Jadi Ajang Buka-bukaan Tokoh Nasional

Kamis, 25 November 2010 – 00:20 WIB
Pemred Indopos Don Kardono, Ketua DPR RI Marzuki Alie, Pemred JPNN Auri Jaya usai sesi diskusi ekslusif Forum Pemred Jawa Pos Group di Hotel Ciputra Jakarta. Foto: Arun/JPNN
JAKARTA – Hari kedua pertemuan para pemimpin redaksi Grup Jawa Pos menjadi ajang buka-bukaan beberapa tokoh nasional terkait isu yang sedang menjadi pembicaraan publikPertemuan pemimpin 165 media cetak jaringan Jawa Pos yang tersebar di 33 provinsi ini memang menghadirkan beberapa tokoh nasional, profesional dan pengusaha sebagai narasumber

BACA JUGA: Gelombang Kedua Siap Bergerak ke Madinah



Kemarin, Para narasumber yang hadir di Hotel Ciputra, Jalan S Parman Jakarta adalah Ketua Dewan Pers Bagir Manan, Ketua DPR Marzuki Alie, Direktur Jawa Pos Azrul Ananda, Pemred Jawa Pos Leak Koestiya, Direktur Ciputra Entrepreneur Center Antonius Tanan, Dirut Trans Corp Chairul Tanjung, dan Direktur Indofood Sukses Makmur Franciscus Welirang


Sesi pertama diisi Bagir Manan yang banyak bercerita perihal konflik pers yang ditangani dewan pers

BACA JUGA: BW Janji Bongkar Korupsi Perpajakan

Dia menyoroti juga perilaku nakal oknum wartawan yang banyak diadukan masyarakat kepada dewan pers, serta masih maraknya kriminalisasi terhadap pers


Mantan Ketua Mahkamah Agung ini berpesan agar ketatnya kompetisi antar media tidak membuat kalangan pers mengabaikan kode etik dan kaidah dalam membuat berita

BACA JUGA: Hadapi Seribu Kecemasan, BW Sodorkan Sejuta Harapan

Dia percaya, persaingan telah memacu kreatifitas para pemilik mediaNamun terkadang, hanya untuk menjadi yang terdepan dalam pemberitaan, media massa ceroboh memberitakan sebuah kejadian

”Demi mengejar rating, seringkali media elektronik melakukan kecerobohan, bahkan membuat berita yang spekulatifDi Jawa Tengah, misalnya, pernah ada stasiun televisi yang melakukan wawancara fiktif,” kata Bagir Manan yang hadir pada pertemuan Pemred Jawa Pos Group tersebut, Rabu (24/11)

Terkait maraknya kriminalisasi terhadap pers, Bagir Manan mengakui bahwa Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers tidak termasuk lex spesialis”Sebab undang-undang ini mengatur tentang pers, bukan pidanaJadi tidak bisa dikategorikan lex spesialisBerbeda dengan undang-undang korupsi yang sama-sama mengatur tentang tindak pidana, khususnya tindak pidana korupsi,” jelas Bagir Manan

Meski begitu, lanjutnya, karena sudah ada undang-undang pers, maka selayaknya hakim menggunakan undang-undang ini ketika memutus perkara terkait pemberitaan”Dulu, itu yang selalu saya jadikan dalih ketika memutus perkara pers, termasuk kasus gugatan pengusaha Tomy Winata terhadap Tempo,” kata Bagir.
 
Dia juga menyarankan agar pihak media melakukan perlawanan ketika ada tekanan-tekanan pihak tertentu yang ingin mempengaruhi pemberitaanSebaliknya, dia juga meminta masyarakat melakukan perlawanan ketika ada oknum wartawan yang melakukan pemerasan”Laporkan ke polisi, karena itu merusak citra pers,” kata Bagir

Marzuki Alie, Ketua DPR

Tingkat kepercayaan publik terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selalu rendah, bahkan tidak pernah melampaui angka 30 persenMarzuki Alie yang baru menjabat pada akhir 2009, tingkat kepercayaan publik terhadap DPR baru menyentuh angka 24 persen

”Ini sangat memperihatinkan, walaupun harapan terhadap anggota DPR yang baru terpilih tetap adaSebab sekitar 70 persen dari kami adalah muka baru, usianya relatif muda, berpendidikan rata-rata S1, S2, dan bahkan bergelar doktor,” kata Marzuki Alie

Dilihat dari aspek yang mendasar ini, lanjut politisi Partai Demokrat ini, harusnya DPR mampu berkinerja baik sebagaimana harapan masyarakatTapi dia sadar, DPR ini lembaga politikSeidealis apa pun orangnya, tapi kalau partainya masih tradisional, tetap sulit menjalankan idealisme”Kalau instruksi partai A, ya anggota DPR harus ikut A,” ungkap Marzuki

Latar belakang partai memang sering menyulitkan para anggota dewan menyamakan persepsi, termasuk di jajaran pimpinanKarena itu, ketika baru terpilih, Marzuki Alie dan empat wakilnya membuat kesepakatan untuk membuka atribut partai di antara mereka, dan memposisikan diri sebagai negarawan

”Awalnya, warna map pimpinan DPR itu masing-masing berbeda, sesuai warna asal partainyaKemudian saya rubah agar menjadi warna putih semuaKami sepakat untuk mengesampingkan perbedaan partaiTapi di tengah jalan Tapi ditengah jalan mencuat kasus CenturyKomitmen itu hanya terjadi di atas kertas, tapi tidak sesuai dengan prakteknya,” kenang Marzuki

Dia menjelaskan, masa setahun kepemimpinannya dia gunakan untuk mereformasi Sekretariat Jenderal DPRInilah yang menjadi prioritas utamaSebab kekuasaan DPR yang besar di bidang legeslasi dan budgeting akan berbahaya jika tidak didukung infrastruktur yang memadai

Dia menjelaskan, sekarang ini hanya ada Sekretariat Jenderal DPR yang dipimpin oleh eselon satuNantinya akan dibentuk pula Badan Fungsional Keahlian DPR yang juga dipimpin oleh eselon satuTugasnya  membantu DPR melaksanakan fungsinya di bidang legeslasi dan budgeting

”Badan Fungsional Keahlian ini yang akan memiliki database dan hasil riset yang akan memasok keperluan DPR dalam melaksanakan fungsi legeslasi dan budgetingBiar anggota dewan punya data pembanding ketika melakukan pengawasan, sehingga bisa adu berargumentasi dengan pemerintahTidak seperti sekarang, hanya manut pada data-data yang disodorkan oleh pemerintah,” jelas Marzuki.

Dalam kesempatan itu, Marzuki mendapat pertanyaan dari beberapa pemimpin redaksi terkait banyaknya anggota DPR yang tersangkut masalah hukum, tetapi tidak juga diberhentikanMalah ada yang sudah dinyatakan bersalah dengan ketetapan hukumKetua DPR ini mengakui, harusnya anggota DPR yang menyandang status terdakwa saja dibebas tugaskan.

”Harusnya seperti ituTapi karena Badan Kehormatan DPR berkonflik terus, maka DPR tidak bisa mengeluarkan keputusan membebastugaskan atau memberhentikan anggota,” jelasnya. (dri)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sjahril Djohan Bantah Sering Keluar Sel Tahanan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler