Langkah lain, dia memberi waktu dua bulan kepada seluruh indekos di Pontianak untuk mendaftarkan diri. Jika tidak melakukannya indekos tersebut terancam ditutup. "Pengelola hotel dan pemilik indekos pasti tahu apa aktivitas di tempatnya. Mereka harus sadar juga bertanggungjawab diakhirat nanti karena memfasilitasi maksiat,” kata Sutarmidji, Kamis (9/2).
Sutarmidji mengatakan, beberapa hotel justru terang-terangan menyajikan praktik prostitusi. Ada indikasi pemiliknya yang terlibat karena sudah lama hal itu berlangsung. Dia menyebutkan ada empat hotel diancam dibekukan izinnya sementara. Pembekuan berlaku sampai manajemen hotel membenahi diri.
Dia menyebutkan nama hotel tersebut yang berada di Jalan Pahlawan, Tanjungpura, Diponegoro dan Kom Yos Sudarso. "Akan kita bekukan sementara izin empat hotel itu. Sebagian terang-terangan menyediakan praktik prostitusi ada juga menyediakan tempatnya saja, ” katanya.
Jika hotel tersebut mengaku tidak tahu, Sutarmidji menentangnya. Karena Pemkot pernah menggelar razia yang sengaja dibocorkan, dalam razia itu tidak ditemukan praktik prostitusi. "Sehari kemudian kami razia lagi tanpa dibocorkan ternyata memang ada praktik prostitusi,” tuturnya.
Antisipasi lain yang dilakukan Pemkot, lanjutnya, dengan gencar melakukan razia hotel dan indekos. Sutarmidji juga berharap polisi juga tidak bosan-bosan melakukan hal sama dan memproses pelaku atau konsumen prostitusi anak. "Polisi diharapkan tegas menindak pelaku yang memesan anak itu,” ungkapnya.
Sutarmidji sadar dengan predikat Pontianak yang mendapatkan penghargaan sebagai kota layak anak tahun lalu. Dengan maraknya prostitusi anak yang terungkap membuat Pemkot akan semakin menggencarkan langkah antisipasi.
"Harus diberantas itu (prostitusi anak) karena kita menyandang kota layak anak. Terungkapnya beberapa kasus menunjukan hal itu ditangani, kalau tidak ditangani tidak akan terungkap,” ucapnya.Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia BPD Kalimantan Barat, Edi Rasyid mengatakan razia-razia yang marak dilakukan Pemkot Pontianak sudah benar.
"Razia itu sasarannya ke pekerja seks komersial, jadi saya kira wajar karena sudah mengacu pada perda yang berlaku. Pelanggaran itu harus kita kaji lagi. Prostitusi itu sudah penyakit turun-temurun, pihak hotel dan kami dari organisasi perhotelan juga merasa dirugikan,” ungkap Edi.
Namun, kata dia, sebaiknya yang difokuskan sebaiknya adalah para pekerja seksnya, bukan menyalahkan manajemen hotel. Pasalnya pihak manajemen perhotelan juga tidak ingin pelacuran ramai di hotelnya.
"Sebaiknya pemerintah ikut mencarikan solusi untuk hal ini. Saya yakin, pihak perhotelan juga tidak mau ada praktik prostitusi. Karena akan menjadi citra buruk bagi mereka,” imbuh Edi.
Dia tidak setuju apabila karena alasan prostitusi, maka sebuah hotel ditutup. "Kalau ditutup itu tidak akan menyelesaikan masalah,” tegas Edi. Menurutnya, pembekuan hotel malah akan menimbulkan masalah sosial yang baru akibat para karyawan hotel yang kehilangan pekerjaan. (hen/fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Banjir di Papua, Aktivitas Pasar Youtefa Lumpuh
Redaktur : Tim Redaksi