Direktur Data dan Survey INES, Sudrajat Sacasawitra, saat merilis hasil survei di Jakarta, Senin (19/11) mengungkapkan, isu primodialisme dalam hal elektabilitas capres masih sangat kuat. "Keinginan pemilih untuk memilih presiden harus dari etnis Jawa masih jadi pilihan utama, yaitu 59,3 persen," papar Sudrajat.
Namun dalam hal pasangan capres, mayoritas responden menginginkan adanya duet dari Jawa-luar Jawa. "Responden yang menginginkan adanya pasangan Jawa-non Jawa ini mencapai 56,2 persen," sambung Sudrajat.
Sementara figur capres terkuat dari Jawa yang muncul adalah Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri. Dengan simulasi semi terbuka, dua nama itu dipilih oleh lebih dari 20 persen responden.
Sudrajat merincikan, ada 21 nama dari etnis Jawa yang muncul. Namun Prabowo menjadi figur dari etnis Jawa yang kuat secara elektoral dengan elektabilitas 33,4 persen. Sementara Megawati berada di bawah Prabowo dengan elektabilitas 22,2 persen. "Semua ini mengindikasikan Prabowo Subianto punya kans cukup kuat secara elektoral untuk menjadi presiden," ulas Sudrajat.
Dari survei INES itu juga terungkap bahwa Hatta Rajasa muncul sebagai tokoh non-Jawa yang punya elektabilitas tertinggi. Bahkan dengan elektabilitas 28,6 persen, nama Menko Perekonomian itu mengungguli mantan Wapres Jusuf Kalla (20,2 persen) dan Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie (18,6 persen).
Dari survei INES itu muncul pula nama Puan Maharani yang kini memimpin Fraksi PDIP DPR. Namun Puan sebagai satu-satunya wanita tokoh non etnis Jawa yang muncul, hanya mengantongi elektabilitas 3,3 persen.
"Ini mengindikasikan bahwa Hatta Rajasa cukup punya kans yang kuat secara elektoral untuk menjadi presiden. Tapi memang tidak ada tokoh non Jawa yang dipilih oleh suara mayoritas," ungkapnya.
Sudrajat menambahkan, mencuatnya nama Hatta juga ikut melambungkan Partai Amanat Nasional (PAN). Dari survei itu, PAN dengan elektabilitas 9,7 persen mampu masuk peringkat empat besar setelah Golkar (22,1 persen), PDIP (17,4 persen) dan Gerindra (14,3 persen).
Sementara Partai Demokrat yang menjadi jawara Pemilu 2009, terlempar ke urutan kelima dengan 8,4 persen karena berbagai persoalan yang mendera kader-kadernya. Selanjutnya di bawah PD ada Partai NasDem (5,2), PPP (4,4 persen), Hanura (3,8 persen), PKS (4,7 persen) dan PKB (2,9 persen).
Pengamat dari Universitas Lampung, Maruly, menilai terkereknya nama Hatta turut mendongkrak elektabilitas PAN. Sementara pemberitaan kader-kader PD akibat korupsi, lanjutnya, telah menggerus basis pemilih partai binaan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.
Maruly juga menengarai posisi Golkar di urutan kedua bukan karena peran ketua umumnya, Aburizal Bakrie. "Tapi ini lebh karena kerja tokoh-tokoh lokal kader Golkar," sebutnya.
Namun Maruly juga melihat peluang lain dari survei INES itu. Yakni kemungkinan menduetkan Prabowo Subianto dengan Hatta Rajasa. Maruly yang kini menjadi kandidat doktor ilmu politik di Universitas Padjajaran itu menilai duet Prabowo-Hatta berpeluang besar memenangi Pilpres 2014.
"Prabowo muncul sebagai kandidat terkuyat beretnis Jawa, sedangkan Hatta menjadi kandidat terkuat dari etnis Non-Jawa. Pasangan ini bisa akan menjawab isu primodilaisme dalam Pilpres tentang dikotomi Jawa dan luar Jawa," ulasnya.
Survei INES tersebut mengambil 6000 sampel yang usianya sudah lebih dari 17 tahun, atau sudah menikah saat survei digelar. Sudrajat menjelaskan, sampel yang dianalisis sebanyak 5996. Sementara margin of error survei itu kurang lebih 2,5 persen dengan tingkat kepercayaan 98 persen.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Capres Alternatif Harus Diberi Peluang
Redaktur : Tim Redaksi