jpnn.com - Pengajar Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Valerianus Beatae Jehanu menyoroti beberapa isu dalam RUU Kejaksaan, terutama terkait perluasan kewenangan jaksa.
"Yang paling kentara adalah intelijen dalam penegakan hukum," kata Valerianus dalam diskusi bertajuk 'Memperluas Kewenangan dan Memperkuat Pengawasan (Kritik RUU Kejaksaan, RUU Polri dan RUU TNI)' di Fakultas Ilmu Politik Universitas Katolik Parahyangan, Kamis (20/3/2025).
BACA JUGA: RUU KUHAP: Penegakan Hukum Seimbang Bila Polisi Urusi Penyidikan, Jaksa di Penuntutan
Dia mengatakan jaksa memiliki fungsi untuk cipta kondisi yang mendukung pembangunan.
"Dalam rangka intelijen, jaksa bisa mendukung pembangunan. Nah, ini yang terjadi di kasus Rempang, misalnya, karena pembangunan," tuturnya.
BACA JUGA: Ribuan Tentara Terimbas UU Baru TNI, Ditarik ke Barak Lagi atau Pensiun Sesuai Regulasi
Kemudian, dia menyebut jaksa bisa mengawasi di ruang media dengan frasa pengawasan multimedia.
"Intelnya turun dalam hal apa? Apakah sudah pro justitia, atau tanpa ada kasus pro justitia, dia akan bisa gunakan? Ini keliru, karena seharusnya hanya bisa dalam hal pro justitia," tuturnya.
BACA JUGA: RUU TNI Disetujui DPR, Ini Isi Pasal 3, 7, 47, dan 53
Di sisi lain, Valerianus menilai pengawasan terhadap institusi Kejaksaan lemah. Kemudian adanya impunitas bagi jaksa melalui pasal izin dari Jaksa Agung.
"Bisa dikatakan, kontrol terhadap sipilnya semakin kuat, sementara kontrol internalnya lemah. Ini bahaya, karena memungkinkan impunitas di institusi kejaksaan," tuturnya.
Direktur Advokasi dan Kebijakan De Jure Awan Puryadi juga menyoroti hak imunitas bagi jaksa yang bisa diberikan oleh Jaksa Agung.
Menurut dia, di dalam UU 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan yang berlaku hingga saat ini sudah ada Pasal 8 (5) yang menegaskan "Pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa hanya atas izin Jaksa Agung”.
"Ini problem, karena kejaksaan itu lembaga eksekutif. Jadi, lembaga eksekutif memberikan imunitas pada dirinya sendiri," kata Awan.
Kemudian, jaksa punya kewenangan 'Penelusuran, perampasan, dan pengembalian aset tindak pidana' dan dalam RUU akan membentuk Badan Pemulihan Aset.
"Nah, di kasus robot trading misalnya, ini sudah terjadi, aset bisa dirampas, tetapi pengawasannya tidak ada," kata dia.
Awan juga menyinggung kewenangan intelijen bagi Jaksa. Dia menyebut salah satu fungsi intelijen adalah pemanggilan tanpa adanya kejelasan, padahal seharusnya intelijen tidak boleh bersentuhan dengan objek atau pihak yang dipantau.
"Akan berbahaya bila intel kejaksaan justru memanggil seseorang untuk ditanya tentang suatu hal, padahal itu tidak melalui proses penyelidikan. Karena bukan di wilayah penegakan hukum, ini tentunya tidak bisa di-challenge, tidak bisa dipraperadilankan," ucapnya.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam