LAPORAN: Bayu Putra, Jakarta
GERIMIS di Taman Langsat, Barito, Jakarta Selatan, baru saja berhenti. Beberapa orang yang semula berteduh beranjak menuju salah satu sudut taman di belakang lapangan tenis itu. Mereka kembali bersiap melanjutkan aktivitas yang terhenti karena hujan.
Enam laki-laki dan seorang perempuan satu per satu lalu mengeluarkan masing-masing tiga bilah pisau yang tersimpan di tas mereka. Bentuk pisau itu bermacam-macam. Ada yang serupa pisau komando, pasak gepeng, hingga seperti pisau daging kecil.
Ada pula yang mengeluarkan pisau berbentuk trisula, senjata khas ninja dan kapak kecil. Senjata-senjata itu dirawat dengan baik. Bahkan, ada yang dibungkus rapi bak perhiasan. Mereka mengeluarkannya dengan hati-hati.
Beberapa saat kemudian, satu per satu mengambil jarak dari potongan kayu bulat yang tergantung di tembok papan. Joan Celine, satu-satunya anggota perempuan yang hadir saat latihan, Sabtu (11/5), mengawali aksi dari jarak dua meter. Dia mengambil kuda-kuda, lalu, clep… sebuah pisau menancap di tengah lingkaran. Tapi, dua pisau lainnya meleset sehingga tidak menancap dan terjatuh. Dia lalu mencoba lagi. Kali ini ketiganya berhasil tepat sasaran.
’’Kelihatannya mudah, padahal cukup sulit. Harus banyak berlatih,’’ ujar Ketua Jakarta Knife Thrower Indonesia (JKT 1) Thor Ahmad Thoriq yang memimpin latihan.
Menurut Thoriq, pisau yang dipakai pun tidak boleh sembarangan. Ada standardisasi ukuran beratnya. Yang paling ringan 310 gram. Ada juga yang 500 gram dan 700 gram. Pisau lempar memang tidak boleh ringan. Jika terlalu ringan, pisau sulit menancap. Panjangnya pun memiliki standar, antara 30,5 cm sampai 40 cm.
Meski namanya pisau, jangan membayangkan senjata tajam itu bisa dipakai untuk memotong sesuatu. Hanya ujungnya yang runcing sehingga bisa menusuk sasaran. ’’Jadi, semua harus sesuai standar,’’ tegasnya.
JKT 1 merupakan pengembangan dari komunitas D’lempis yang berkembang kali pertama di Bandung sekitar 1987. Komunitas itu terbentuk dari aktivitas sejumlah mahasiswa jurusan seni rupa ITB yang merasa jenuh kuliah lalu iseng melempar pisau ke sasaran. Makin lama makin banyak yang tertarik melakukan kegiatan iseng itu. Akhirnya terbentuklah komunitas para pelempar pisau.
Olahraga yang terkesan mengerikan itu lalu dikembangkan Thoriq di Jakarta. Pada 22 Juni 2011 dia dan sejumlah penggemar lempar pisau bersepakat mendirikan komunitas JKT 1. ’’Hingga kini anggota yang benar-benar aktif berjumlah 30 orang,’’ tuturnya.
Di Indonesia, kata Thoriq, komunitas lempar pisau hanya ada di tiga kota. Yakni, Bandung, Jakarta, dan Bandar Lampung. Tapi, tidak lama lagi komunitas itu merambah ke Surabaya dan Malang.
Olahraga ini, kata Thoriq, bukan aksi sok pamer keahlian memainkan senjata tajam. Mereka menjadikan aktivitas itu sebagai olahraga yang menyenangkan. Sebab, tidak mudah melempar pisau hingga tepat sasaran dan menancap. Dibutuhkan konsentrasi, kondisi fisik, serta psikis pelempar yang prima. ’’Kalau sedang emosi, pisau tidak bisa menancap di sasaran,’’ jelas pria 43 tahun itu.
Hal-hal itulah yang membuat para pelempar pisau tertarik untuk menekuninya. Mereka bisa melatih konsentrasi, konsistensi, mengatur tenaga, dan refleks. Maka, lempar pisau yang semula kegiatan iseng kini menjadi olahraga yang mengasyikkan.
