Menteri Agama RI Suryadharma Ali secara tegas menyebutkan indikator yang digunakan KPK dalam menentukan IPK itu antara lain pelayanan izin Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) dan izin Penyelengara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Kedua pelayanan itu ditengarai banyak persoalan.
”Pembuatan atau perpanjangan KBIH – PPIK itu memang gratis. Jadi tidak perlu ada yang mengambil pungutan apapun,” ujar Suryadharma Ali dalam pembinaan 250 petugas KUA dan pejabat struktural kantor Kemenag Kabupaten Jepara di Jepara.
Dia menerangkan sejak awal perizinan dan perpanjangan KBIH sudah dibebaskan biaya. Tidak perlu ada pungutan biaya apapun lagi. Cukup berkas dan persyaratannya saja dilengkapi, sebagai bagian dari prosedur administrasi.
Dia mengakui pungli yang dilakukan sejumlah oknum Kemenag itu bisa jadi tidak besar nominalnya. Oknumnya pun mungkin pula tidak banyak. Tetapi itu sangat merusak citra Kemenag. ”Jadi nilai setitik itulah yang merusak semuanya. Memberikan nilai buruk bagi kegiatan dan pelayanan lain yang sesungguhnya sudah baik,” papar dia.
Ditambahkannya, berdasarkan data yang ada jumlah PIHK baru pada 2011 itu tak lebih dari 130 lembaga. Dari jumlah itu pun tak mungkin nilai pungli yang dilakukan oknum Kemenag mencapai miliaran rupiah.
Biarpun kecil, lanjut dia, proses itu merupakan bagian dari pelayanan Kemenag. Masyarakat menjadi penerima pelayanan langsung, sehingga apapun yang terjadi pada pelayanan tersebut bakal mendapat perhatian serius. ”Saya ingatkan kembali, tak perlu lah memungut biaya apapun. Semuanya gratis,” tandasnya.
Dengan bersikap tegas itu, sambung dia, secara perlahan IPK rendah yang dimiliki Kemenag dapat meningkat perlahan. Publik pun bakal lebih mempercayai lembaga ini secara penuh. Tidak ada keraguan terkait pelayanan.
Selain persoalan izin KBIH – PIHK, Suryadharma Ali pun menuturkan pelayanan lain yang ikut memperburuk citra Kemenag terkait pelayanan KUA (Kantor Urusan Agama). Dalam IPK tersebut memperlihatkan pelayanan KUA masih marak gratifikasi.
Tak dipungkiri, kata dia, petugas KUA yang melaksanakan tugas kerap bersentuhan dengan uang tak resmi dari keluarga mempelai. Uang-uang itu memang tidak diperbolehkan, masuk kategori gratifikasi.
”Tak dipungkiri pula kalau Kemenag juga tak punya biaya memberikan dana transportasi bagi petugas KUA saat menjalankan tugas, sehingga uang-uang itulah yang menjadi dana transportasi petugas, benar tidak?” pungkasnya yang disambut senyum-senyum petugas KUA.
Dia berharap dengan lemahnya keuangan itu bisa dipahami petugas KUA. Dengan setidaknya menghindari penentuan biaya petugas KUA yang dianggap memberatkan masyarakat. Biaya tersebut tidak pantas menjadi beban. ”Saya tidak berat menyetujui, tapi kalau membandrol itu tidak boleh,” ungkapnya.
Perlu ditambahkan pula, tegas dia, banyak kegiatan pernikahan yang dilakukan saat hari libur kerja. Petugas nikah pun melakukannya secara sukarela. Sikap ini lah yang juga patut dipuji. Karena petugas KUA bekerja tanpa mengenal waktu libur. (rko)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perintah SBY Dinilai Hanya Basa-Basi
Redaktur : Tim Redaksi