IYPG: Pemerintah Perlu Maksimalkan Konsep Pengurangan Risiko Tembakau

Senin, 11 November 2019 – 04:20 WIB
Rokok dan asbak. Foto/ilustrasi: Ayatollah Antoni/JPNN.Com

jpnn.com, YOGYAKARTA - Indonesia Young Pharmacist Group (IYPG) bersama Koalisi Bebas TAR (KABAR) menggelar seminar dengan tema Pengurangan Bahaya Tembakau dan Upaya Berhenti Merokok Dalam Perspektif Farmasi dan Kesehatan Publik di Yogyakarta.

Seminar ini digelar lantaran minimnya informasi yang akurat terhadap produk tembakau alternatif.

BACA JUGA: BPOM Bisa Merujuk FDA Untuk Awasi Produk Tembakau Alternatif

Ketua IYPG Arde Toga Nugraha, menjelaskan seminar diadakan untuk memberikan pemahaman kepada apoteker bahwa mereka memiliki peranan penting dalam menyebarluaskan konsep pengurangan risiko terhadap produk tembakau yang dibakar. 

Konsep ini merupakan upaya untuk mengurangi penyakit berbahaya yang disebabkan oleh rokok. 

BACA JUGA: Pemerintah Dinilai Keliru Anggap Produk Tembakau Alternatif Sama Dengan Rokok

Caranya dengan memberikan pilihan kepada perokok dewasa untuk beralih ke produk tembakau yang memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah daripada rokok, seperti nikotin tempel, produk tembakau yang dipanaskan, dan rokok elektrik.
 
“Untuk menyukseskan konsep pengurangan risiko, tentu saja memerlukan peran besar dari berbagai pihak, termasuk para praktisi apoteker. Kita bisa mengambil contoh seperti di Selandia Baru, apoteker di sana menginformasikan produk tembakau alternatif untuk memberikan pilihan bagi perokok dewasa beralih ke produk tembakau yang lebih rendah risiko,” kata Arde dalam keterangannya, Sabtu (9/11).
 
Pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Padjajaran, Ardini Raksanagara, menambahkan apoteker bisa menyampaikan informasi mengenai perbedaan antara nikotin dan TAR. 

Sampai saat ini, publik masih berpendapat keduanya sama berbahaya bagi kesehatan. Meskipun dapat memberikan efek adiktif dan psikoaktif, perlu diketahui bahwa nikotin bukan penyebab utama penyakit berbahaya terkait rokok. Justru TAR, yang mengandung berbagai senyawa karsinogenik, yang dapat menyebabkan kanker.
 
“Apoteker memiliki peran yang sangat penting untuk meluruskan kesalahan persepsi di publik. Perokok dewasa seharusnya punya akses informasi terhadap fakta ilmiah dan penelitian yang kredibel, sehingga mereka paham apa perbedaan nikotin dan TAR yang terdapat dalam rokok termasuk langkah alternatif yang dapat membantu mengurangi risiko kesehatan mereka,” ujar Ardini.
 
Selain itu, Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP), Amaliya, melanjutkan publik masih beranggapan bahwa produk tembakau alternatif juga menghasilkan TAR. 

BACA JUGA: Produk Tembakau ini Bisa jadi Alternatif untuk Berhenti Merokok

Hal tersebut membuat perokok dewasa enggan beralih ke produk tembakau alternatif. Padahal, penggunaan dari produk tembakau alternatif tidak menghasilkan asap dan TAR. 

Produk tembakau alternatif ini menghasilkan uap dan memiliki peran sebagai medium penghantar nikotin bagi perokok dewasa.  Dengan begitu, produk ini memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah daripada rokok.

Saat ini, dukungan pemerintah terhadap konsep tersebut direalisasikan melalui pengaturan tarif cukai bagi produk tembakau alternatif, yang dikategorikan di segmen Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL).
 
“Walaupun tarif cukai yang diterapkan masih relatif cukup besar yaitu 57 persen, kami mengapresiasi pemerintah karena sudah melakukan tindakan yang tepat dengan memberikan kepastian hukum terhadap produk tembakau alternatif di Indonesia. Namun dengan tarif cukai yang masih relatif besar ini, kami juga berharap pemerintah tidak menaikkan beban cukai ataupun Harga Jual Eceran minimum HPTL sehingga perokok dewasa dapat menjangkau produk tembakau yang memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah daripada rokok ini,” tutup Ariyo.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler