Jaga Kebinekaan dengan Kewaspadaan Bermedia Sosial

Selasa, 19 September 2017 – 01:14 WIB
Ilustrasi Facebook. Foto: AFP

jpnn.com, JAKARTA - Masyarakat Indonesia harus bisa menjaga kebinekaan untuk menjaga keutuhan bangsa.

Masyarakat juga diminta mewaspadai upaya adu domba dari oknum tak bertanggung jawab.

BACA JUGA: Break dari Layar Kaca, Najwa Shihab Pilih Eksis di Medsos

“Untuk menjaga kebinekaan dan kearifan lokal yang ada tentu juga harus dengan kewaspadaan. Kewaspadaan ini agar berbagai macam perbedaan yang dimiliki bangsa ini tidak dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk memecah belah bangsa ini,” ujar Wakil Ketua Majelis Tarjih PP Muhammadiyah Hamim Ilyas, Senin (18/9).

Dosen pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Jogjakarta itu menambahkan, dari dulu hingga sekarang sudah ada usaha-usaha kelompok tertentu untuk memecah belah persatuan bangsa dengan cara mengadu domba.

BACA JUGA: UNY Kawinkan Gelar Juara LIMA Futsal Kaskus CJYC 2017

“Cuma sekarang cara yang dilakukan untuk mengadu domba sudah lebih banyak, Di antaranya melalui media, baik yang dilakukan media mainstream dan juga media sosial,” ujarnya.

Dia menjelaskan, di dalam Islam, kewaspadaan dalam menjaga kebinekaan untuk media itu harus dengan memperluas permaknaan iqra. 

BACA JUGA: UKM Didorong Pertajam Pasar dengan Sistem Digital

Menurutnya, pada zaman dulu, iqra itu dipahami sebagai literasi teknis, fungsional, dan literasi kebudayaan. Saat ini, ada literasi media baik media sosial maupun mainstrem.

“Sehingga perlu upaya agar pemilik media mainsstream ini tetap menjaga objektivitas dari medianya agar media sebagai pilar demokrasi yang keempat bisa tetap terjaga,” ujar pria kelahiran Klaten, 1 April 1961 ini.

Menurut dia, akan menjadi sebuah bahaya besar bagi persatuan jika media mainstream itu tidak dipercaya lagi oleh masyarakat. Sebab, masyarakat percaya pada berita hoaks.

“Tentu bahaya banget itu nanti kalau sampai terjadi. Masyarakat akan mudah diadu domba dan termakan isu,” ujarnya. 

Menurutnya, masyarakat harus memiliki kecerdasan untuk menyaring atau menerima informasi.

Karena itu, pendidikan untuk hal tersebut sangat penting sekali.

 “Dengan berkembangnya internet sekarang ini kecenderungan orang itu untuk berpikir dangkal, tidak mau berpikir yang mendalam.  Mudah-mudahan kita bisa mengatasi. Jadi, ini tantangan dunia pendidikan sehingga sekarang dunia pendidikan itu harus menanamkan kecerdasan bermedia,” ujarnya.

Dia menyoroti penggunaan media sosial. Menurut dia, banyak berita di media sosial hoaks.

“Di dalam islam sendiri sudah ada  tradisi ajaran untuk melakukan tabayun, yakni untuk mencari penjelasan yang benar itu gimana tentang berita yang diberitakan itu, sehingga tidak menelan mentah mentah berita yang diberitakan di media sosial,” ujarnya.

Untuk itu, diperlukan penegakan hukum yang kuat. Dirinya memberikan contoh beberapa kasus yang terjadi di Indonesia karena media sosial,

“Untuk itu, mau tidak mau penegakan hukumnya harus lebih ditegakkan lagi. Sebab jika tidak terjadi penegakan hukum itu sangat bahaya. Contohnya sekarang ini di medsos namanya Saracen. Setelah Saracen itu ditemukan, maka hoaks di medsos itu turun sampai 50 persen,” tuturnya.

Demikian juga dalam menjaga kearifan lokal yang merupakan budaya turun temurun di Indonesia.

Dosen Magister Studi Islam (MSI) Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta itu berpesan agar budaya dan kearifan lokal dijaga dan dirawat.

“Karena intervensi peradaban barat dan dari negara lain sangat mendesak kita. Kalau kearifan lokal itu hilang tidak ada lagi kebanggan bagi bangsa kita. Kearifan lokal ini juga sebagai upaya kita untuk merawat NKRI. Kita harus bangga dengan banyaknya budaya yang ada di negeri kita," ujarnya. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Suhardi Ajak Generasi Muda Hilangkan Budaya Sharing Tanpa Saring


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler