“Dengan keluarnya keputusan ini, proses penyelidikan dan penyidikan kepala daerah mudah-mudahan bisa lebih cepat dan sederhana,” kata Sekretaris Kabinet Dipo Alam, di Kantor Sekretariat Kabinet, Jakarta, Jumat (28/9).
Dipo mengatakan, Presiden SBY sangat berkomitmen tinggi terhadap pemberantasan korupsi. Buktinya sudah ada 176 izin yang disetujui Presiden. Sebanyak 79 persen adalah kasus korupsi, sisanya kasus pidana lain. Melibatkan mulai dari Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Walikota dan anggota dewan.
Kementerian Sekretariat Negara dalam kesempatan yang sama juga mempublikasikan catatan pemberian izin penyelidikan dan penyidikan pejabat negara atau anggota dewan yang terlibat kasus hukum. Diketahui selama periode Oktober 2004 hingga September 2012, politisi partai yang paling banyak terlibat kasus hukum adalah Golkar, PDI Perjuangan, dan Demokrat.
“Ini bukan untuk membuka aib orang. Tapi mari kita sama-sama mengawal anggaran,” kata Dipo.
Adapun menurur latar belakang pejabat negara yang dimohonkan izin pemeriksaannya adalah Partai Golkar 64 orang (36,36 persen); PDIP 32 orang (18,18 persen); Partai Demokrat 20 orang (11,36 persen); PPP 17 orang (3,97 persen); PKB 9 orang (5,11 persen); PAN 7 orang (3,97 persen); PKS 4 orang (2,27 persen); PBB 2 orang (1,14 persen); PNI Marhaen, PPD, PKPI, Partai Aceh masing-masing 1 orang (0,56 persen); Birokrat/TNI 6 orang (3,40 persen); independen/non partai 8 orang (4,54 persen); dan gabungan partai 3 orang (1,70 persen). Sementara dari kalangan birokrat/TNI hanya 3,40 persen, dan dari latar belakang independen/non partai sebanyak 4,54 persen.
176 izin tertulis untuk penyelidikan pejabat negara ini diajukan oleh Kejaksaan Agung (82 permohonan); Kepolisian RI (93 permohonan); dan Komandan Puspom (1 permohonan).
“Berdasarkan kategori kasus yang diajukan, sebanyak 131 orang atau 74,43 persen menyangkut tindak pidana korupsi, dan 45 orang atau 25,29 persen terkait tindak pidana,” ungkap Seskab.
Dari 176 persetujuan itu, untuk pemeriksaan Bupati/Walikota sebanyak 103 izin (58,521 persen); Wakil Bupati/Wakil Walikota 31 izin (17,61 persen); anggota MPR/DPR 24 izin (13,63 persen); Gubernur 12 izin (6,81 persen); Wakil Gubernur 3 izin (1,70 persen); anggota DPD 2 izin (1,13 persen); dan Hakim MK 1 izin (0,56 persen).
Persentase latar belakang pejabat yang ditangani KPK itu, ungkap Dipo, tidak berbeda dengan persetujuan tertulis yang diberikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk pemeriksaan anggota DPRD Provinsi yang mencapai 431 izin untuk pemeriksaan 431 orang, dimana 361 orang (83,76 persen) di antaranya terkait tindak pidana korupsi dan sisanya 13 orang menyangkut kategori tindak pidana lain.
Latar belakang partai politik terhadap izin pemeriksaan anggota DPRD Provinsi yang diberikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) adalah: Partai Golkar 149 (34,57 persen); PDI Perjuangan 106 (24,59 persen); PPP 40 (9,28 persen); PAN 23 (5,34 persen); Demokrat 17 (3,94 persen); PKB 16 (3,71 persen); PKS 10 (2,32 persen); PBB 8 (1,66 persen); PDS 7 (1,62 persen); dan PBD 6 (1,39 persen).
Sedangkan rekapitulasi persetujuan tertulis Gubernur atas nama Mendagri untuk pemeriksaan anggota DPRD Kabupaten/Kota sebanyak 994 izin untuk pemeriksaan 2.553 orang, dengan perincian sebanyak 33,24 persen menyangkut tindak pidana korupsi dan sisana 22 kategori tindak pidana lain.
Adapun berdasarkan latar belakang partai politik yang izin pemeriksaan tertulisnya dikeluarkan Gubernur atas nama Mendagri adalah: Golkar 146 (27,05 persen); PDI Perjuangan 74 (14,43 persen); Partai Demokrat 63 (11,56 persen); PPP 39 (7,08 persen); PKB 30 (5,59 persen); PAN 28 (5,22 persen); Partai Hanura 28 (5,22 persen); PKS 27 (5,03 persen); PBB 26 (4,85 persen); dan Gerindra 19 (3,54 persen).
Jangan Untuk Politis
Meski menyambut baik keputusan MK, Seskab Dipo Alam tetap mengingatkan agar keputusan tersebut tidak disalahgunakan. Apalagi selama ini, permohonan persetujuan tertulis Presiden untuk pemeriksaan Kepala Daerah (Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota) cenderung meningkat menjelang diselenggarakannya Pemilihan Umum Kepala Daerah.
Sebagaimana diketahui, MK memutuskan bahwa tindakan penyelidikan dan penyidikan terhadap Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah tidak memerlukan persetujuan tertulis Presiden kecuali penyidikan yang dilanjutkan penahanan, dimana Presiden diberikan tenggat waktu 30 hari.
“Bukan saya membela incumbent dengan lawannya, nggak elok lah kalau dipakai penegak hukum hanya untuk kompetisi politik menjelang Pilkada,” pintanya saat konferensi pers.
Dipo pun tetap meminta partisipasi dari semua pihak, untuk tetap bersama-sama mengawasi pelaksanaan anggaran 2013. Karena potensi kongkalikong selama pembahasan APBN dan APBD sangat rentan terjadi.
“Potensi kongkalikong dalam penyusunan dan pelaksanaan serta pengawasan APBN dan APBD tidak terlepas dari besarnya peranan DPR dan DPRD berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara,” katanya.(afz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Malaysia Bersedia Lindungi TKI
Redaktur : Tim Redaksi