jpnn.com - PEKANBARU - Kejaksaan Tinggi Riau menetapkan H.M. Fadillah Akbar (48), tersangka korupsi pembangunan jembatan Sungai Enok, Kabupaten Indragiri Hilir, masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Saat ini, Kejati Riau tengah memburu warga Kelurahan Pematang Arba, Kecamatan Tembilahan, itu. Kejati Riau juga membeber ciri-ciri tersangka yang merupakan Direktur PT Bonai Riau Jaya (BRJ), perusahaan rekanan yang mengerjakan proyek pembangunan jembatan Sungai Enok, itu.
BACA JUGA: Buronan Kasus Korupsi dari Papua Barat Ditangkap Tim Intelijen di Jakarta
“Adapun, ciri-ciri tersangka, memiliki tinggi badan sekitar 165 sentimeter, kulit sawo matang, bentuk muka oval dan berambut ikal,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau Bambang Heripurwanto, Kamis (2/11).
Kejati berharap masyarakat turut memberikan informasi apabila melihat keberadaan tersangka tersebut. Informasi itu sangat berharga bagi Kejati Riau dalam penegakan hukum.
BACA JUGA: Sempat jadi DPO, Tersangka Korupsi Dermaga Yarmatum Wondama Dibekuk Tim Tabur Kejaksaan
"Jika menemukan informasi terkait keberadaan tersangka tersebut, harap hubungi kami di nomor 0812-6654-4068. Informasi sekecil apa pun dari masyarakat sangat membantu kami dalam menegakkan hukum yang berkeadilan," ungkap Bambang.
Dalam kesempatan itu, Bambang menjelaskan bahwa kasus dugaan korupsi pembangunan jembatan Sungai Enok tersebut tengah ditangani Tim Jaksa Penyidik pada Bidang Pidana Khusus Kejati Riau. Adapun kasus yang tengah diusut ialah yang dikerjakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Inhil pada 2012.
BACA JUGA: Sindikat Perakitan Senpi Ilegal di Manokwari Dibongkar Polisi, 6 Tersangka Dibekuk, 1 Masuk DPO
Dalam kasus itu, kejaksaan sudah menetapkan tersangka, yakni H.M. Fadillah Akbar dan mantan Direktur PT BRJ Budhi Syaputra.
Bambang menjelaskan pada Kamis (7/9) lalu, keduanya dipanggil untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
Namun, saat itu hanya Syaputra Budhi yang hadir memenuhi panggilan penyidik.
“HM Fadillah Akbar, mangkir," tegas Bambang.
Tersangka Budhi langsung ditahan di Rumah Tahanan Kelas I Pekanbaru.
Sejak saat itu, penyidik kembali melakukan pemanggilan secara sah dan patut terhadap H.M. Fadillah Akbar.
Namun, hingga kini tersangka tak kunjung hadir memenuhi panggilan.
Oleh karena itu, Kejati Riau menetapkan H.M Fadillah Akbar sebagai DPO.
Bambang mengimbau H.M Fadillah Akbar segera menyerahkan diri dan menghadap tim penyidik guna mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ingat, tidak ada tempat yang aman bagi para buronan," ungkap Bambang.
Modus Korupsi
Bambang memaparkan bahwa modus yang dilakukan para tersangka dalam kasus korupsi ini, yakni bermula setelah pengumuman lelang Pokja II ULP Kabupaten Inhil pada tanggal 17 Mei 2012.
Fadillah Akbar dan Budhi Syaputra melengkapi persyaratan lelang atau tender.
Selanjutnya, Budhi Syaputra bersama-sama Fadillah membantu mencarikan personel fiktif.
Setelah melengkapi persyaratan lelang tersebut, keduanya membuat dokumen berupa surat penawaran, rekap perkiraan pekerjaan, dan surat pernyataan dukungan alat.
Hasilnya, PT BRJ dinyatakan sebagai pemenang lelang.
"Tersangka H.M Fadillah Akbar masuk menjadi Direktur PT BRJ dengan alasan sebagai kontrol pekerjaan," sebut Bambang.
Setelah itu, kata dia, keduanya membuat draf kontrak dengan memalsukan tanda tangan saksi H pada dokumen kontrak/ addendum I dan II sebesar Rp 14.826.029.360 (17 Juli 2012-31 Desember 2012), berita acara (BA) negosiasi dan BA penyerahan lapangan.
Dalam pelaksanaan pekerjaan, Budhi merekomendasikan saksi AP untuk bekerja di lapangan.
Budhi juga yang membeli barang-barang material proyek.
Setiap pencairan uang muka dan termin dilakukan oleh Fadillah dengan memalsukan tanda tangan saksi H.
Setelah uang tersebut masuk ke rekening PT BRJ, cek ditandatangani dan dicairkan olehnya sejumlah Rp 1.374.000.000 pada 4 Januari 2013 atau setelah pekerjaan selesai.
"Menurut ahli fisik ITB (Institut Teknologi Bandung), dalam pelaksanaan fisik pekerjaan tidak sesuai volume dan spesifikasi sebagaimana kontrak atau addendum I dan II. Sehingga, menurut auditor BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) telah terjadi kerugian keuangan negara sejumlah Rp 1.842.306.309,34," tutur Bambang.
Kedua tersangka disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 Ayat 1 Huruf b Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP. (mcr36/jpnn)
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Rizki Ganda Marito