jpnn.com, ROMA - Italia sebelum akhir pekan ini akan mengumumkan rencana pelonggaran lockdown (karantina wilayah) secara bertahap mulai 4 Mei, kata Perdana Menteri Giuseppe Conte, Selasa (21/4).
Karantina wilayah telah diberlakukan sejak 9 Maret dalam upaya menangani krisis akibat epidemi virus corona COVID-19.
BACA JUGA: Update Corona 21 April: Waduh! Kasus Baru Pasien Positif Hari Ini Lebih Banyak dari Kemarin
Pemberlakuan lockdown telah membuat sebagian besar kegiatan bisnis di Italia tutup dan orang-orang tidak diperbolehkan keluar dari rumah, kecuali ada tujuan penting.
Penghentian berbagai kegiatan menimbulkan gangguan serius bagi negara dengan ekonomi terbesar ketiga di zona euro itu.
BACA JUGA: Tanpa Sanksi, Larangan Mudik Hanya Dianggap Imbauan
"Andaikan saya bisa mengatakan: ayo kita buka lagi semuanya. Langsung. Kita buka mulai besok ... Tapi keputusan seperti itu tidak bertanggung jawab. Akan membuat kurva penularan naik tanpa terkendali dan sia-sialah usaha kita selama ini," tulis Conte di Facebook.
"Kita harus bertindak atas dasar rencana (pembukaan kembali ) nasional, yang bagaimanapun harus melihat semua kekhasan di wilayah."
BACA JUGA: Pemerintah Butuh 3 Kali Survei Sebelum Keluarkan Larangan Mudik
Setelah pemerintah pada 22 Maret menutup berbagai kegiatan bisnis yang dianggap tidak terlalu penting bagi rantai pasokan, semakin banyak pihak di kalangan industri yang meminta agar beberapa kegiatan dibuka lagi supaya bencana ekonomi bisa dicegah.
Conte mengatakan pelonggaran aturan pembatasan akan dilakukan berdasarkan kajian yang menyeluruh dan data keilmuan, bukan untuk "memenuhi pendapat sebagian kalangan masyarakat atau memenuhi permintaan menyangkut beberapa kategori produksi, perusahaan individual atau daerah-daerah tertentu".
Jumlah pengidap baru COVID-19 di Italia turun menjadi sebesar 2.256 orang pada Senin (20/4). Jumlah itu merupakan angka terendah dalam satu bulan belakangan ini, kata Badan Perlindungan Sipil.
Angka kematian di Italia tercatat 24.114, tertinggi kedua di dunia setelah Amerika Serikat. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fajar W Hermawan