Sekretaris Komite SMP 1 Samarinda, Syahruddin mengatakan, dalam waktu dekat seluruh orangtua siswa akan membahas soal Permen itu. Mereka akan mencari solusi bagi sekolah karena Permen melarang menarik iuran bulanan.
Permen, kata dia, memang penting karena bisa mencegah adanya pungutan liar (pungli) dan juga untuk mendukung wajib belajar sembilan tahun. Hanya saja, aturan menteri itu tak bisa diberlakukan di semua SMP. Harus dipilah, mana sekolah yang dianggap tetap menarik iuran dan mana yang tidak. “Saya rasa SMP 1 masih memerlukan iuran bulanan,” sebutnya.
Baginya, regulasi ini tidak adil, karena orangtua siswa yang kaya juga gratis. Yang wajib gratis, mestinya siswa yang memang tidak mampu. Jadi, orangtua siswa yang mampu mensubsidi siswa yang tak mampu.
Pria yang juga menjabat sebagai Kabid Produksi dan Teknologi, Badan Penanaman Modal Daerah (BPMD) Samarinda itu mendukung, agar orangtua tetap menyumbang iuran bulanan, kecuali yang tidak mampu. “Anak saya membayar Rp 250 ribu per bulan, saya rasa ini wajar saja bagi sekolah RSBI,” ucapnya.
Wakil Ketua Komite SMP 1 Samarinda Andi Fathul Khoir menambahkan, sulit rasanya SMP berlabel RSBI bisa berkembang tanpa iuran bulanan. Karena selama ini SMP 1 juga ‘bernafas” dari sumbangan orangtua siswa.
Dijelaskannya, komite sekolah mendorong SMP 1 bisa menjadi ikon Samarinda bahkan Kaltim. Menuju ke sana perlu anggaran, mengandalkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dirasa belum cukup. “Salah satu jalan, sekolah mengandalkan iuran bulanan untuk menambah biaya operasional,” jelasnya.
Diketahui, dalam Permen ini masih ada celah kepada sekolah memberlakukan iuran bulanan. Pada pasal 6, disebutkan, SD dan SMP bertaraf internasional tidak boleh memungut tanpa persetujuan menteri atau pejabat yang ditunjuk. Begitu pula SD dan SMP yang dikembangkan jadi bertaraf internasional, juga tak boleh memungut tanpa persetujuan tertulis dari bupati/wali Kota. “Artinya SMP 1 masih punya peluang menerima iuran bulanan itu,” terangnya.
Tapi bila perjalanannya SMP 1 tak mendapatkan restu dari menteri atau Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang, maka komite sekolah akan membicarakan lebih lanjut.
Agar program unggulan SMP itu bisa berjalan tanpa melanggar aturan.
Jumadi Ahmad, orangtua siswa di SMP 2 Samarinda mengaku, adanya iuran bulanan itu sama sekali tak memberatkannya. Dia juga menganggap iuran bulanan itu sah-sah saja, apalagi SMP 2 juga berlabel RSBI. Tanpa adanya iuran bulanan, sekolah akan sulit berkembang.
Kata dia, yang namanya aturan harus dijalankan. Jika tidak, jelas ada sanksi yang bakal diterima sekolah. “Saya rasa ada kebijakan khusus bagi sekolah RSBI, karena kalau tidak akan berpengaruh pada kualitas belajar dan mengajar,” ungkapnya.
Wahyuni, orangtua siswa di SMP 21 Samarinda mengatakan, Permen itu bisa mematikan program unggulan sekolah. Apalagi SMP 21 selama ini mengharapkan iuran bulanan untuk menjalankan program keterampilan khusus yang diberi nama full day school (sekolah sehari penuh).
Tanpa iuran bulanan, kata dia, program, seperti keterampilan memperbaiki sepeda motor, komputer, dan bangunan akan hilang. “Saya rasa ada pengecualian bagi SMP 21, kalau tidak aset pemkot ini akan menjadi sekolah biasa,” terangnya.(rom/far/fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rekrut Guru Berkualitas, Langsung PNS
Redaktur : Tim Redaksi