Para anggota JKT 1, sebagaimana halnya komunitas pelempar pisau lainnya, melakukan aktivitas itu dengan profesional. Tidak heran, kemampuan mereka bukan asal-asalan. Bahkan, sebagian memiliki keahlian di atas kemampuan anggota TNI.
’’Beberapa anggota senior kami sampai diminta oleh beberapa kesatuan di TNI untuk melatih anggotanya. Di antaranya di Pomal dan Kodim,’’ tutur Thoriq.
Anggota TNI memang belum lama menggeluti olahraga ini. Latihannya juga tidak seintens bila mereka berlatih dengan senjata lain. Karena itu, gerakan mereka juga masih kaku. ’’Kalau anggota Kopassus saya tidak tahu apakah mereka melatih ini (lempar pisau) secara rutin atau tidak,’’ lanjut Thoriq.
Keberadaan komunitas pelempar pisau Indonesia sudah mendapat pengakuan di tingkat dunia. ’’Komunitas pelempar pisau di Indonesia termasuk cukup aktif di dunia,’’ ucapnya bangga. Tolok ukurnya adalah intensitas pertemuan dan latihan. Khusus JKT 1, mereka punya jadwal latihan tiap Rabu dan Sabtu. Selain itu, mereka sering bertemu jika mengikuti event bersama.
Aksi melempar pisau bukan berarti tidak memiliki risiko. Pelempar pisau sangat mungkin tergoda untuk melempar sembarangan. Untuk mencegah hal itu, sejak awal dibuat aturan tegas untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. ’’Misalnya, kami melarang setiap anggota melempar pisau ke pohon,’’ tutur Thoriq.
Para anggota didoktrin untuk tidak melukai makhluk hidup menggunakan pisau lempar dengan alasan apa pun, bahkan terhadap kecoa sekali pun. ’’Kena pisau pasti sakit. Karena itu, kita tidak boleh sembarangan menggunakannya,’’ ucapnya.
Itu sebabnya, kondisi kejiwaan seluruh anggota JKT 1 selalu dipantau untuk menghindari penyimpangan aktivitas olahraga ini. Aturan lain, anggota tidak boleh membawa pisau lempar selain untuk berlatih. Pasalnya, pernah suatu kali anggota komunitas pelempar pisau di Bandung terkena razia polisi saat hendak berlatih. Tapi, akhirnya mereka dibebaskan setelah dijelaskan bahwa dirinya akan berlatih olahraga melempar pisau.
Setiap anggota JKT 1 memiliki pisau sendiri yang berbeda dengan milik orang lain. Arif, anggota JKT 1 asal Surabaya, misalnya, mempunyai pisau berbentuk mirip pasak gepeng. Sedangkan Joan Celine memiliki pisau mirip pisau komando. Pisau-pisau itu terbuat dari baja.
Selain buatan sendiri, pisau-pisau itu dibeli via online dari Amerika. Negeri Paman Sam memang menjadi kiblat olahraga unik tersebut. Di sana juga terdapat pabrik khusus pisau lempar.
Thoriq menjelaskan, ada tiga teknik melempar pisau yang benar. Pertama, teknik spin atau memutar. Teknik ini paling mudah dan paling sering dipakai anggota JKT 1, terutama untuk pemula.
Kemudian, teknik half spin atau setengah memutar. Saat dilempar, pisau melayang lurus. Sesaat sebelum mencapai sasaran, pisau berbalik dengan posisi mata pisau mengarah ke sasaran.
Teknik ketiga adalah no spin atau tanpa putaran. Sejak awal dilempar, mata pisau sudah mengarah ke sasaran dan tidak berputar. Teknik tersebut sering dipraktikkan oleh para ninja.
’’Kami berlatih benar-benar untuk olahraga, bukan untuk tujuan lain. Apalagi, untuk tindak kejahatan. Karena itu, tidak ada yang melarang kami beraktivitas,’’ tandasnya. (*/c2/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Siap Dimarahi Kekasih kalau Statistik Buruk
Redaktur : Tim Redaksi