MANOKWARI - Mantan Bupati Fakfak, Provinsi Papua Barat, Wahidin Puarada kini menjadi terdakwa atas dugaan tindak pidana korupsi di Pengadilan Tipikor Manokwari. Namun, ia merasa tuduhan itu tak pernah dilakukan selama menjabat dan hanya menjadi korban politik. Makanya, ia meminta agar kasusnya dihentikan.
‘’Gara-gara politik saya jadi terhukum. Bagaimana pemerintah Indonesia ini seharusnya melihat masyarakat Fakfak keluar dari kemiskinan. Apakah begini rasa terima kasih pemerintah terhadap Wahidin yang membuat rakyat Fakfak sudah sejahtera,’’ tandas Wahidin kepada wartawan usai menjalani persidangan perdananya di Pengadilan Tipikor, Manokwari.
Dikatakan, kalau mau jujur, perkara Tipikor yang menjeratnya ini harus dihentikan. Karena uang Rp 4 miliar yang dipakai untuk kerjasama dengan pihak ketiga telah dikembalikan.
Ia pun mempertanyakan, dimana rasa keadilan sehingga dirinya sampai diperkarakan seperti ini. ‘’Menurut ade (wartawan) bagaimana. Saya pikir jawaban kita sama. Iya toh. Pokoknya kalau ade rasa begitu,saya juga rasa,’’ujar Wahidin saat ditanyai apakah ada unsur politik dibalik penetapan dirinya sebagai tersangka hingga menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi.
Wahidin mengatakan,ide kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Fakfak datang dari pihak ketiga (PT Atamimi Investment) sebagai pengelola uang Rp 4 miliar. Ia juga menyoroti dakwan JPU (Jaksa Penuntut Umum) yang menghubungkan perkara ini dengan pembahasan APBD.
‘’Pengelola (Rp 4 M) itu bukan pemerintah daerah, tapi dari pihak ketiga. Kalau mengenai dasar hukum yang digunakan, kalau PP Nomor 105 Tahun 2000,itu bicara mengenai penyusunan dan penetapan APBD. Nah, APBD (2002) ditetapkan 17 April 2002, sedangkan pihak ketiga bertemu saya bulan Februari sampai Maret. Jadi,di sini sama sekali tidak ada hubungan,’’ tandasnya.
Dalam kerjasama dengan pihak ketiga ini (PT Atamimi Invesment), menurut Wahidin, Pemkab menggunakan dasar hukum UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Bab 9 Pasal 3. Dalam pasal 3 disebutkan, Pemerintah Daerah boleh melakukan kerjasama dengan badan lain, tapi dengan persetujuan dengan DPRD. ‘’Itu yang dilaksanakan,’’ tukasnya.
Wahidin yang dua periode memimpin pemerintahan di Kabupaten Fakfak ini, mempersoalkan dakwan JPU mengenai waktu pertemuan dirinya dengan Kepala BPKD (Badan Pengelola Keuangan Daerah) yang disebutkan terjadi pada 2 Agustus 2002. Padahal sesungguhnya terjadi,Rabu, 21 Agustus 2002.
‘’Tanggal 2 Agustus 2002 itu hari Jumat. Kebiasaan saya, setiap hari Jumat olahraga setelah itu datang ke rumah rakyat. Saya jalan dari satu ke rumah satu untuk melihat rakyat punya kehidupan. Jadi, aneh sekali kalau jaksa mengatakan, pada 2 Agustus, saya bertemu Kepala BPKD. Saya bertemu dengan Kepala BPKD pada 21 Agustus. Pada pertemuan dengan Kepala BPKD itu saya bilang, ini ada kerjasama dengan pihak ketiga,’’ ujarnya.
Substansi dari kerjasama dengan pihak ketiga itu, adalah untuk rakyat sejahtera. Hasil kerjasama akan dimanfaatkan bagi masyarakat untuk membangun rumah dengan bahan non lokal. ‘’Itu substansinya di situ,’’ tukasnya.
Dan dari hasil kerjasama ini, pihak ketiga telah mengembalikan uang ke pemerintah daerah.‘’Pemerintah sudah dapat keuntungan jadi apa lagi. Sebenarnya yang disampaikan jaksa tidak benar,’’ tukasnya.
Mantan Cagub yang baru saja bertarung pada Pemilukada Gubernur-Wagub Papua Barat ini menambahkan, dirinya sebagai Bupati Fakfak selama 2 periode. Banyak kemajuan yang dicapai, terutama mensejahteraan masyarakat Fakfak hingga keluar dari garis kemiskinan.
Setelah keluar dari persidangan dan diwawancarai wartawan, Wahidin sempat menghampiri 2 JPU, Ahmad Arief,SH dan Arfan Halim,SH dan meminta agar bekerja tanpa dipengaruhi kepentingan lain.(lm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Peluru Aktif Dalam Lemari Kerja PNS
Redaktur : Tim Redaksi