidi, seperti ekspor illegal ke negera tetangga, penimbunan, perembesan ke sektor pertambangan maupun sektor industri, tidak akan terjadi.
"Strategi pembatasan dan pengawasan ini diperkirakan akan dapat mengendalikan volume distribusi BBM bersubsidi," katanya.
Raker Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM pada Rabu (24/8) menyimpulkan agar Kementerian ESDM merealisasikan penambahan kuota BBM bersubsidi untuk 2022.
DPR meminta kuota solar 17 juta kiloliter menjadi 19 juta kiloliter pada 2022.
Kemudian, kuota Pertalite sebesar 23 juta kiloliter pada tahun ini diusulkan menjadi 28 juta kiloliter.
"Sebab, kuota BBM bersubsidi ini diperkirakan akan habis pada Oktober 2022," ucap Mulyanto. (mcr10/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul