jpnn.com, JAKARTA - Seorang ibu bernama Dian Rahmiani mendatangi gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya untuk mengadu ke polisi karena menjadi korban mafia tanah, Rabu (24/2).
Dian yang didampingi pengacaranya, Hartanto mengaku mengalami kerugian yang sangat besar.
BACA JUGA: Mafia Tanah di Seluruh Indonesia Siap-siap Saja, Polri Sudah Bergerak
"Kami mengalami kerugian yang besar sekali akibat mafia tanah itu, selain kerugian harta benda, saya juga kehilangan suami saya," ungkap Dian kepada wartawan, Rabu.
Lebih lanjut, Dian mengungkapkan, sebelum melaporkan kejadian tersebut ke polisi, suaminya terus berusaha mencari keadilan atas kejadian yang dialaminya itu.
BACA JUGA: Kompolnas Dukung Polri Buru Mafia Tanah ke Australia
Sebab, telah tertipu oleh komplotam mafia tanah. Namun, dalam proses tersebut, suami tercintanya itu meninggal dunia.
Sementara, keadilan yang tengah dicarinya itu belum juga didapatkan hingga akhirnya dia melaporkan kejadian tersebut ke polisi.
BACA JUGA: Polda Banten Bergerak Cepat Bentuk Satgas Penanggulangan Mafia Tanah
Dian melaporkan kejadian itu pada 21 Februari 2021 lalu dan teregister dengan nomor LP/366/I/YAN.2.5/2022/SPKT PMJ, tanggal 21 Januari 2021.
Laporan tersebut pun direspons baik oleh polisi.
Usai membuat laporan, lanjut dia, dia pun kaget ternyata ada pelaku yang telah ditangkap dan ditahan polisi dengan kasus serupa. Bahkan, pelaku juga telah divonis dan menjalani masa hukumannya.
"Sertifikat tanah itu sebelumnya atas nama mertua saya, lalu diganti nama jadi nama pelaku mafia tanah itu tanpa sepengetahuan kami dan tanda tangan kami," katanya.
Lebih jauh, Dian mengaku, dirinya bersama keluarga besarnya bersyukur kepada Satgas Mafia Tanah Polda Metro Jaya yang telah memproses hukum kepada pelaku meskipun pelaku ditangkap bukan dalam kasusnya itu.
Sebab, dia takut akan ada korban lainnya bila pelaku tak kungjung diadili.
"Terima kasih atas perhatian Satgas Mafia Tanah dan kami mohon perhatiannya pak Presiden Jokowi, Kapolri, dan Kapolda untuk bisa membantu agar bisa mengembalikan hak kami atas kasus ini," pungkasnya.
Sebelumnya, kuasa hukum Dian, Hartanto mengungkapkan, kliennya menjadi korban mafia tanah pada 2017 lalu. Adapun tanah tersebut berlokasi di Kebon Sirih, Jakarta Pusat dengan nomor sertifikat (SHM No.9/Gambir).
Kejadian itu bermula, kata dia, saat korban hendak menjual tanahnya seharga Rp180 miliar. Dian didatangi dua orang bernisial HK dan GS.
Keduanya mengaku berniat membeli tanah tersebut dengan cara dicicil sebanyak 2 kali. Usai dibujuk rayu, korban pun sepakat menjual tanah warisannya itu ke HK dan GS. Kemudian pada 8 Maret 2017 korban diajak ke notaris berinisial CMS untuk menandatangani 3 akta formalitas, yang mana hadir tangan kanan HK, yakni KY dan MAR.
"Di situ, MAR menyerahkan uang tunai dan diberikan cek Bank BCA sebesar Rp171 Miliar sebagai pelunasan oleh HK. Namun, pada 22 Agustus 2017 korban menerima somasi dari MAR yang mengaku sebagai pemilik tanah (mengeklaim tanah itu sebagai miliknya)," katanya.
Walakin, korban pun kaget lantaran sertifikat tanahnya itu sudah berganti nama. Padahal dia belum mengganti nama tanah miliknya karena masih dalam proses administrasi. Lebih parahnya lagi, ternyata cek Bank BCA yang diberikan HK sebagai pembayaran tanah itu fiktif alias kosong.
"Setelah dicari tahu, ternyata HK itu seorang broker yang bekerja sama dengan para pelaku lainnya untuk melakukan penipuan itu," katanya.(cr3/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama